Mohon tunggu...
DELINA DAVINA PUTRI
DELINA DAVINA PUTRI Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Bimbingan dan Konseling

Saya suka membaca buku dan mencoba hal-hal baru yang positif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Anxiety Disorder: Gangguan Kesehatan Mental yang Beresiko Buruk pada Kehidupan Sehari-hari

3 November 2023   00:07 Diperbarui: 3 November 2023   00:25 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perkembangannya secara biologis maupun psikologis, manusia berkembang melewati beberapa fase, salah satunya adalah fase menuju dewasa yang merupakan fase ketika individu mulai mencari jati diri dan mulai mencari fungsi dirinya bagi sekitar maupun untuk pribadinya. 

Fase permulaan kedewasaan manusia ini secara otomatis akan membawa manusia berpikir tentang masa depan sehingga ketika manusia kurang puas dengan apa yang dicapainya akan mempengaruhi pikiran alam bawah sadarnya untuk menjadi gelisah dan khawatir dengan pencapaiannya di masa depan. Masa peralihan dari remaja kedewasa umumnya seseorang sedang dalam tahap akademis menjadi mahasiswa yakni sekitar 18-25 tahun. Dalam perkembangannya rata-rata 10-20% remaja didunia mengalami paling sedikit satu masalah mental seperti depresi atau anxiety disorder (Oktamarin., dkk, 2022).

Berdasarkan statistik kemenkes tahun 2020 (dalam Salsabila, 2023) tercatat sekitar 18.373 individu yang mengalami anxiety disorder, lebih dari 23.000 orang mengalami depresi, dan sekitar 1.193 orang mencoba bunuh diri. Anxiety disorder merupakan salah satu jenis masalah mental dengan karakteristik merasakan ketakutan dan kekhawatiran secara berlebihan. Kecemasan dan ketakutan ini terus-menerus muncul yang disertai dengan gejala seperti jantung berdebar, keringat berlebih, serta perasaan tidak nyaman di dada (Oktamarin., dkk, 2022). Anxiety pada umumnya dapat terjadi pada setiap individu dari berbagai kalangan dan segala usia yang bisa dirasakan setiap hari dan menetap lebih dari 6 bulan.

Maramis (dalam Salsabila, 2023), anxiety atau kecemasan didefinisikan sebagai bentuk perasaan tidak nyaman atau khawatir yang normal dalam berbagai kondisi, tetapi dapat menjadi abnormal apabila berlebihan. Anxiety merupakan suatu keadaan yang berlebihan juga perasaan khawatir yang timbul akibat adanya respon terhadap kondisi konflik atau mengalami stress. Situasi ini dapat muncul ketika seorang individu mengalami perubahan kondisi dalam kehidupannya.

Bastaman (Salsabila, 2023) mengemukakan dalam bukunya yang berjudul Integrasi Psikologi Dengan Islam; Menuju Psikologi Islam, bahwa anxiety atau kecemasan adalah bentuk ketakutan terhadap situasi yang belum terjadi atau mungkin tidak akan terjadi. Perasaan cemas muncul saat seseorang merasa dirinya terancam atau dalam kondisi yang merugikan dan merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapinya. Kecemasan adalah bentuk ketakutan yang timbul dari pikiran sendiri dan dapat dikenali dengan munculnya perasaan gelisah dan kekhawatiran yang berkelanjutan terhadap sesuatu.

Menurut (Halter, 2014) (dalam Salsabila, 2023) mengklasifikasikan bahwa anxiety disorder memiliki beberapa tingkatan diantaranya adalah Mild Anxiety Disorder, Moderate Anxiety Disorder, dan Panic Disorder. Mild anxiety disorder atau gangguan kecemasan tingkat ringan berhubungan dengan perasaan cemas yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, pada tahap ini seseorang dapat termotivasi untuk belajar sesuatu hal, menjadi lebih kreatif dan memiliki kemampuan dalam penyelesaian masalah yang efektif.

Seseorang dengan Moderate Anxiety Disorder atau gangguan kecemasan sedang berfokus hanya kepada satu hal tertentu yang penting baginya dan tidak memperdulikan hal yang lain. Panic disorder merupakan suatu kejadian yang dialami seseorang  dengan ditandai perasaan cemas akut, kehilangan kendali atas dirinya, berhalusinasi dan delusi.

Menurut (Santrock, 2007) (dalam Puspitasari & Wati, 2018), mengungkapkan bahwa beberapa kecemasan dapat terjadi tanpa adanya pengalaman negatif sebelumnya. Menurut penelitian (Tamisa, 2016) (dalam Puspitasari & Wati, 2018), menunjukkan bahwa perlakuan kurang menyenangkan dan kurangnya kasih sayang orang tua terhadap anak dapat menyebabkan munculnya kecemasan. Orangtua yang sering memberikan tekanan pada anak memunculkan perasaan takut sehingga seorang anak akan mengalami stres yang berlebihan. Selain itu, faktor genetis juga dapat berpengaruh terhadap munculnya kecemasan dalam diri individu seperti seorang ibu yang cemas ketika hamil akan menurunkan gennya kepada anak.

 Menurut Febriyana (2022),  mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya Anxiety Disorder yaitu faktor sosial (lingkungan), faktor biologi (genetik atau bawaan) dan faktor psikologi (kepribadian dan pola asuh). Dampak yang terjadi dalam seorang individu yang mengalami gangguan kecemasan yaitu mencakup ketegangan motorik (tidak dapat duduk dengan tenang, tidak dapat bersantai, bergetar), hiperaktif (pusing, jantung yang berdetak cepat dan juga berkeringat), dan takut pada harapan yang mendalam. Kecemasan ini tidak dapat dikendalikan sehingga dapat mengganggu aktivitas individu tersebut (Fauziah., dkk, 2023; Oktamarin., dkk, 2022).

Menurut (Indonesia, 2014) (dalam Maba, 2017) menyatakan bahwa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kecemasan melalui pemberian layanan bimbingan dan konseling yang merupakan upaya sistematis, objektif, logis dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik atau konseli untuk mencapai kemandirian. Dalam bimbingan dan konseling membahas tentang bagaimana cara membangun mental yang sehat sehingga masalah kecemasan dapat teratasi dengan baik. Bimbingan dan konseling berperan sebagai perantara untuk memberikan solusi atau arahan yang baik terhadap individu yang mengalami masalah kecemasan atau anxiety disorder.

Studi kasus terkait masalah anxiety disorder yang dialami oleh salah satu remaja yang dilakukan dengan menggunakan metode wawancara dan observasi yaitu ada seorang remaja berumur 20 tahun yang mengidap anxiety disorder. Remaja tersebut mengalami trauma yang diduga akibat melihat jenazah yang baru pertama kali lihat. Hal itu terjadi pada ibu remaja tersebut, juga tidak pernah melihat jenazah sama sekali karena ada beberapa larangan. Sehingga dari ketakutan remaja tersebut ketika melihat jenazah, yang awalnya hanya takut melihat bentuk mayatnya, semakin lama kecemasan itu semakin parah yang membuat remaja tersebut takut akan menghadapi kematian. Jadi, faktor genetik sangat berpengaruh terhadap munculnya masalah anxiety disorder pada keturunannya. (Febriyana, 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun