Mohon tunggu...
Dede Yusuf
Dede Yusuf Mohon Tunggu... Peneliti Area Poltracking Indonesia & Penulis Lepas -

Pribadi yang energik, dan penggiat riset. Personal yang percaya bahwa keberhasilan adalah fungsi kesempatan bertemu dengan kemampuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

(Nilai Tersendiri) Pilgub DKI Jakarta Kenapa Prestise?

29 Januari 2016   09:13 Diperbarui: 29 Januari 2016   11:24 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Ditengah geliat politik yang sedang hangat-hangatnya, DKI Jakarta akan kembali diramaikan dengan bursa pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur untuk periode 2017-2022. Kedudukan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta memang merupakan Jabatan Kepada Daerah paling prestisius seantero nusantara. Karena selain merupakan Sentral pemerintahan, DKI Jakarta juga merupakan Kota dengan perputaran uang terbesar. Juga posisi strategisnya sebagai Ibu Kota Negara.

Di sisi lain DKI Jakarta juga merupakan “Kota kunci” apabila masuk dalam pembahasan back up kebijakan Pemerintah Pusat. Tidak heran jika banyak politisi daerah yang jug ikut berlomba-lomba menuju kursi DKI 1. Namun tahukah anda ada beberapa hal lain yang juga menjadi hiden agenda perebutan posisi Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut ?

Pertama, jika dipandang dari segi gaji dan tunjangan yang di terima Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, mungkin bias dikatan adalah ayng teritinggi. Berdasarkan PP No. 59 Tahun 2000 tentang Hak keuangan/administrasi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Bekas Kepala Daerah/Bekas Wakil Kepala Daerah serta Janda/Dudanya ditetapkan gaji seorang Gubernur adalah sebesar Rp. 3.000.000 / bulan, dan untuk wakil Gubernur adalah sebear Rp. 2.400.000.

Akan tetapi, selain mendapatkan gaji tersebut, pasangan Kepala Daerah juga mendapatkan tunjangan jabatan yang di atur dalam Kep. Pres No. 168 Tahun 2000 tentang tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu dimana Gubernur berhak mendapatkan tunjangan sebesar Rp.5.400.000 . bulan dan untuk Wakil Gubernur berhak mendapatkan tunjangan sebesar Rp. 4.320.000 / bulan. Sehingga jika jumlah ini di kalkulasi total pendapatan dari gaji pokok dan tunjangan pasangan Kepala Daerah masing-masing adalah Rp. 8.400.000 / bulan untuk Gubernur dan Rp. 6.720.000 / bulan untuk wakil Gubernur.

Nah khusus untuk DKI Jakarta, pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur setidaknya mendapatkan tunjangan operasional sebesar Rp. 1.4 miliar / bulan dengan rincian Gubernur berhak sebesar Rp. 743.000.000 / bulan dan Wakil Gubernur berhak atas Rp. 741.720.000 / bulan.  (FITRA, 2012).

Kedua, posisi pasangan Kepala Daerah DKI Jakarta adalah sentral kunci dalam peta politik nasional. D.N Aidit pernah mengatakan bahwa “kunci penguasaan Indonesia adalah Tanah Jawa, siapa yang bisa kuasai Tanah Jawa, maka akan kuasai Indonesia”, dan DKI Jakarta adalah kunci untuk kuasai Tanah Jawa, maka siapa yang “menguasai” DKI Jakarta, akan kuasai Tanah Jawa.  Maka tidak mengherankan bahwa mereka yang pernah “mencicipi” posisi sebagai Gubernur ataupun Wakil Gubernur DKI Jakarta akan meroket namanya dalam peta politik nasional.

Ketiga, posisi Kepala Daerah DKI Jakarta juga merupakan kunci dan strategis dalam pengamanan pemerintahan yang sedang berjalan sekarang. Secara kasustik, sinergifitas antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah DKI Jakarta adalah yang paling urgent.  Karena posisinya sebagai Ibu Kota Negara sehingga memiliki hak khusus dalam sifat dan kedudukannya seabgai daerah otonom yang berperan penting terhadap penyelenggaraan pemerintahan NKRI jika kita berkaca pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perebutan kedudukan sebagai Gubernur dan Wkail Gubernur DKI Jakarta ternyata memang menggiurkan, khususnya terdapat point plus bagi Partai Pemenang Pemilu Presiden-wakil presiden 2014 lalu jika kembali mampu memenangkan pertarungan di Ibu Kota. Akan tetapi bukan Ibu Kota Negara namanya jika tidak senantiasa berhadapan dengan masalah Urbanisasi, Keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khsus dan masalah social masyarakat lainnya melebihi daerah lainnya. Hal ini tentu menjadi PR bagi siapa saja yang tergiur mendapat take home pay ± Rp. 700 juta / bulannya, berikut dengan “keistimewaan” dan “kekhususan” servie Sang Ibu Kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun