Mohon tunggu...
Delisa PramitaPutri
Delisa PramitaPutri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Tautau udah semester 7

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karakter Spongebob sebagai Kritik Keras Budaya Masak Restoran Cepat Saji

30 Juni 2021   23:22 Diperbarui: 30 Juni 2021   23:46 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: seputartangsel.pikiran-rakyat.com

"Memasak seharusnya dilakukan dengan cinta!"- Spongebob Squarepants.

Barangkali banyak pihak tak menyadari, bahwa episode dari setiap kartun Spongebob mengadung banyak makna yang filosofis. Misalnya saja, pada episode "Krabby Patty Beku". 

Dalam tayangan tersebut, diceritakan Tuan Crabs yang merupakan seorang tokoh dengan ideology kapitalis memutuskan bekerja sama dengan para pemodal lain, untuk memproduksi massal krabby patty instan dengan cara dibekukan. 

Krasty Crabs yang awalnya tempat makan bagi para pekerja dan masyarakat kelas bawah di Bikini Bottom, harus beralih fungsi menjadi sebuah museum dan pabrik produksi krabby patty beku. Melalui iklan, kawanan pemodal ini mengekonstruksi makna bahwa sesuatu yang instan sudah pasti modern. 

Sebagai koki yang mencintai pekerjaanya, Spongebob harus kehilangan pekerjaan karena kemampuan memasaknya digantikan oleh mesin demi sebuah efisiensi. Ditengah film diketahui bahwa krabby patty beku terbuat dari bahan berbahaya dan menyebabkan pembengkakan bokong, namun sejalan dengan imajinasi yang diciptakan dalam film ini, penyakit tersebut dapat hilang setelah mengonsumsi krabby patty Spongebob yang dibuat dengan cinta.

Bila diamati dalam kacamata kritis, episode ini sesungguhnya mengandung kritik sosial yang tajam kepada berbagai restoran cepat saji, yang tumbuh dan berkembang begitu massif hari ini. Konsep cepat saji yang diusung oleh berbagai restoran fast food lebih memperhatikan kuantitas produk dan efisiensi pembuatan dibandingan dengan kualitas rasa dari produknya. 

Karakter Spongebob yang digambarkan selalu mengedepankan cara memasak dengan cinta mungkin dapat menjadi kritik telak bagi budaya masak yang dibangun di restoran cepat saji. Perhatikan saja bagaimana tempat produksi makanan atau dapur pada restoran cepat saji yang dibuat tidak terlalu besar. 

Dimana  tempat pengolahan menu yang berbeda antara satu dan lainnya hanya dipisahkan oleh sekat-sekat, yang diatur sedemikian rupa untuk efisiensi ruang gerak para kokinya. Selain itu, mereka tidak perlu berasal dari kalangan yang jelas memiliki keahlian dan kecintaan dalam memasak. 

Di dapur restoran cepat saji, semua orang dapat menjadi koki karena segala resep yang ada di dalam daftar menunya, sudah diukur dan terukur oleh perusahaan. 

Mereka hanya tinggal menjalankan resep sesuai metode yang diterapkan dan tetapkan oleh perusahan tanpa harus mengetahui komposisi, takaran dan kandungan gizi dari makanan yang dibuatnya hampir setiap saat. 

Budaya masak yang begitu kaku ini, disebabkan karena para pekerja yang berada di ruang produksi hanya dianggap sebagai bagian dari alat untuk mengakumulasi keuntungan saja.

 Maka jangan heran, bila banyak mantan koki yang sebelumnya telah bekerja bertahun-tahun di restoran cepat saji, namun selama hidupnya dia tidak pernah tahu dengan pasti bagaimana resep makanan yang dibuatnya selama bertahun-tahun.

Sosiolog kenamaan Amerika, George Ritzer pernah mengkritik habis-habisan restoran cepat saji di dalam bukunya yang berjudul McDonalization of Society. 

Baginya, restoran cepat saji merupakan anak kandung dari modernitas yang merepresentasikan kultur dari kehidupan modern, yang sangat memuja efektifitas dan efisensi yang berlebihan. 

Pendewaan akan efisiensi dan efektivitas telah mengobrak-abrik nilai adiluhung dalam budaya memasak, yaitu memasak dengan rasa cinta dalam setiap olahan makanan. 

Pendegradasian nilai itulah yang pada akhirnya membuat budaya masak di lingkungan restoran cepat saji hanya sebatas menjadi pemenuh kebutuhan biologis tanpa menghiraukan kandungan gizi bagi para konsumennya. Hal ini yang telah dikritik oleh banyak pihak mengenai produk dari restoran fast food yang ternyata berbahaya dan berefek domino terhadap gangguan kesehatan masyarakat. 

Banyak makanan cepat saji kaya kalori karena mengandung banyak mayones, keju, garam, daging goreng, dan minyak, sehingga mengandung kandungan lemak jahat yang tinggi. Konsumsi lemak yang berlebihan tentu akan mengakibatkan pola makan yang tidak seimbang. 

Protein dan vitamin umumnya direkomendasikan untuk konsumsi harian daripada karbohidrat atau lemak dalam jumlah besar. Karena kandungan lemaknya, makanan cepat saji berimplikasi pada kesehatan yang buruk dan berbagai masalah kesehatan yang serius seperti obesitas, jantung dan diabetes. 

Pengejaran konsep akumulasi modal dan efisiensi juga bukan keseimbangan ekosistem lingkungan. Restoran fastfood merupakan pihak yang menerapkan cara makan melalui peralatan sekali pakai sebagai model bisnis mereka. Hal ini tentu akan berakibat pada penambahan volume sampah kemasan makanan sekali pakai di alam. 

Selain itu kebutuhan protein hewani yang tinggi untuk aneka olahan makanan fastfood membuat peternakan tidak mempedulikan kesejahtraan hewan, salah satunya dapat terlihat saat ini, dari bagaimana maraknya fenomena peternakan ayam dengan kandang bater. 

Dalam penjara semacam itu, ayam hanya dipaksa untuk bertambah besar dan menghasilkan telur saja setiap harinya. Jenis penyiksaan ini membuat ayam seringkali menjadi stress bahkan tak jarang berakhir dengan membunuh dirinya sendiri.

Terlepas dari argumentasi pembaca yang akan mengatakan bahwa Kartun Spongebob merupakan bagian dari media yang mempromosikan makan fastfood, penulis hanya ingin menekankan bahwa kehidupan modern yang memuakkan dalam fenomena ini berawal dari pendewaan akan konsep efektivitas dan efisiensi berlebihan yang kian hari kian banyak dianut oleh restoran cepat saji. 

Pendewaan efisiensi dan efektifitas, serta tujuan akumulasi modal inilah yang perlahan-lahan telah menghilangkan nilai-nilai budaya adiluhung pada budaya memasak dan berefek domino bukan hanya pada ekploitasi dan alienasi terhadap para pekerjanya, namun juga berdapak besar terhadap kesehatan konsumen serta keseimbangan ekosistem alam.

Agaknya karakter Spongebob yang digambarkan sebagai tokoh berideologi sosialis-alturis ini dapat dijadikan idola juga teladan baru bagi para koki di restoran fastfood sebagai bentuk pembangkanagan terhadap model bisnis makanan modern. Spons kuning itu telah menunjukkan pemikiran yang sejalan dengan tokoh sosiologi kebudayaan yaitu Raymond Williams, bahwasannya culture is ordinary, yang mencakup semua kegiatan dalam hidup. Mulai dari hal remeh-temeh, dimana semua orang bisa melakukannya, hingga hal paling sulit yang hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu. 

Begitu juga dalam kegiatan masak-memasak, semua orang boleh jadi bisa memasak tetapi tidak semua orang memiliki kecintaan terhadap dunia memasak. Hanya mereka yang mencintai dunia memasak yang dapat memaknai bahwa memasak adalah suatu kebudayaan universal dan mengandung nilai-nilai hidup yang adiluhung. Agaknya setelah membaca tulisan ini kita semua akan mulai setuju dengan perkataan yang selalu dikatakan berulangkali oleh Spongebob dalam setiap episodenya bahwa "sudah seharusnya memasak dilakukan dengan penuh cinta!

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Wahyu N. (2018). "Spongebob dan dehumanisasi cara makan". Diakses dari www.Shangla-institute.org.   

Ritzer, George. (2014). "McDonaldisasi Masyarakat". Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Setyoko, T, Ikma Citra Ranteallo, Wahyu Budi Nugroho. (2018). "McDonaldisasi dan Dehumanisasi Pegawai Restoran Cepat Saji di Bali". Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana

Storey, John. 2009. "Cultural Theory and Popular Culture : An Introduction(5th Edition)". Inggris: Pearson Longman.

https://id.wikiqube.net/wiki/Criticism_of_fast_food

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun