Makanan bukan sekadar objek untuk memenuhi kebutuhan primer. Hidangan yang disajikan sesungguhnya merupakan refleksi sendi-sendi kehidupan yang klenik dan pelik. Oleh sebab itu, kuliner Yogyakarta yang berada pada peringkat dua dengan keberagaman rempah di Indonesia memiliki nilai sejarah panjang.
Setidaknya ada 135 rempah yang digunakan di Indonesia. Aceh berada para peringkat terbanyak dengan menggunakan 129 rempah dan disusul Yogyakarta dengan 119 rempah. Budaya rempah-rempah ini membuat khazanah kuliner Yogyakarta menjadi kaya. Dalam hal ini tidak sebatas pada kenikmatan rasa karena preferensi setiap orang tentu berbeda.
Penggunaan bawang putih, bawang merah, lengkuas, salam, dan gula sebagai bumbu terpenting dari kuliner Yogyakarta menghasilkan hidangan yang khas. Manis dan legit dipadukan dengan cita rasa gurih.
Rasa autentik tersebut dapat terjaga karena para anggota keluarga masih memelihara warisan leluhurnya. Praktik semacam ini juga dicontohkan oleh keraton sendiri. Pada saat memperingati hari lahir atau wafat, keluarga kerajaan akan menyelenggarakan doa sekaligus menghidangkan makanan kesukaan para raja. Sebagai contoh adalah makanan favorit Sri Sultan HB VII yang berupa dendeng age. Daging berkualitas prima tersebut dicincang bersama banyak rempah, seperti ketumbar, kemiri, bawang merah, bawang putih, hingga sereh. Selanjutnya, ditata di atas jepitan bambu dan diguyur dengan santan kental.
Rempah-rempah tidak hanya digunakan sebagai penyedap masakan. Banyak minuman khas Yogyakarta yang mengunakan rempah-rempah sebagai bahan baku utama. Misalnya jamu dan bir Jawa. Keluarga Kerajaan bahkan memiliki wadah rempah khusus yang disebut bothekan. Ini merupakan lemari yang berisi puluhan rempah untuk keperluan sehari-hari. Praktik semacam ini juga banyak dicontoh oleh masyarakat umum.
Pembuatan makanan dan minuman semacam ini sesungguhnya menjadi unik karena banyak rempah yang digunakan bukan berasal dari Pulau Jawa. Banyak di antaranya justru berasal dari Timur. Penggunaan rempah ini jadi bersifat multidisipliner. Perkara sejarah, geografi, sosial, dan budaya menyelinap secara halus di dalam hidangan. Hal yang patut disayangkan adalah tak banyak catatan mengenai tradisi rempah dalam kuliner Yogyakarta. Penjelasan mengenai resep masakan dan bumbu-bumbu yang digunakan tidak ditemukan dan hanya berupa data sampingan.
Notabene: esai ini digunakan sebagai bahan seleksi acara Dialog dan Jelajah Sejarah 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H