Malang, Jawa Timur - Pada Tanggal 23 September sampai 20 Desember 2024, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang melaksanakan Magang Mandiri yang diselenggarakan oleh Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Magang mandiri sendiri merupakan program yang memungkinkan mahasiswa untuk secara aktif mencari dan menentukan tempat magang sesuai dengan preferensi mereka. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa untuk memilih institusi yang relevan dengan bidang hukum yang diminati, seperti hukum pidana, hukum perdata, hukum bisnis, atau hukum internasional.
Dalam program ini, para mahasiswa memilih Kejaksaan Negeri Kota Malang sebagai tempat Para Mahasiswa magang kurang lebih 3 bulan. Selama Magang berlangsung Para Mahasiswa di dampingi oleh Dosen Pembimbing Magang dan Dosen Pembimbing Lapangan, yaitu, Ibu Nur Putri Hidayah, A.Md., S.H., M.H (DPM) dan Bapak Iqbal Firdaozi, S.H., M.H., CSSL. (DPL). Magang Mandiri ini beranggotakan 5 orang dalam satu kelompok, diantaranya yaitu Rosita Ferdiana, Rosita Amanda, Reihana Nilam Wulandari, Marsyanda Sheila Saukia, Yolanda Fajar Kurniasari.
Dalam pelaksanaannya Magang Mandiri ini memiliki target magang yang harus dicapai oleh Kelompok Magang yang diberikan oleh Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, ada pula beberapa kegiatan yang tidak tercantum kedalam targetan yang diberikan, salah satunya adalah Restorative Justice. Para Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang sedang melaksanakan Magang di Kejaksaan Negeri Kota Malang mendapatkan pengalaman berharga melalui program magang yang melibatkan Para Mahasiswa Magang dalam praktik restorative justice. Program ini merupakan salah satu langkah untuk mendukung pembelajaran berbasis pengalaman sekaligus memperkenalkan mahasiswa pada konsep keadilan yang berfokus pada pemulihan.
Restorative justice merupakan pendekatan alternatif dalam penyelesaian perkara hukum yang berfokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan yang lebih humanis dengan memprioritaskan dialog dan penyelesaian damai dibandingkan dengan hukuman semata. Dalam praktiknya, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang yang mengikuti magang di Kejaksaan Negeri Kota Malang ini diberikan kesempatan untuk mendampingi proses mediasi antara pihak-pihak yang terlibat. Mereka juga berkontribusi dalam mendokumentasikan proses Restorative Justice tersebut. Keterlibatan Kelompok Magang dalam proses Restorative Justice tersebut memberikan pandangan baru tentang cara penyelesaian kasus hukum, Para Mahasiswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga melihat bagaimana hukum dapat menjadi sarana untuk memulihkan hubungan dan menciptakan harmoni di Masyarakat.
Dasar hukum yang digunakan kejaksaan dalam melaksanakan keadilan restoratif antara lain Pasal 139 KUHAP dimana penuntut umum dapat menentukan apakah berkas perkara yang diserahkan penyidik sudah memenuhi syarat untuk dapat dilimpahkan ke pengadilan.
Undang-Undang No.11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI juga mengatur jaksa untuk bertindak berdasarkan hukum dan hati nurani dengan mengindahkan norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan serta wajib menggali dan menjunjung tingggi nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat. Serta menjaga kehormatan dan martabat profesinya. Pasal 30C huruf d UU Kejaksaan juga mengatur tugas dan wewenang kejaksaan antara lain melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan pidana pengganti serta restitusi.
Terdapat 9 alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative:
1. telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
2. Tersangka belum pernah dihukum.
3. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
4. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
5. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
6. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
7. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
8. Pertimbangan sosiaologis.
9. Masyarakat merespons positif.
Restorative justice adalah solusi inovatif dalam sistem hukum yang mengutamakan pemulihan daripada penghukuman. Dengan pendekatan ini, keadilan dapat diwujudkan secara lebih humanis, memberikan dampak positif tidak hanya bagi pelaku dan korban, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Implementasi yang konsisten dan dukungan berbagai pihak akan memastikan keberhasilan pendekatan ini dalam menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan inklusif.
Meskipun restorative justice menawarkan banyak manfaat, pendekatan ini juga menghadapi tantangan, seperti kurangnya pemahaman dari masyarakat, keterbatasan mediator profesional, dan ketidakcocokan pendekatan ini untuk kasus-kasus berat. Oleh karena itu, perlu dukungan dari pemerintah, lembaga hukum, dan masyarakat untuk memperluas penerapan restorative justice.