Mohon tunggu...
Delisa Andini
Delisa Andini Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger

Hidup bersama luka masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Money

Cukai Rokok Naik dan Dilema Petani Tembakau

11 Maret 2020   15:44 Diperbarui: 11 Maret 2020   15:47 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah menaikkan cukai rokok sebesar 23% dan harga eceran rata-rata 35% tahun 2020 ini. Tujuan pemerintah menaikkan cukai menurunkan prevalensi rokok di Indonesia.

Niatnya memang baik, tapi ternyata membawa dampak buruk. Ada petani tembakau yang terkena dampak buruknya.

Tembakau adalah bahan baku rokok. Tapi ternyata harganya tak ikut naik saat harga rokok naik. Harga tembakau justru jatuh ketika harga rokok makin meroket.

Meskipun sebagai bahan baku, kenaikan harga jual rokok justru berkebalikan bagi harga tembakau. 

Keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok ternyata langsung memukul petani tembakau. Harga tembakau jatuh karena gudang-gudang pembelian tembakau mengurangi serapan.

Ketua Asosiasi Petani Tambakau Indonesia (APTI) Soeseno, mengungkapkan sejak akhir tahun 2019, harga jual tembakau jatuh sampai kisaran rata-rata 20% (Detik.com 3/1/2020).

Gudang-gudang pembelian tembakau mengurangi serapan karena khawatir industri menurunkan produksi. Atas dasar itu harga tembakau di level petani pun anjlok. Padahal, kualitas panen tahun ini sangat bagus.

Turunnya harga sekitar 20% itu langsung terjadi begitu pengumuman resmi kenaikan cukai disampaikan oleh pemerintah.  

Petani terpaksa melepas dengan harga lebih rendah dari yang diharapkan lantaran tak ada pilihan.

Dikutip dari Tirto.id (17/9/2019), dalam mata rantai produksi tembakau, gudang-gudang pengepul berperan sebagai perantara dengan mengambil untung dari selisih harga di tingkat petani dan industri.

Para pengepul yang sebelum kenaikan cukai bisa menyerap 2 ton tembakau, membatasi pembelian sampai 500 kilogram.

Kondisi ini memukul petani. Menanam tembakau di Indonesia bukan perkara mudah. Selain biaya penanaman tinggi, petani masih harus berspekulasi terhadap perubahan iklim dan anomali cuaca.

Meski demikian, petani tembakau enggan beralih menanam tanaman lain. Alasannya, tembakau masih menguntungkan.

Hasil terbaik yang baru saja mereka rasakan adalah tahun 2018. Misalnya, hasil panen tembakau dari tiap hektar lahan bisa mencapai Rp54 juta, dengan modal untuk pembibitan Rp27 juta. Artinya keuntungan bisa 100 persen.

Itu 2018. Hasil panen bagus saat tidak ada kenaikan cukai. Tapi situasi tak menentu setelah pemerintah menaikkan cukai 23%.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun