Turki yang waktu itu secara politik sedang berkuasa dan secara geografis adalah pintu gerbang menuju Eropa, memperkenalkan Kopi ke Eropa. Diantaranya ke orang Belanda. "Kahveh" pun diadaptasi menjadi "Koffie."
Ketika "Koffie" diperkenalkan ke orang Indonesia, orang Indonesia pun mengadaptasinya menjadi Kopi. (Jangan-jangan yang merubah "Koffie" menjadi "Kopi" adalah orang Sunda. Selain orang Sunda kerap menyebut F dengan P, tatar sunda adalah diantara wilayah yang menjadi pusat penanaman Kopi zaman Belanda. Karena tanahnya subur dan suhunya dianggap cocok. Seperti perkebunan Kopi Malabar di Bandung).
Riwayat Kopi inilah yang membuat heran dan kaget melihat adanya "Java Time" di Riyadh. Sebuah masyarakat yang mempunyai tradisi minum Kopi yang lebih lama, disodori cara minum Kopi dari tradisi yang lebih muda.
Lalu apakah biji Kopi yang disajikan "Java Time" berasal dari Indonesia?
Disinilah ada ironi kedua dari "Java Time."
Meski secara generik"Java Time" merujuk kepada meminum Kopi dari Indonesia, besar kemungkinan bila biji Kopi di caffee "Java Time" Riyadh bukan berasal dari Indonesia.
Meski Indonesia mempunyai reputasi sebagai pemilik biji Kopi yang nikmat, tapi Kopi dari Indonesia masih sulit ditemukan di Riyadh khususnya dan Arab Saudi umumnya. Kopi Ethiopia dan beberapa biji Kopi dari Amerika Latin seperti Brazil dan Kolombia, masih menjadi pemain utama di Arab Saudi.
Banjirnya Kopi Ethiopia di Arab Saudi bukan hanya karena sudah berurat akar sejak dahulu, tapi juga faktor produksi dan distribusi. Orang Ethiopa dikenal bisa memproduksi Kopi lebih efektif dan efisien sehingga produksinya berlimpah. Selain itu, jarak Saudi-Ethiopia juga lebih pendek dibanding jarak Saudi-Indonesia.
Kopi Indonesia tidak bisa bersaing di Arab Saudi bukan karena kualitas, tapi karena masalah harga. Ethiopia, Yaman, Brazil, Kolombia bisa menjual Kopi lebih murah dibanding Indonesia.
Meski biji Kopi Indonesia bukanlah biji Kopi utama di Arab Saudi, namun orang Indonesia tetaplah peracik kopi yang handal. Banyak orang Saudi yang mempercayakan racikan kopi di coffee yang mereka miliki kepada orang Indonesia.
Belum ada data resmi berapa jumlah peracik Kopi dari Indonesia di Arab Saudi. Namun selain ahli perminyakan dan pelatih bulu tangkis, barista adalah profesi yang juga digeluti masyarakat Indonesia di Arab Saudi. Meskipun tentunya masih kalah jumlahnya dengan asisten rumah tangga dan supir pribadi.
Jadi mungkin kita sulit menikmati "Java Time" di Arab Saudi dengan biji Kopi dari Indonesia, namun kita masih bisa menikmati "Java Time" di waktu Riyadh dari tangan barista dari Indonesia.