Soeraja jatuh hati karena ketangguhan Jeng Yah terhadap mimpinya yang ingin menjadi peracik saus kretek terbaik. Sementara cinta Jeng Yah bertumbuh karena Soeraja berusaha membantunya mendobrak diskriminasi di pabrik kretek. Soeraja tak hanya memahami Jeng Yah dengan baik, tapi juga berperan dalam bisnis kreteknya. Namun, hubungan asmara Jeng Yah dan Soeraja terhalang oleh perbedaan status sosial.
Konflik asmara yang disuguhkan memang cukup klasik, tapi latar sosial budaya tentang perbedaan status sosial dalam pernikahan menjadi percikan daya tarik bagi serial ini. Baik di era 60-an maupun sekarang, status sosial pasangan kerap menjadi penghalang sehingga penonton dapat relate dengan kisah ini.
Konflik Politik, Latar Sejarah, dan Persaingan Bisnis
Dengan alur maju-mundur di dua periode waktu (tahun 2000-an dan era 1960-an), serial Gadis Kretek membingkai potret dua masa yang sangat berbeda. Melalui adegan kilas balik di era 60-an, penonton diajak menyaksikan konflik politik terkait PKI yang tersirat dan sangat menggambarkan keadaan di masa itu.
Latar sosial budaya di tahun 1960-an diolah dengan baik melalui visualisasi yang tepat, seperti pakaian, riasan, dan gaya bicara. Kualitas riset inilah yang membuat visual Gadis Kretek menonjol. Penelusuran Lebas dan Arum di 2000-an juga menarik karena ditampilkan melalui surat-surat dari masa lalu.
Tak hanya lapisan sejarah, serial ini juga menyajikan konflik persaingan bisnis kretek. Konflik kunci ini menguatkan alur cerita karena berdampak pada hubungan Jeng Yah dan Soeraja.
Sinematografi Memanjakan Mata dengan Chemistry yang Kuat
Nilai tambah bagi serial ini terletak pada kualitas sinematografinya yang memanjakan mata dan dibuat sesuai dengan latar waktunya. Selain itu, akting Dian Sastrowardoyo yang memerankan Jeng Yah patut diacungi jempol. Dian mampu membawa karakter Jeng Yah yang ambisius ke dalam dirinya.
Chemistry Ario Bayu (Soeraja) dan Dian juga sangat melekat dalam ingatan penonton, bahkan menambah kesan spesial dalam serial ini. Akting Arya Saloka (Lebas) dan Putri Marino (Arum) juga tak kalah mencuri atensi kala menonton kisahnya.
Gadis Kretek cocok dijadikan tontonan akhir pekan yang berkualitas karena kaya akan nilai budaya, sosial, dan sejarah Indonesia.