Mohon tunggu...
Delvia Hana
Delvia Hana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

nature

Selanjutnya

Tutup

Trip

Membuka Jendela Budaya Singapura dan Malaysia melalui Program Educompreneur 2025

2 Februari 2025   01:34 Diperbarui: 2 Februari 2025   01:45 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Serang Raya mengadakan Educompreneur 2025 di luar negeri yakni Singapura dan Malaysia. Educompreneur merupakan program yang dilakukan setiap tahunnya pada semester lima oleh Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Serang Raya. Program ini bertujuan untuk membentuk pribadi mahasiswa dan mahasiswi menjadi enterpreneur komunikasi yang mampu menghadapi tantangan di Era 5.0. 

Di tahun ini, program Educompreneur pertama kali bertujuan ke luar negeri karena di era globalisasi kini kita harus mampu bersaing dikancah internasional.

Lokasi yang dituju Educom (educompreneur) 2025 yakni Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut sangat memungkinkan sebagai langkah awal memperluas wawasan dan kerja sama internasional. Di Singapura kami melakukan city tour dan saya banyak belajar hal baru serta mendapatkan wawasan yang sebelumnya tidak diketahui. Contoh kecilnya belajar memahami cara berkomunikasi dengan penduduk Singapura yang menggunakan bahasa Singlish.

Dikutip dari National Library Board Singapore. Singlish adalah bentuk bahasa Inggris informal dan sehari-hari yang digunakan di Singapura. Para ahli bahasa menyebutnya sebagai Bahasa Inggris sehari-hari Singapura atau Bahasa Inggris Singapura. Penggunaan Singlish telah menjadi bahan perdebatan sejak tahun 1970-an, saat pertama kali menjadi fenomena yang dapat diamati. Pemerintah secara aktif melarang penggunaan Singlish di kalangan penduduk, dengan alasan perlunya warga Singapura untuk dapat berkomunikasi secara efektif dengan populasi penutur bahasa Inggris yang lebih luas di dunia. 

Foto di UiTM
Foto di UiTM

Ketika di Malaysia kami mengunjungi beberapa tempat wisata dan juga kampus-kampus, yakni Universiti Teknologi Mara (UiTM) Shah Alam dan Universiti Teknologi Petronas (UTP). Disana saya menemukan perbedaan di penamaan pada setiap orang, khususnya dalam masyarakat muslim Melayu yang memiliki keunikan tersendiri. Nama seorang muslim yang digunakan sering kali memiliki unsur Islami yang kuat. Seperti nama terakhir terdapat "bin (putra dari)" dan sebaliknya. 

Dikutip dari learn.sayari.com kontruksi ini mirip dengan nasab yang sering digunakan oleh orang-orang di Timur Tengah. Meskipun sebagian besar orang dengan nama Melayu tidak mencantumkan nama keluarga dalam catatan publik, beberapa orang melakukannya.

Bagi laki-laki, nama pemberian dan patronim sering dipisahkan dengan kata bin, yang berasal dari kata bahasa Arab yang berarti “putra dari.” Bagi perempuan, nama pemberian dan patronim sering dipisahkan dengan kata binti , yang berarti “putri dari.” Binti terkadang dieja binte dan terkadang disingkat menjadi “bte.”

Alih-alih bin dan binti , beberapa orang akan menggunakan istilah Melayu untuk “anak lelaki ” dan “anak perempuan ”. Istilah-istilah ini terkadang disingkat menjadi “A/L” dan “A/P” dalam catatan publik.

Pengaruh islami bahasa Arab di negara Malaysia sangat kuat sebagai negara yang memiliki populasi muslim yang signifikan. Dipadukan dengan budaya lokal dengan unsur nama Melayu, menjadikan perpaduan islam dan budaya lokal yang mampu dilestarikan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun