Aktivitas ekspor dan impor merupakan wujud implementasi sistem perekonomian terbuka yang dianut oleh hampir seluruh negara di dunia. Tujuan dari aktivitas ekonomi ini tidak lain adalah saling memenuhi kebutuhan antar pihak.
Kegiatan impor yang dilakukan di Indonesia biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku maupun produk dan jasa lainnya yang tidak tersedia di dalam negeri. Biasanya hal ini dimanfaatkan oleh individu maupun kelompok untuk mengolah ataupun menjual kembali produk yang diimpor. Dari situlah pihak pengimpor memperoleh keuntungan finansial.
- Pertumbuhan Impor di Sektor Industri
Kementerian Perindustrian mencatat angka impor Indonesia per 2016 didominasi oleh sektor non-migas. Bahkan sektor industri menyumbang 93 persen dari sektor non-migas tersebut. Industri pengelolaan bahan baku, industri tekstil hingga industri barang jadi menjadi koridor utama pada aktivitas impor. Kegiatan impor ketiga industri tersebut bertujuan untuk perkembangan industri mereka.
- Dominasi China sebagai Importir
China merupakan negara importir terbesar bagi Indonesia, yakni terhitung 28 persen dari keseluruhan aktivitas impor di Indonesia selama 2018, seperti dikutip dari Detik.com. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto, struktur impor Indonesia masih didominasi oleh bahan baku maupun barang modal. Praktik inilah yang banyak dilakukan oleh para wirausaha di Indonesia, yakni melakukan impor bahan baku dan barang jadi lainnya untuk memajukan industri mereka. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa bahan baku maupun barang jadi yang dijual di China lebih terjangkau ketimbang di Indonesia. Alasan seperti tidak tersedianya produk dan jasa yang diinginkan juga membawa sejumlah pihak memilih untuk mengimpor dari China.
- Meningkatnya wirausaha di Indonesia yang Sangat Berpotensi Melakukan Kegiatan Impor
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadinya lonjakan pertumbuhan wirausaha sebanyak 100 persen selama tahun 2016-2017. Setidaknya sekitar 3,1 persen dari total penduduk Indonesia merupakan orang yang berkecimpung di bidang industri. Angka ini bahkan telah melampaui standar internasional, yaitu 2 persen dari total penduduk seluruh negara. Meningkatnya aktivitas ekonomi seperti proses jual beli semakin membuka kesempatan bagi wirausaha untuk melibatkan sejumlah produk dari luar negeri.
Aktivitas impor di Indonesia yang masif disertai dengan pertumbuhan teknologi informasi yang intensif membuat proses freight forwarding haruslah jauh lebih mudah. Namun kendala justru sering ditemukan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan impor.
- Proses Custom Clearance yang Rumit
Aturan yang ketat dari Direktorat Bea dan Cukai cukup menyulitkan pihak yang ingin melakukan proses impor. Setiap aktivitas impor harus dilengkapi dengan sejumlah surat maupun dokumen, seperti Surat Keterangan (SK), Laporan Surveyor, hingga PI (Pemberitahuan Impor). Beberapa produk yang tergolong Komoditas Larangan dan Pembatasan (Lartas) juga perlu menjadi perhatian bagi para pengimpor. Perlu kesiapan dan akses agar barang impor tidak tertahan di Bea dan Cukai.
- Pengurusan dan Penghitungan Pajak
Pengenaan Bea Masuk (BM), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), dan Pajak Penghasilan (PPn) dikenakan sesuai dengan kategori harga produk impor. Misalnya untuk impor produk di atas 1500USD maka akan dikenakan biaya BM tergantung produk barang, PPn sebesar 10 persen, dan PPh juga sebesar 10 persen. Â Sejumlah pihak mengeluhkan sulitnya pengurusan pajak karena membutuhkan waktu dan akses kepada pihak terkait.
- Status Pengiriman yang Tidak Jelas
Barang yang dikirimkan melalui jalur udara akan relatif lebih aman karena biasanya hanya memakan waktu sekitar satu minggu untuk pengirimannya. Berbeda hal nya ketika para customer harus sabar menunggu pengiriman melalui jalur laut yang memakan waktu berminggu-minggu. Status pengiriman barang sulit dilakukan karena pengiriman dilakukan secara konvensional dan tidak ada platform bagi customer untuk melakukan pelacakan secara online.
Aktivitas impor akan terdengar sangat menjenuhkan apabila hal-hal tersebut menjadi kekhawatiran bagi Anda. Selain hemat biaya, perusahaan cross border yang baik adalah perusahaan yang mampu memberikan rekomendasi, efisiensi, dan jaminan bagi kegiatan impor Anda. Perlu adanya kolaborasi dan sinergi antara proses pengiriman dengan teknologi. Misalnya, implementasinya terdapat pada tracking berbasis online, sehingga para importir dapat melakukan pelacakan jarak jauh.Â
Traffic aktivitas impor yang tinggi disertai dengan tumbuhnya kesempatan ekonomi menjadikan para wirausaha semakin berkembang. Dengan begitu, akan timbul kesempatan bagi sejumlah sumber daya manusia untuk memaksimalkan potensi diri dan mampu mengisi sejumlah lahan pekerjaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H