Authors: Della Listiyani dan Dyah Bhakti Rahayu
Setiap budaya memiliki tradisi serta kebiasaan yang berbeda dalam menghormati dan mengantar jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (pemakaman). Tapi, tahukah kalian bahwa ternyata ada beberapa perbedaan menarik dalam tradisi pemakaman antara masyarakat Islam Melayu dan Madura? Hal sepele ini sering kali tidak disadari karena pemakaman menjadi simbol bentuk duka cita dalam masyarakat.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam waktu pemakaman. Pada dasarnya, ajaran Islam menyatakan bahwa pemakaman harus dilakukan secepat mungkin setelah kematian terjadi karena ajaran agama mengajarkan bahwa manusia hanya dipinjamkan tubuhnya oleh Allah dan tubuh itu harus dikembalikan segera ke alam keabadian. Dalam tradisi Melayu, proses pemakaman biasanya dilakukan dalam rentang waktu 24 jam setelah kematian dan kebanyakan dilakukan pada siang hari.Â
Pemakaman di siang hari ini dianggap sebagai waktu yang cocok karena memungkinkan lebih banyak orang untuk menghadiri pemakaman serta kerabat juga dapat berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir kepada jenazah tanpa mengganggu pekerjaan atau kegiatan mereka di malam hari. Pemakaman di siang hari juga memudahkan proses penggalian lahan kuburan dan para pekerja pemakaman dapat lebih cepat menyelesaikan tugas mereka karena hari yang masih terang.Â
Dalam ajaran agama Islam sendiri ada keyakinan bahwa mayat yang meninggal harus segera dibersihkan dan dimandikan sebelum dimakamkan. Dalam kondisi siang hari, sinar matahari yang lebih terang dapat membantu memudahkan segala bentuk prosesi sebelum dan sesudah pemakaman sehingga dapat berjalan lebih efektif dan optimal.
Di sisi lain, masyarakat Islam Madura cenderung melakukan pemakaman pada malam hari yang sering dikenal sebagai "ngaben malam" atau "ngaben wengi". Hal ini merupakan tradisi dan kebiasaan masyarakat Madura yang telah berlangsung sejak lama dan didasarkan pada kepercayaan masyarakat setempat.Â
Mereka percaya bahwa roh orang yang meninggal (jenazah) akan lebih mudah melintasi alam baka pada malam hari. Kepercayaan ini didasarkan dengan anggapan bahwa pada malam hari dunia terasa lebih tenang dan lebih sedikit terhindar dari gangguan aktivitas sehari-hari yang memungkinkan roh lebih mudah untuk melepaskan diri dari tubuh mereka dan kembali ke alam keabadian.Â
Pemakaman pada malam hari ini juga menjadi cara mereka untuk menunjukkan rasa hormat dan kesedihan terhadap orang yang telah meninggal. Malam hari dianggap sebagai bentuk penghormatan yang lebih tinggi karena memperlihatkan keluarga jenazah ataupun kerabat lainnya telah meluangkan waktu dan usaha untuk memastikan pemakaman dilakukan sebaik mungkin.
Perbedaan lainnya pada kita lihat dalam tradisi pemakaman. Pada dasarnya, terdapat beberapa perbedaan kecil dalam proses dan ritual pemakaman masyarakat Islam Melayu dan Madura. Perbedaan ini terlihat dalam beberapa hal seperti persiapan, proses pemandian jenazah, kain jenazah, salat atau doa untuk jenazah, dan prosesi pemakaman.Â
Dalam masyarakat Melayu, persiapan dan proses pemakaman cenderung melibatkan keluarga serta kerabat baik dalam mempersiapkan keperluan pemakaman maupun pada saat proses pemakaman dilakukan.Â
Mandi jenazah, dalam masyarakat Melayu jenazah dimandikan oleh anggota keluarga dan cara memandikannya sesuai dengan tata cara ajaran Islam. Air mandi jenazah ini biasanya dicampur dengan daun pandan atau minyak wangi agar tubuh jenazah bersih dan wangi. Setelah itu, jenazah akan ditutupi dengan kain kafan sederhana yang biasanya terdiri dari tiga hingga tujuh lembar kain bersih.Â
Salat atau doa jenazah dilakukan di masjid atau di tempat duka (sebelum prosesi pemakaman) yang dipimpin oleh seorang imam dan dikelilingi jamaah lainnya. Untuk prosesi pemakaman sendiri, jenazah pastinya dibawa ke tempat pemakaman yang telah ditentukan dan jenazah akan diletakkan di dalam liang kuburan dengan posisi menghadap kiblat. Prosesi ini diakhiri dengan ucapan doa terakhir dari keluarga dan kerabat lainnya sebelum liang kuburan ditutupi dengan tanah-tanah.
Di sisi lain, persiapan dan proses pemakaman dalam masyarakat Madura cenderung melibatkan keluarga, kerabat, dan masyarakat sekitar (tetangga atau masyarakat setempat) untuk membantu dalam mempersiapkan segala kebutuhan dan saat prosesi pemakaman sendiri.Â
Dalam proses pemandian jenazah ini tidak jauh berbeda dengan tradisi masyarakat Melayu, perbedaannya terletak pada campuran air mandi yang dimana masyarakat Madura menggunakan bunga-bunga khas mereka dan minyak wangi untuk memandikan jenazah.Â
Berbeda dengan masyarakat Melayu yang didominasi oleh keluarga, tradisi Madura dalam proses memandikan jenazah bisa saja melibatkan pihak diluar keluarga atau kerabat.Â
Setelah dimandikan, jenazah akan ditutupi juga dengan kain kafan sederhana tanpa hiasan apapun yang kemudian akan dibawa menggunakan tandu menuju tempat pemakaman. Salat jenazah diadakan di tempat pemakaman yang dipimpin oleh seorang pemuka agama dan jenazah akan dikelilingi oleh mereka yang hadir dalam pemakaman itu.
Perbedaan yang dapat kita liat selanjutnya dalam Upacara Pemakaman, Meski sama-sama menganut ajaran agama Islam, terdapat perbedaan tata cara penguburan antara tradisi penguburan Melayu dan Madura. Dalam bahasa Melayu, upacara pemakaman biasanya dilakukan dengan membaca doa, membaca zikir, dan menghormati jenazah sebelum dimakamkan.Â
Di Madura, selain membaca doa dan menghormati jenazah, ada juga tradisi khusus yang disebut "Nyadran". Nyadran adalah acara di mana keluarga mendiang dan orang-orang terdekat berkumpul untuk berdoa bersama dan menyediakan hidangan khusus untuk para tamu. Tujuan dari nyadran adalah untuk mengenang dan mendoakan keberuntungan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Selanjutnya perbedaan batu nisan makam. Dalam tradisi masyarakat Melayu, batu nisan makam mereka berbentuk persegi atau persegi panjang dan memiliki puncak yang melengkung.Â
Batu nisan makam ini biasanya dihiasi dengan berbagai ukiran yang terinspirasi dari kaligrafi Arab, bunga-bunga, atau geometri. Untuk bahan pembuatan batu nisan sendiri biasanya dibuat dari batu alam seperti granit atau batu kapur yang nantinya batu ini akan dipahat untuk memperoleh hasil yang indah.Â
Di sisi lain, dalam tradisi masyarakat Madura biasanya batu nisan makam mereka berbentuk unik menyerupai rumah tradisional Madura dengan ornamen khas mereka sendiri.Â
Batu nisan makam Madura memiliki berbagai warna sehingga akan terlihat menarik. Batu nisan makam Madura juga diukir dan dipahat dengan berbagai ukiran, biasanya mereka juga akan memberikan gambar yang memiliki kaitan dengan kehidupan jenazah dan ornamen yang masih berkaitan dengan budaya tradisional masyarakat mereka.
Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam praktik pemakaman antara tradisi Islam Melayu dan Madura, ada beberapa persamaan kultural yang dapat ditemukan dalam kedua tradisi ini.Â
Baik dalam tradisi Islam Melayu maupun Madura adanya tradisi pasca pemakaman yang dimana diadakan tahlilan selama tujuh malam, keluarga dan kerabat mendiang biasanya mengadakan majlis tahlil. Majlis tahlil adalah acara pengajian yang dilakukan untuk membaca Alquran dan berdoa bersama sebagai bentuk penghormatan dan untuk mengenang roh orang yang meninggal.Â
Acara ini dapat melibatkan seorang imam atau tokoh agama yang memimpin pengajian dan memberikan nasehat agama kepada para hadirin. Selama tujuh malam tersebut, keluarga juga dapat menyediakan makanan dan minuman kepada para tamu yang hadir sebagai bentuk keramahan dan penghormatan.
Budaya dan tradisi pasca pemakaman yang sama dapat kita lihat dari tradisi ziarah Kubur. Baik dalam budaya Melayu maupun Madura, ziarah kubur merupakan praktik yang umum dilakukan setelah pemakaman.Â
Ziarah kubur dianggap sebagai tindakan spiritual untuk mengunjungi dan mengenang orang yang telah pergi, serta untuk memberikan doa, membaca surah Yasin dan penghormatan kepada mereka.Â
Tradisi ziarah kubur juga melibatkan membersihkan dan menghiasi kuburan. Keluarga dan kerabat mendiang merawat kuburan dengan membersihkan batu nisan, memperbaiki struktur, dan membersihkan area sekitarnya.Â
Mereka juga dapat menghias kuburan dengan bunga, tanaman, atau benda-benda lainnya sebagai tanda penghormatan dan keindahan. Ziarah kubur juga menjadi kesempatan bagi keluarga dan kerabat untuk berkumpul bersama. Mereka mengunjungi kuburan secara bersama-sama, saling berbagi kenangan tentang orang yang telah pergi, dan menyampaikan rasa kehilangan serta dukungan emosional satu sama lain.
Lalu apa sebenarnya makna di balik perbedaan budaya dan tradisi pemakaman ini? Perbedaan kultural pelaksanaan pemakaman antara masyarakat Islam Melayu dan Madura mencerminkan keberagaman dan kompleksitas budaya Indonesia dari beberapa wilayah secara keseluruhan. Meskipun terdapat perbedaan, hal ini dapat menjadi upaya dalam meningkatkan pemahaman lintas budaya (cross-cultural understanding) antar masyarakat luas.Â
Dalam memahami dan menghargai tradisi pemakaman Islam Melayu dan Madura, sangat penting untuk menghormati nilai-nilai agama yang mendasarinya. Oleh karena itu, ada baiknya untuk menghargai dan menghormati perbedaan ini sebagai warisan budaya yang penting untuk kita jaga dan kita lestarikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H