Mohon tunggu...
Demadi
Demadi Mohon Tunggu... -

Habis tangis, kering tawa. Jejak perjalanan. Serpihan-serpihan. Dihidangkan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Anak, Mati di Monas

2 Mei 2018   00:36 Diperbarui: 4 Mei 2018   23:39 1086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, dokumentasi pribadi

Ma, anak kita mati di Monas.

Sudahkah kau baca beritanya
Di koran pagi. Mungkin belum,
Sebab kita sedang repot mandikan jenazah.
Dan mengantarnya ke liang lahat
Tempat tidur. Yang terakhir.

Hari itu, ia pamit main sepeda.
Tapi pulang cepat-cepat.
Sebab kita sudah bilang,
Esok hari akan ke Monas.

Sudahkah kau baca berita
Di koran siang. Mungkin tidak,
Sebab kita sedang membasuh
Air mata. Menyiapkan kain kafan
Menabur wangi-wangian
Untuk bekal istirahatnya.

Malam itu ia bilang,
Bila dapat beras, akan makan banyak
Biar badannya besar, biar bisa jadi polisi.

Tapi bila dapat mie instan
Tak boleh sering dimakan
Karena bikin badan sakit
Dan tidak pandai.

Malam itu ia juga bilang,
Ingin naik ke atas Monas
Supaya bisa,
Melihat rumah dan sekolahnya,
dari sana.

Malam itu ia tidur cepat-cepat
Sebab kita sudah katakan,
Esok hari akan ke Monas.

Tapi Ma, anak kita mati di Monas

Sudahkah kau baca berita
Di koran sore. Mungkin tidak,
Sebab ahli berita
Sedang repot hari ini,
Katanya ada persekusi
Katanya ada demonstrasi

Di koran malam, Pak Polisi bilang
Ia tidak mati di Monas
Tapi di luarnya, di luar pagar
Karena badannya panas, dan kurang air.

Botol besar itu sudah pecah
Belum sempat beli lagi,
Jadinya ia kurang banyak bawa air

Jadinya anak kita,
Mati di Monas, atau di luar Monas.

Ma, tamu-tamu sudah hadir.
Mereka bawa banyak beras
Malam ini kita tahlilan.

Karena anak kita, mati di Monas
Atau di luar Monas.

Tadi Pak Ustad bilang,
Semuanya sudah takdir

Tadi Pak Ustad bilang,
Anak kita sudah di Surga

Sekarang ia bisa melihat
Rumah dan sekolahnya
Dari sana.

(Angke, Mei 2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun