Mohon tunggu...
Del Neonub
Del Neonub Mohon Tunggu... -

Guru dan Blogger di matatimor.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersama Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

18 Desember 2016   09:29 Diperbarui: 18 Desember 2016   10:17 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari tempat ini, matatimor.com, turut merasa sedih dan tersayat hati atas kejadian yang menimpa adik-adik siswa SD di Kab. Sabu Raijua. Tuhan senantiasa punya rencana yang indah. Mari kita jadikan pengalaman pahit ini sebagai pelajaran yang amat berharga bagi keberlangsungan hidup kita ke depan.

Terjadinya kekerasan yang menimpa adik-adik ini membuat saya ikut bicara. Bicara secara matatimor.com. yang mana walau saya tak punya keahlian khusus tentang masalah sosial, tentang pemberdayaan dan perlindungan anak, namun paling tidak matatimor.com punya mata untuk melihat, dan berusaha untuk dapat melihat dengan hati...yah...ada kasih yang bersinar untuk dapat merasakan dan melihat mereka yang dilindungi hanya dengan wacana belaka.

Kejadian di luar dari pada kewajaran ini, kalau mau saya bilang, adalah TAMPARAN KERAS untuk kita semua di persada nusantara ini.

Di Negara tercinta kita ini, ada salah satu lembaga pemerintah yang mengurusi khusus tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. ada kan?

Namun pada permasalahan yang menimpa adik-adik di Sabu Raijua, kita jangan saling mempersalahkan. Karena secara umum ini adalah masalah kita semua. Kita Indonesia.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) namanya.

Anak yang mana? yang mana yang mau dilindungi?

Program unggulan dari lembaga ini di  tahun 2016 cukup baik adanya.

Program yang dirangkai dalam dua Kata Asing itu bernama Three End. Tiga Akhir jika secara lurus diterjemahkan.

Dalam uraian program ini cukup jelas berjuang mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak. Walau secara saya, ketegasan perjuangan dalam program ini terkesan menerobos arus banjir tanpa. APa karena terlalu asing istilahnya? hm.....

Lain kali pakai Bahasa kita saja. biar mudah merealisasikannya. Sebab dengan bahasa asing terkesan terlalu internasional. Padahal kita perlu meregionalkan perlindungan itu hingga ke daerah-daerah pedalaman di seluruh Tanah air dengan keadaan geografis yang cukup berfariasi ini?

Bahasa Indonesia kita amat kaya dengan kosa kata. Kenapa mesti Internationalis? apa karena kebanyakan mengikuti seminar di dalam hotel berbintang sehingga tak sampai menyentuh mereka anak-anak di pedalaman? ah..sudahlah..saya bisanya cuma mengkritik! mohon maaf jika saya keliru.

Jika perlindungan anak itu untuk anak-anak Indonesia, maka, sudah sepantasnya lembaga ini membangun kerja sama dengan kementrian pendidikan. Ingat...Seorang anak....ketika memasuki usia 4 tahunan sudah harus berada di sekolah. entah itu Kelompok Bermain, PAUD, TK, hingga nanti saat menamatkan pendidikan Menengahnya, maka seorang anak akan melepaskan "profesi"anak dan beralih kepada dewasa.

Tanggung jawab dalam mengakhiri kekerasan terhadap anak bukan saja menjadi tanggung jawab kementrian. hanya orang bodoh seperti saya saja yang mau melempar tanggung jawab, bahwa itu menjadi tanggung jawab penuh dan satu-satunya lembaga yang mesti mengurusi masalah ini. Tidak.

Kita semua, dari tukang ojek, guru, wartawan, direktur, pns, polisi, tentara, petani, pelaut, penjaga toko, karyawan swasta, pastur, pendeta, imam, tukang jahit, mekanik, sopir, tukang kebun, penjaga sekolah, satpam, bankir, debt kolektor, pensiunan, tukang bangunan, tukang las, tukang listrik, pegawai PLN, apa lagi ya...pokoknya kita semua Warga negara di NKRI tercinta ini, meski beda pulau, dibatasi samudera, dengan sejuta keanekaragaman, dengan kekayaan alam yang melimpah, dan berasaskan Pancasila memiliki tanggung jawab terhadap perlindungan hak anak.

cukup jelas kan? maaf saya sok menggurui.

Kita semua yang disebutkan, maupun yang tidak disebutkan diatas, harus turut andil dalam melindungi anak. Tentu mulai dari anak kita sendiri. Cintailah anak-anak kita, maka ketika kita melihat anak orang lain, kita bertanggung jawab untuk menjamin hak-hak anak itu.

Dengan memberikan pendampingan dan didikan yang mantap dari orang tua dalam keluarga, dilanjutkan dalam pendidikan di lembaga pendidikan, maka  anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang matang. Terdidik secara baik, dibekali ilmu yang cukup, tidak labil secara emosional, sehingga mampu diandalkan dalam mewariskan NKRI dari generasi ke generasi.

KPPPA Perlu Bersinergi

Untuk dapat mencapai sebuah tujuan, perlu adanya kerja sama dengan berbagai pihak. Rapatkan barisan dan kita akan meraih cita-cita kita.

Kementrian Pemberdayaan perempuan dan Anak bertugas khusus menjamin hak-hak perempuan dan anak perlu membangun kerjasama misalnya dengan Kementrian Pendidikan.

Kenapa kementrian Pendidikan? untuk anak-anak, Kementrian Pendidikan cukup memiliki data yang akurat tentang jumlah anak didik di seluruh pelosok tanah air.

Hampir semua sekolah di Seluruh Indonesia telah terdata. Bahkan setiap tiga bulan, lembaga pendidikan senantiasa melakukan perbaharuan data. Data dari kementrian pendidikan yang cukup akurat ini mungkin saja dapat membantu dalam merealisasikan program-program yang telah direncanakan oleh KPPPA, agar betul-betul efisien dan tepat sasaran.

Dari hasil kolaborasi Dua kementrian ini, dijamin hak-hak anak dapat terlindungi.

Di kampung-kampung, sebuah lembaga pendidikan baik Kelompok Bermain, PAUD, TK, SD, SMP, maupun SMA, kondisinya sangat memilukan. Sarana dan prasarana adalah masalah awal. Ketika pertama melihat kondisi sarana sebuah sekolah di pedalaman, kita sudah bisa langsung membayangkan, nyaman dan amannya dijamin apa tidak? Jangan lagi bicara soal mutu dan hasil output...tentu turut memprihatinkan. Ah semoga tidak!

Akhirnya Jika ingin mengakhiri kekerasan itu, bangunlah kerja sama dengan semua pihak, terutama kementrian pendidikan untuk urusan data, Kepolisian untuk keamanan, dan lembaga lainnya sesuai tupoksi mereka. Atau bila perlu datangi setiap lembaga pendidkan, terutama lembaga tempat anak-anak di kampung-kampung mengenyam pendidikan, dan kita akan tahu anak-anak amat membutuhkan penjaminan hak.

 Anda tidak akan pernah tahu, jika membicarakan perlindungan hanya dalam diskusi workshop, dan sosialisasi di dalam gedung hotel berbintang berdasarkan data satatistik dalam angka. Hingga pelaksanaanya, sekedar wacana yang penting ada foto laporan pertanggungjawaban maka kelar lah sudah.

Baiklah. Itu hanya sekedar pendapat saya yang sederhana. dengan cara berpikir saya yang tidak terlalu komplek. Kalupun ini hanya sebuah kekeliruan saya, tentu tak usah dipermasalahkan. dan Mohon dimaafkan.

Apakah persoalan di Sabu Raijua dapat dijadikan barometer untuk mengukur berhasilnya program Thre End itu? entahlah.....

Bila saja kerja sama dalam mencanangkan program Three End telah dilaksanakan dan hasil akhirnya adalah seperti kejadian di Sabu Raijua, maka, kita perlu berbenah sambil mendengarkan Tembang milik Ebied G. Ade. dengan kutipan liriknya sebagai berikut "

mungkin Tuhan mulai bosan...

melihat tingkah kita...

yang selalu salah dan bangga

dengan dosa-dosa...

atau alam mulai enggan

bersahabat dengan kita

coba kita bertanya pada

rumput yang berhoyang

lanjutkan sendiri.....

salam matatimor..

I LOVE INDONESIA

tulisan saya ini ada di blog saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun