Mohon tunggu...
Delisa PramitaPutri
Delisa PramitaPutri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Tautau udah semester 7

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tampilan Pemuda di Era Pandemi Covid-19

10 November 2020   23:09 Diperbarui: 10 November 2020   23:22 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: saintif.com

Pandemi telah menunjukkan kepada kita, ia mampu mengacaubalaukan sistem sosial kehidupan manusia. Manusia dipaksa untuk beradaptasi atau kemungkinan yang sedang terjadi saat ini adalah dipaksa untuk hidup berdampingan dengan virus Covid-19 ini. 

Dilansir dari situs Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air per tanggal 10 November sudah mencapai angka 444.348 kasus dengan angka kematian 14.761 orang. Kian hari kian bertambah saja jumlah pasien yang terinfeksi seiring dengan meluasnya penularan dan penyebaran virus Covid-19 ini.

Kasus pertama berasal dari Jakarta sebagai pusat penyebaran hingga meluas ke 34 provinsi di Indonesia. Karena hal ini sulit untuk dihindari secara total, maka perlunya pemerintah menerapkan kebijakan salah satunya yakni new normal atau kebiasaan baru. Tugas pemerintah disini adalah mendidik, melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup dalam kenormalan baru (new normal) dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.

Salah satu kenalan saya, seorang relawan yang berkesempatan mengunjungi pemakaman untuk jenazah pasien Covid-19 pada Oktober lalu yang dimakamkan di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur menceritakan dimana dalam sehari ia melihat mobil ambulan berlalu lalang bisa lebih dari 20 kali untuk mengantarkan jenazah. 

Pemandangan ini seharusnya cukup untuk menyadarkan kita semua bahwa ancaman Covid-19 adalah nyata. Namun ini tidak seperti yang kita harapkan. Menurut penulis, kepatuhan menjalankan protokol kesehatan masih terbilang rendah. Masih banyak orang-orang yang 'ngeyel' terhadap himbauan dari pemerintah, termasuk kaum muda yang beraktivitas di luar rumah dalam artian hanya untuk nongkrong di kafe bersama teman-temannya.

Terlepas dari hal tersebut, kita menyadari bahwa memang masih banyak sektor pekerjaan yang mengharuskan untuk melakukan kegiatan di luar rumah. Dikutip dari blog pribadi Teddy Triadi Mahasiswa Sosiologi UNJ, menyebutkan masyarakat kita yang khususnya memiliki pekerjaan informal yang penghasilannya didapat dari sehari-hari menjadi sangat rentan akibat pandemi Covid-19. 

Walaupun pemerintah sudah mengantisipasi hal ini dengan adanya bantuan berupa uang tunai, sembako dan lainnya diperuntukkan bagi mereka kelompok rentan. Namun bantuan ini dinilai tidak terdistribusi secara merata akibat kurang akuratnya data yang ada mengenai siapa yang lebih berhak mendapatkan bantuan tersebut.

Mengetahui hal ini, rasanya tidak cukup jika hanya pemerintah saja yang berperan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 dan memberikan bantuan kepada masyarakat rentan yang dinilai kurang efektif. Diperlukan partisipasi dan kerjasama dari seluruh lapisan masyarakat, pemuda salah satunya. 

Istilah pemuda jika merujuk pada UU No. 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan Pasal 1 ayat 1 yakni warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun.  Pemuda menduduki peranan penting dalam masyarakat untuk keberlangsungan masa depan bangsa. Maka disinilah peran pemuda yang memiliki energi, yang memiliki kesan optimis dan tak luput dari sifat ambisi diharapkan dapat menjadi penggerak guna membantu pemerintah memutus penyebaran virus Covid-19 dan membantu mereka kelompok rentan.

Namun disisi lain, pemuda juga memiliki sisi rentan terhadap resiko yang ditimbulkan adanya pandemi Covid-19 ini. Masalah pengangguran misalnya, sebelum dilanda pandemi Covid-19 tingkat pengangguran di Indonesia didominasi oleh kaum muda. Dan hal ini semakin diperparah ketika kelompok muda berisiko kehilangan pekerjaan akibat PHK (Pemutusan Hubungan Pekerjaan) baru-baru ini. 

Menurut ILO (2018) dikutip dari Buletin 'Adalah, mencatat terdapat 77 persen anak muda bekerja di sektor informal secara global. Belum lagi tingkat pengangguran yang terdidik, dimana hal ini terjadi karena mismatch yakni tidak sesuainya skill yang ada dengan tenaga kerja yang dibutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun