Di new normal saat ini kita sudah bisa melakukan aktifitas seperti biasa asal tetap taat dengan protokol kesehatan. Bioskop juga kembali di buka, pada tahun 2022 Februari film seri misteri yang diangkat dari novel agatha christie kembali ditayangkan. Petualangan Hercule Poirot tidak berhenti di film murder on the orient express, dalam film seri selanjutnya ini ia kembali berpertualang memecahkan misteri rumit. Bedanya, tema cerita kali ini kisah cinta yang tragis berjudul Death on the Nile yang disutradarai Kenneth Branagh
Gal Gadot ikut bermain peran kembali setelah naiknya dalam film Wonder Woman. Ia terpilih kembali menjadi tokoh utama pengantar kisah misteri di dalamnya sebagai Linnet Ridgewey. Chemistry yang ia dapatkan dengan lawan peran dengan Armie Hammer sangat kuat di film ini, sampai penonton bisa terbawa bagaimana romansa mereka terbangun dengan miris.
Film ini menceritakan mengenai Simon Doyle (Armie Hammer), pemuda yang tampan jatuh cinta dengan Jacqueline de Bellefort (Emma Mackey) yang sama-sama memiliki nasib kurang beruntung terutama di bidang perekonomian. Mereka memutuskan untuk bertunangan sampai akhirnya Bellefort mengenalkan Doyle dengan Linnet teman masa sekolahnya dengan maksud agar dapat pekerjaan. Namun, pertemuan ini menghancurkan hubungan mereka. Doyle tertarik pada Linnet karena kecantikan dan kekayaan yang ia miliki lalu memutuskan meninggalkan Bellefort.
Karena hal ini, Doyle dan Linnet menikah lalu melakukan perjalanan menyusuri sungai nil menaiki sebuah kapal pesiar milik Linnet. Kebetulan juga Hercule Poirot sedang mengadakan liburan dan melakukan perjalanan di mesir, karena ketakuran Linnet akan Jac yang suka berbuat onar. Ia meminta Poirot melindungi dirinya dan suaminya selama perjalanan ini berlangsung. Kisah ini berubah dari romansa menjadi tragis ketika terjadi pembunuhan di kapan pesiar tersebut, dari sinilah Poirot mulai menjalankan aksinya.
Kenneth mengangkat tahun 1930-an kontemporer klasik dalam pembuatan film ini, tema ini juga bisa dilihat dari pakaian dan cara mereka berdansa dalam sepanjang cerita. Pada zaman ini semua wanita menyukai dan berlomba-lomba menggunakan pakaian dress apalagi wanita yang terhormat dan cukup kaya pada zamannya. Mobil yang digunakan serta bentuk kapal pesiar juga menggambarkan sisi klasik tahun ini.
Dari segi  miss en scéne dalam film ini digambarkan sesuai dengan latar waktu yang dibangun oleh sutradara, seperti pada setting artistik, kostum, properti lighting dan kamera dan lainnya sehingga penonton ikut terbawa dalam suasana film disini
1. Setting
Cukup banyak setting tempat yang digambarkan disini, tidak hanya alur cerita yang menarik namun dengan visual latar tahun 30-an. Di awal kita diperlihatkan bagaimana Mesir dinikmati oleh Poirot, dengan color grading yang dibuat unik sehingga Piramida Mesir terlihat indah. Lalu ada latar dimana memperlihatkan bar pada tahun 30-an dimana musik yang diputar juga klasik. Destinasi pertama yang dikunjungi oleh Linnet dan Doyle adalah patung ratu Pharaoh di Mesir, di adegan ini kita bisa melihat karakteristik mimetik pada zaman abad sebelum masehi. Tergambar dalam bentuk patung dan ukiran di batu. Sebelum mereka berangkat, Linnet mengadakan pesta di sebuah ruangan yang memang cirikhas orang kaya pada tahun 30-an seperti warna gedung dan tata letak furniture.
2. Kostum
Kenneth menginginkan kostumnya ala 30-an namun kontemporer klasik. Karena setting waktu zaman dulu, banyaknya pada zaman tersebut menggunakan warna gelap. Karena latar tempatnya memiliki tone hangat jadi tim produksi memutuskan menciptakan pakaian dengan warna cerah seperti merah, oranye dan lain sebagainya terutama untuk pria.
Dalam pengembangan kostum, dipikirkan juga bahan dalam pembentukkan karakter. Karena Linnet adalah orang kaya yang baik dan penuh percaya diri tapi memiliki hati yang rapuh jadi dia lebih banyak menggunakan warna-warna pucat berbeda dengan Bellefort yang dibuat warna kostumnya kuat seperti merah dan marun, karena memang kekuatannya muncul dari rasa pengkhianatan temannya sendiri. Lalu Euphemia Bouc, menggunakan trousers yang mengesankan sophisticated dan elegan di saat bersamaan.
3. Lighting dan Kamera
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, nuansa 30-an ini diambil pada latar yang hangat sehingga tone warna yang digunakan terkesan warm. Namun ketika menaiki kapal pesiar kesan kembali menjadi semi cold, menyesuaikan dengan kisah yang paradoks antara kisah cinta namun tragis. Untuk teknik kamera, cukup bervariasi dalam beberapa scene yang penting untuk disoroti pengambilan gambar bisa dibuat secara unik. Seperti ketika ditunjukkan bagaimana seseorang terbunuh di dalam mesin kapal tersebut. Lighting yang digunakan lebih warm karena memang mengikuti tone warna dari si alur cerita sendiri.
4. Artistik
Tata artistik dalam film ini dibuat super klasik dengan ala modernitas, karena request dari sutradara juga buat setiap hal dalam film ini secara kontemporer. Sehingga, bentuk sofa pun terkesan mewah namun klasik dengan warna yang menyesuaikan alur cerita. Letak dan kebutuhan artistik juga menyesuaikan dengan babak yang sedang direkam. Ketika babak akhir pengakuan dari pelaku pembunuhan, artistik yang ada difokuskan pada kursi dan ruangan tertutup.
Selain miss en scéne, ada juga unsur estetika dalam film ini yang bisa dibahas seperti :
1. Estetika mimetik
Hal ini dapat ditunjukkan ketika adegan dimana kapal pesiar berhenti di patung ratu Pharaoh di Mesir, di adegan ini kita bisa melihat karakteristik mimetik pada zaman abad sebelum masehi. Tergambar dalam bentuk patung dan ukiran di batu. Ada beberapa ukiran yang menceritakan sejarah mesir.
2. Estetika Yunani Antik
Banyak unsur ini karena adanya benda - benda yang dimunculkan mempunyai kegunaan nya masing - masing. Dari kostum dan tata artistik juga bahkan memiliki kegunaan dibaliknya. Seperti kostum yang menggambarkan karakter masing-masing pemain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H