Sebagaimana diketahui, di dunia ini terdapat 4 fase revolusi industri Pertama, revolusi industri 1.0 yang mana terjadi sekitar awal abad ke-18 yang ditandai kemunculan atau penemuan sebuah mesin uap. Kedua, revolusi industri 2.0 yang terjadi sekitar awal abad 19, yang mana perubahan yang terjadi pada masa ini adalah munculnya energi listrik yang kemudian memicu para ilmuan menghasilkan inovasi-inovasi atau temuan baru seperti mesin telegraph, lampu, serta teknologi ban berjalan. Ketiga, revolusi industri 3.0 Â yang mana perubahan yang terjadi pada masa ini adalah adanya kemuculan proses otomatisasi pada sektor industri serrta semikonduktor. Terakhir, revolusi industri 4.0 yang mana perubahan paling menonjol pada masa ini adalah manusia menjadi sangat akrab dengan teknologi sebab pasa masa ini muncul berbagai kemajuan teknologi. Bahkan, pekerjaan manusia di masa ini banyak yang digantikan oleh teknologi. Revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan kemajuan teknologi digital ini memiliki dampak yang begitu "masif" terhadap kehidupan semua manusia di penjuru dunia, mulai dari bidang ekonomi, pendidikan, hukum, sosial budaya dan lain sebagainya.
Di Indonesia, hadirnya era revolusi industri 4.0 menjadi tantangan tersendiri bagi industri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). UMKM merupakan sektor yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, karena dengan adanya UMKM ini, maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat pula sehingga mengurangi jumlah pengangguran di negeri ini. Di era revolusi industri 4.0, tantangan terbesar yang dihadapi UMKM ialah kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan teknologi yang ada. Jika para pelaku UMKM dapat beradaptasi dengan kemajuan dan kecanggihan teknologi yang ada saat ini, maka masa depan UMKM di tanah air dapat membawa angin segar bagi perekonomian negeri ini. Terlebih lagi di tahun 2030, Indonesia digadang-gadang bisa masuk ke dalam jajaran negara "Top 10 Perekonomian Global".
Namun demikian, berdasarkan data yang dihimpun dari Forum CEO Asia Pasifik, saat ini jumlah UMKM di Indonesia yang menggunakan teknologi digital dalam pengoperasiannya masih terbilang minim, karena banyak UMKM di Indonesia yang cenderung masih mengandalkan pelaksanaan dengan sistem manual. Diperkirakan, hingga akhir tahun 2018, jumlah UMKM yang sudah go digital baru mencapai 5 %, sedangkan Amerika sudah mencapai 90%. Selain itu, juga masih terdapat kelemahan pada UMKM Indonesia, seperti masih terbatasnya akses pasar, pelaku usaha masih gagap teknologi, kurangnya permodalan, kendala perizinan, dan kelemahan dalam manajemen.
Lantas bagaimana solusi agar UMKM Indonesia mampu menjawab tantangan di era revolusi industri 4.0? Menurut penulis solusinya adalah Pertama, pelaku UMKM agar memanfaatkan peluang keterbukaan teknologi digital dalam promosi produk-produk yang dihasilkan. Kedua, pemerintah harus mengawal UMKM lebih cepat, seperti dengan cara 1) memberikan program pendampingan, yaitu mendorong pelaku UMKM agar selalu terlibat aktif dalam digitalisasi yang saat ini tengah melesat serta 2) mengupayakan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) UMKM supaya mampu memahami dan menguasai teknologi digital (digitalisasi). Kedua hal ini perlu dilakukan agar UMKM bisa beroperasi secara efektif dan efisien dalam proses produksi dan pemasaran produk, dan tentunya agar UMKM mampu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan berdaya saing. UMKM yang demikian diharapkan dapat mendorong laju perekonomian nasional menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi perlu diingat bahwa solusi-solusi tersebut tentu saja tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, melainkan pemerintah dapat melakukannya secara bertahap.
Oleh : Deliyana Ulan Putri
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi
Universitas PamulangÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H