Mohon tunggu...
Della Silvana
Della Silvana Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Anak terakhir

Bismillah anak terakhir

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

MENGENAL PENYAKIT MENTAL OCD, APAKAH BERAWAL DARI DEPRESI?

20 Februari 2022   20:02 Diperbarui: 20 Februari 2022   20:33 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ners Unair - Universitas Airlangga

Pernahkah anda mendengar orang disekitar anda atau anda mengalami penyakit mental seperti OCD? Faktanya, baru-baru ini kita dikejutkan dengan kabar seorang artis populer tanah air yang lama menghilang dari dunia entertainment karena dalam masa pemulihan penyakit ini, yakni Aliando Syarief. Lalu bagaimanakah penyakit Obsessive-Compulsive Disorder atau OCD bisa menyerang seseorang?

Obsessive-Compulsive Disorder atau OCD Merupakan sejenis gangguan mental. Orang dengan OCD memiliki pikiran dan dorongan yang tidak dapat dikendalikan dan berulang (obsesi), serta perilakunya bersifat (paksaan) kompulsif yang dapat menimbulkan gangguan kecemasan terhadap sesuatu, bahkan penderita OCD dapat melakukan hal sama berulang-ulang karna menuntut ketepatan dan kesempurnaan yang mungkin dimata org dianggap hal yang wajar dan bagus namun ternyata bisa saja itu menjadi bagian dari gejala penyakit OCD.

OCD sendiri bukanlah penyakit menular dan membahayakan orang lain dan rentan menyerang mereka yang berusia 19 tahun ke atas, itu artinya penyakit ini tak mengenal tua mudanya si pengidap. 

Namun, penderita OCD akan berprilaku secara obsesif dan kompulsif disertai dengan stres yang berat hingga mengganggu aktivitas harian dan hubungan dengan orang-orang sekitar.

Langkah-langkah untuk membantu mendiagnosis OCD termasuk dalam pemeriksaan fisik. Hal ini dapat dilakukan untuk membantu menyingkirkan masalah lain yang dapat menyebabkan gejala dan untuk memeriksa komplikasi terkait. 

Selanjutnya, dilakukan tes laboratorium termasuk hitung darah lengkap (CBC), pemeriksaan fungsi tiroid, dan skrining untuk alkohol dan obat-obatan. 

Evaluasi psikologis, termasuk membahas pikiran, perasaan, gejala, dan pola perilaku. Kriteria diagnostik untuk OCD ada pada Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.

Faktor risiko OCD meliputi faktor keturunan, struktur otak dan fungsinya (masih belum jelas), serta lingkungan hidup. Namun, hal yang paling memengaruhi adalah lingkungan hidup yang tidak mendukung perkembangan psikis pengidap sewaktu kecil, yaitu ketika anak mengalami perilaku berupa perundungan karena keterbatasan fisik atau tingkat kecerdasan yang rendah serta dipaksa untuk melakukan hal yang sebenarnya tidak ingin dilakukan.

Dilasir dari laman Halodoc.com, Terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosis OCD termasuk dalam pemeriksaan fisik. Hal ini dapat dilakukan untuk membantu menyingkirkan masalah lain yang dapat menyebabkan gejala dan untuk memeriksa komplikasi terkait. 

Selanjutnya, dilakukan tes laboratorium termasuk hitung darah lengkap (CBC), pemeriksaan fungsi tiroid, dan skrining untuk alkohol dan obat-obatan. 

Evaluasi psikologis, termasuk membahas pikiran, perasaan, gejala, dan pola perilaku. Kriteria diagnostik untuk OCD ada pada Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.

OCD dapat timbul karena tekanan mental dari lingkungan terhadap kepribadian seseorang, baik itu lingkungan keluarga, pertemanan dan lainnya. OCD bukan penyakit Gangguan jiwa tetapi OCD adalah penyakit gangguan mental dimana terlalu banyak pikiran Hingga menyebabkan stres.penyakit OCD sulit untuk disembuhkan. Namun, selalu ada cara yang ditempuh untuk mendapatkan perawatan dan terapi untuk mengurangi dampak negatif akibat penyakit ini.

Meskipun, OCD tidak bisa disembuhkan. Namun, pengidap bisa meredakan gejala yang mengganggu aktivitas mereka dengan menjalani beberapa perawatan. 

Pengobatan OCD terdiri dari obat-obatan, psikoterapi, atau kombinasi keduanya. Meskipun sebagian besar pengidap OCD membaik setelah mendapatkan pengobatan, tetapi beberapa pengidap lainnya terus mengalami gejala.

Kadang-kadang orang dengan OCD juga ditemukan memiliki gangguan mental lainnya, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan dismorfik tubuh (gangguan saat seseorang memiliki anggapan keliru bahwa bagian dari tubuh mereka tidak normal). 

Penting untuk mempertimbangkan gangguan lain ini ketika menentukan pilihan perawatan. SRI dan SSRIs adalah dua jenis obat yang digunakan untuk membantu mengurangi gejala OCD. 

Selain itu, beberapa obat lain yang juga terbukti efektif mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak adalah obat antidepresan trisiklik, yang merupakan anggota dari kelas yang lebih tua dari "tricyclic" antidepresan, dan beberapa obat SSRI yang lebih baru. Jika gejala tidak membaik dengan jenis obat ini, penelitian menunjukkan beberapa pasien dapat merespons dengan baik terhadap obat antipsikotik.

Selain obat-obatan, psikoterapi juga efektif untuk mengatasi OCD pada orang dewasa dan anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa jenis psikoterapi tertentu, termasuk terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi terkait lainnya (misalnya, pelatihan pembalikan kebiasaan) dapat sama efektifnya dengan obat bagi banyak individu. 

Penelitian juga menunjukkan bahwa tipe CBT yang disebut Exposure and Response Prevention (EX/RP) efektif dalam mengurangi perilaku kompulsif dalam OCD, bahkan pada orang yang tidak merespons dengan baik terhadap obat SRI. Bagi banyak pengidap, EX/RP adalah pilihan pengobatan tambahan ketika obat SRI atau SSRI tidak efektif mengatasi gejala OCD.

Sangatlah jelas bahwa penyakit OCD timbul karena tekanan yang diberikan kepada seseorang sehingga membuatnya menjadi stres dan depresi serta sulit untuk memahami diri sendiri. 

Sehingga, doa, usaha dan peran orang terdekat seperti keluarga, teman, dan orang yng ahli dalam penanganannya seperti psikiater dan ahli kesehatan mental agar dapat memulihkan mental dari penderita menjadi penyintas.


Jadi, jika anda mengalami gangguan ini dan berdampak pada aktivitas sehari-hari dan menyebabkan kesulitan, sebaiknya segera hubungi dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun