Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sharjah, Kota Terbesar Ketiga Uni Emirates Arab

16 November 2023   15:47 Diperbarui: 16 November 2023   15:48 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama kotanya Sharjah. Ada yang menyebut bahwa asal katanya adalah syarqiyun atau Timur. Karena Kota ini berada di ujung paling Timur negara United Arab Emirates (UAE). Berhadapan langsung dengan teluk Arab. Atau teluk Persia kalau menurut orang Iran. Karena Teluk itulah yang menjadi pembatas antara Iran dengan negara-negara Arab di Semenanjung Arabia.

Ada juga yang mengatakan bila Sharjah diambil dari kata Syuruq yang berarti Matahari terbit. Karena Sharjah terlihat laksana tempat Matahari terbit. Sharjah kebalikan Maroko yang disebut Maghribi atau Barat. Selain terletak di Barat, Maroko yang berhadapan langsung dengan Samudra Atlantik terlihat seperti tempat Matahari terbenam.

Entah kenapa huruf "Qaf" dalam syarqiyun dan syuruq menjadi "Jim" dalam Sharjah. Bahkan bila kita baca huruf Arab yang tertulis di Bandara, namanya adalah Assyarqa. Sepertinya mungkin karena orang UAE sama seperti orang Saudi. Kesulitan mengucapkan huruf "Qaf."

Hanya saja orang UAE mengubahnya menjadi "Jim." Sementara orang Saudi mengubahnya menjadi "Gha." Karena itu meski di peta Saudi disebutkan nama Provinsi Qassim, namun mereka menyebutnya dengan Ghasim. Atau menyebut pekerjaan laki-laki Indonesia sebagai "Sawwag" supir. Sementara menurut Kamus, bahasa Arab supir adalah "Saiq" atau "Sawwaq"

Sharjah adalah Kota terbesar ketiga UAE setelah Dubai dan Abu Dhabi. Mungkin karena itu juga Sharjah kurang popular dibanding dua kota utama UAE itu. Meski Sharjah juga tidak kalah menarik dibanding kedua kota UAE itu.

Perbandingan popularitas Sharjah dengan Dubai dan Abu Dhabi mungkin bisa lihat pada home ground maskapai penerbangannya. Dubai adalah home ground salah satu maskapai penerbangan terkemuka dunia, Emirates. Logo Emirates sering muncul di berbagai kostum klub-klub Sepakbola Eropa. Bahkan menjadi nama trophy FA Cup di Inggris.

Tidak berbeda dengan Abu Dhabi yang dikenal sebagai home ground Ettihad. Logo dan nama Ettihad bukan hanya menempel di kaos klub Manchester City, tapi juga menjadi nama resmi stadionnya. Manchester City adalah raksasa baru Liga Inggris dan Eropa sejak kepemilikannya diambil alih pemilik Ettihad.

Sementara Sharjah hanyalah home ground bagi Air Arabia.

Maskapai yang tidak cukup dikenal di dunia Interanasional. Low-Budget Airline dengan frekuensi serta jumlah tujuan kota penerbangan dibawah Emirates dan Ettihad. Meski sangat penting dalam menghubungkan UAE dengan beberapa kota dunia.

Bahkan menurut Skytrax, Air Arabia tidak termasuk dalam 20 besar The Best Low-Cost Airlines in The World 2023. Kalah oleh tetangganya Flynas dari Saudi dan flyDubai. Adapun pemuncaknya masih Air Asia. Air Arabia hanya masuk ranking ke-3 The Best Low-Cost Airlines in the Middle East 2023. Dibawah Flynas dan flyDubai.

Namun kali ini kita tidak sedang berbicara tentang Air Arabia nya Sharjah. Ada hal menarik tentang Sharjah yang tidak begitu popular ini. Terutama bila membaca data kuantitatif dan kualitatif kota ini.
Pada tahun 2014, ICESCO (Islamic World Educational, Scientific and Cultural), menobatkan Sharjah sebagai Ibu Kota Kebudayaan Islam. Selain menjadi Ibu Kota Pariwisata Arab pada tahun 2019.

Pengakuan Sharjah sebagai Ibu Kota Kebudayaan juga datang dari UNESCO. Menurut lembaga PBB yang membidangi pendidikan, keilmuan dan kebudayaan, Sharjah berhasil membangun, melestarikan, serta mempromosikan warisan budayanya. Sharjah memiliki banyak museum, galeri seni, dan juga festival seni. Ditambah universitas dan institusi penelitian yang peduli pada budaya dan sejarah.

Sharjah adalah kota yang memiliki Sharjah Museum of Islamic Civilization dengan lima ribu karya seni dan budaya Islam. Dikumpulkan dari berbagai belahan dunia. Disamping Sharjah Art Museum sebagai meseum seni terbesar di UAE.

Sepertinya perhatian besar Sharjah pelestarian budaya dan sejarah tidak bisa dilepaskan dari figur  Sultan bin Muhammad Al-Qasimi. Pemimpin Sharjah yang otomatis menjadi Anggota Dewan tertinggi Federal Uni Emirat Arab. Al-Qasimi memimpin Sharjah sejak Januari 1972 sampai sekarang.

Al-Qasimi lahir Sharjah. Lalu pergi pergi ke Kuwait dan Dubai untuk belajar. Sebelum nanti berangkat ke Kairo Mesir untuk menyelesaikan pendidikan tingginya. Pendidikan terakhirnya adalah Ph.D bidang Sejarah di Universitas Exeter Inggris. Selain itu Al-Qasimi juga belajar geografi politik Teluk di Durham University. Al-Qasimi adalah Profesor tamu di Exeter almamaternya.  

Hal menarik lain dari Sharjah adalah bila kita mencoba membaca data kuantitatif kota ini.

Bila diurutkan, maka sektor ekonomi Sharjah yang memberikan kontribusi terhadap PDB Sharjah adalah perdagangan grosir dan eceran 24%, industry manufaktur 16.7%, konstruksi 9.3%, Real estate 9%, dan sektor pemerintah 7.3%

Sharjah sudah menjadi basis industry sejak tahun 1980an. Sekitar 35% fasilitas manufaktur UAE berada di Sharjah. Sekitar 2.500 aktivitas industry berlangsung di Sharjah.

Pada tahun 2019, sektor ekonomi non-minyak Sharjah berkontribusi terhadap 96% PDB.

Dari data diatas, terlihat bahwa Sharjah adalah kota dengan pertumbuhan ekonominya bukan bersandar pada Minyak dan Gas. Untuk menopang ekonominya, Sharjah melakukan diversifikasi ekonomi.

Capaian ini tentu saja bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh. Selain karena Sharjah adalah Kota di kawasan yang dikenal kaya akan Minyak dan Gas, diversifikasi ekonomi adalah satu satu obsesi negara-negara Teluk yang kaya akan minyak.

Negara-negara Teluk memang dikenal kaya dengan minyak dan gas. Sumber energi yang paling banyak dicari penduduk dunia inilah yang menjadi pendorong kesejahteraan negara di kawasan ini.

Namun bila keberlimpahan tersebut tidak dicermati, ada bahaya yang cukup serius di masa yang akan datang. Yaitu kebergantungan terhadap Minyak dan Gas.

Sementara minyak dan gas bukanlah sumber daya alam yang bisa diperbaharui. Cadangannya terus menurun. Pada sisi lain, masyarakat dunia sedang diajak untuk meninggalkan minyak bumi yang tidak ramah lingkungan dan akan habis.

Situasi seperti inilah yang membuat beberapa negara penghasil minyak dan gas ini bergegas mengembangkan sektor baru sumber ekonomi. Seperti yang sedang dilakukan Saudi Arabia dengan Visi 2030 nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun