Mohon tunggu...
Ceracau Senja
Ceracau Senja Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang Perempuan yang ingin mencoret-coret di langit

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Blitar, Kota Pusara Para Raja

19 Juli 2014   05:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:55 3057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia terkenal sebagai Negara dengan jumlah pulau yang cukup banyak. Dengan wilayah yang cukup luas, Indonesia memiliki banyak kota-kota yang menyimpan nilai sejarah, mulai sejarah dari jaman kerajaan-kerajaan, hingga sejarah pada jaman kolonial yang tentu saja memiliki peninggalan-peninggalan yang bernilai sejarah tinggi.

Selain kota-kota dengan konsep modern yang mendominasi, banyak kota-kota yang masih menjaga kelestarian budaya-budaya tradisional yang dijalankan oleh masing-masing pemerintah daerah. Seperti DIY Yogyakarta dan Kota Solo di Jawa Tengah, dimana budaya tradisional berjalan beriringan dengan budaya modern. Selain kota-kota tersebut, tentunya banyak lagi kota-kota lain yang memiliki dan menyimpan tradisi dan banyak peninggalan sejarah, salah satunya Kota Blitar yang terletak di Propinsi Jawa Timur (kota kelahiran penulis).

Blitar merupakan kota kecil yang berada di dekat pesisir selatan Propinsi Jawa Timur, berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Berada di kaki Gunung Kelud (gunung yang sempat menjadi sengketa antara pemerintah Kab. Blitar dan Kediri). Suhu udara Kota Blitar bisa dibilang cukup sejuk, meskipun akhir-akhir ini penulis merasakan suhu yang cukup panas. Blitar memiliki sejarah yang cukup unik yang berawal pada jaman Majapahit dimana bangsa tartar pernah menguasai wilayah Blitar, yang kemudian direbut kembali oleh Majapahit dan membuat bangsa tartar mundur. Hal inilah yang menjadi awal dari nama Kota Blitar, yang berasal dari kata Balitar, bali ne wong tartar atau kembalinya bangsa tartar.

Blitar sendiri banyak dikenal orang sebagai tempat dimana makam presiden pertama RI, Soekarno berada. Namun, tak jarang, ada juga yang tak mengetahui keberadaan kota ini

Potensi wisata di Blitar sendiri cukup banyak, seperti wisata pantai, kebun teh, candi-candi peninggalan jaman kerajaan dll. Ada beberapa pantai yang menyajikan pemandangan laut yang indah di Blitar, salah satu yang cukup dikenal adalah Pantai Tambakrejo. Blitar juga memiliki 12 Candi, salah satunya adalah Candi Penataran yang cukup terkenal dan salah satu candi yang memiliki kompleks paling luas di jawa timur. Blitar memiliki banyak aura positif karena diyakini sebagai tempatnya para raja (bahkan beberapa tokoh nasional berasal dari Kota Blitar). Penulis menyebutnya sebagai tanah para raja, dimana para raja banyak disemayamkan di daerah ini. Hal ini, dapat dibuktikan dengan adanya beberapa candi yang diyakini (berdasarkan penelitian tentunya)menjadi tempat disemayamkan para raja. Salah satunya adalah Candi Simping yang terletak di Desa Sumberjati, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar. Berdasarkan dua pupuh dalam kitab Negarakertagama disebutkan Candi Simping sebagai tempat disemayamkannya raja terkemuka pendiri Majapahit, Raden Wijaya. Sayangnya, yang tersisa dari candi ini hanya alas dan kaki candi, sedangkan bagian tubuh dan atap masih berserakan di pelataran candi. Namun, candi ini masih layak untuk dikunjungi, sebagai tempat untuk tujuan pengkajian ilmu maupun hanya sekedar tempat rekreasi. Tempat yang diyakini sebagai makam tokoh jaman kerajaan lainya adalah Candi Mleri yang letaknya di Desa Bagalenan, Kecamatan Sregat, Kabupaten Blitar, berdekatan dengan situs pertapaan Dewi Kilisuci peninggalan Kerajaan Kadiri. Dalam kitab Negarakertagama disinggung tentang raja Singashari III yang bergelar Wisnuwardhana yakni Ranggawuni, yang didharmakan dalam wujud arca Sugata(Budha) di Candi Jago(jagagu) dan arca Siwa di Waleri, sebutan lain untuk Candi Mleri. Selain kedua tokoh tersebut, disebutkan juga bahwa makam Anusapati berada di Candi Sawentar, yang terletak di Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar. Candi yang diduga didirikan pada awal jaman kerajaan majapahit ini disebutkan dalam kitab Negarakertagama bernama lwa wentar. Sedangkan tokoh lain yang dimakamkan di wilayah Blitar, tentu saja Presiden Soekarno, sang roklamator dan presiden pertama kali Indonesia.

Pemilihan wilayah Blitar yang dijadikan sebagai tempat dimakamkannya para raja-raja besar tentu bukanlah suatu kebetulan. Pada jaman dahulu, pemilihan tanah untuk pendirian bangunan suci pastilah dipilih di tanah suci. Menurut pedoman pembuatan bangunan suci dalam kitab Vastusastra, tanah di bedakan menurut jenis yang ditentukan dari beberapa unsur seperti, warna, rasa, bau, tekstur, letak kemiringan dll. Penggolongan jenis-jenis tanah berdasarkan unsur fisik dapat dibedakan menjadi 4:


  1. Tanah Brahmana, warna putih mutiara, rasa manis asam, berlumpur, kemiringan ke utara, berbentuk bujur sangakar. Tanah seperti ini akan mendatangkan keberuntungan dan kebaikan.
  2. Tanah Ksatria, berwarna merah, pahit, berpasir dan berlumpur, miring ke timur. tanah ini akan mendatangkan kesuksesan.
  3. Tanah Vaisya, berwarna kuning, rasa asam, pasir berlumpur dan tingkat kemiringan ke timur, maka akan mendatangkan keberuntungan.
  4. Tanah Sudra, berwarna gelap, berbau busuk seperti kotoran, sangat berlumpur, tingkat kemiringan ke timur, akan mendapatkan kekayaan.

Berdasarkan dari penggolongan tersebut, maka bisa dikatakan blitar memiliki kualitas tanah seperti pada nomor 1 dan 2 yang memang baik untuk digunakan. Karena pada dasarnya blitar banyak memiliki kekayaan sungai dan tanah yang berpasir putih seperti mutiara. Pantaslah jika Blitar disebut sebagai BUMI LAYA IKA TANTRA ADI RAJA atau tempat pusara raja-raja besar. Hal ini merupakan kebanggan tersendiri untuk masyarakat Blitar, karena tinggal di wilayah yang cukup istimewa. Bahkan Candi Penataran (Candi Palah) yang banyak dikenal orang pun, merupakan cikal bakal dari munculnya berbagai cerita dongeng binatang (fabel) salah satunya dongeng Si Kancil dan Buaya, yang terdapat pada relief kolam di bagian belakang candi penataran. Bahkan di candi penataran terdapat relief yang menceritakan kisah-kisah teladan seperti Bubhuksah Gagang Aking yang meneceritakan tentang 2 orang pertapa bersaudara yang mencari kesempurnaan dengan cara yang berbeda. Relief ini juga dapat ditemukan di Candi Surowono Kediri dan Candi Gambar Wetan di daerah perkebunan Gambar Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar. Selain relief tersebut, dinding Candi Penataran juga di warnai dengan relief cerita epik Ramayana yang cukup terkenal. Bentuk gambar pada relief dan bentuk patung kala (raksasa) di Candi Penataran mirip dengan peninggalan bangsa suku maya, diyakini peradaban pada jaman dibangunnya candi ini berkaitan dengan peradaban pada bangsa maya.

Sumber: Wikipedia; www.purnamaserulingpenataran.com; Majalah budaya lokal “PANJI”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun