Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Abdul Muthalib dan Stoicism

19 November 2022   11:42 Diperbarui: 19 November 2022   11:43 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mendengar ada pemuka Makkah yang akan menemuinya, Abrahah bergembira. Dalam bayangannya, orang tersebut akan menyatakan ketundukan dan kepatuhan terhadap nya. Tidak akan mengganggu misinya menghancurkan Ka'bah, seperti yang sudah ditunjukan beberapa pemuka Makkah sebelumnya.

Namun ketika bertemu dan berdialog, Abrahah kecewa. Sikap Abdul Muthalib jauh dari sangkaan.

Kepada Raja Abrahah, Abdul Muthalib mengatakan dengan berani bahwa kedatangannya adalah untuk membawa kembali 100 ekor unta yang sudah dia ambil. Kata Abdul Muthalib, itu adalah unta miliknya yang dirampas pasukan Abrahah dan harus dikembalikan kepadanya. Adapun perihal Ka'bah, bagi Abdul Muthalib Ka'bah itu rumah Tuhan dan Tuhan lah yang menjadi penjaganya. Selama ini dia bukan penjaga Ka'bah, tapi pelayan bagi siapa saja yang datang ke rumah Tuhan tersebut. Lalu setelah berhasil mengambil unta miliknya, Abdul Muthalib kembali ke Makkah dan mengajak warga untuk keluar kota Makkah dan berlindung dibalik bukit. Jangan berada di Kota karena mereka bisa jadi korban pasukan Abrahah.

Kisah selanjutnya, sudah diketahui bersama. Meski pasukan Gajah bisa melenggang kota Makkah untuk menghancurkan Ka'bah, namun pasukan tersebut hancur di tengah jalan. Sejarawan mencatat bahwa para pasukan tiba-tiba terserang penyakit cacar aneh. Sementara secara metaforik, Qur'an menggambarkan kejadian tersebut dengan kedatangan burung ababil yang menjatuhkan batu-batu panas yang diambil dari neraka.

Kembali ke sikap Abdul Muthalib. Sekilas, orang mungkin akan sepakat dengan cara pandang Abrahah terhadap Abdul Muthalib. Kakek Nabi terlihat individualis dan mementingkan diri sendiri. Bukan seorang petarung untuk mempertahankan haknya. Alih-alih memobilisasi perlawanan terhadap Abrahah, beliau malah memperjuangkan kembalinya 100 ekor unta miliknya, dan mengajak masyarakat untuk keluar dari Kota. Urusan Ka'bah, kembalikan saja kepada Tuhan sebagai pemilik langsung nya.

Hanya bila kita cermati sejenak, pada saat itu senyatanya itulah yang bisa dilakukan. Abdul Muthalib tidak mungkin memobilisasi masyarakat dan melatih mereka menggunakan senjata dalam waktu singkat untuk melawan Abrahah. Selain yang dihadapi adalah pasukan yang sudah terlatih dan besar, juga sudah terbukti ketika ada kelompok masyarakat yang melakukannya juga berakhir dengan kematian. Jalan terbaik ketika itu adalah mencegah kerusakan lebih besar. Perihal keberanian, Abdul Muthalib sudah menunjukan keberaniannya menghadap Abrahah hanya untuk mengambil hartanya yang sudah dirampas.

Menghadapi Abrahah, Abdul Muthalib mengambil langkah untuk melakukan apa yang bisa dia lakukan, dan memasrahkan apa yang tidak bisa beliau lakukan. Hal yang tidak bisa beliau lakukan adalah melawan invasi pasukan Gajah. Karena itu tidak bisa dia lakukan, maka dia pun memasrahkannya. Adapun hal yang bisa dia lakukan adalah mengajak masyarakat keluar kota untuk menghindari korban jatuh lebih banyak. Selain mengambil kembali 100 ekor unta yang merupakan hak nya. Ternyata itu yang berhasil.

Pada kehidupan modern sekarang, kehidupan inilah yang kemudian dipraktekan beberapa kelompok masyarakat yang menamakan diri sebagai Stoicism. Penganut aliran filsafat stoik yang mengajarkan Stoicism sebagai cara untuk meraih kebahagiaan hidup.

Setidaknya ada dua catatan penting dalam ajaran Stoicism.

Pertama, bahwa segala kejadian yang terjadi di muka bumi ini pada dasarnya netral. Nilai nya tergantung dari cara setiap orang menafsirkannya. Jadi bila seseorang mempunyai uang, itu tidak berarti selalu baik. Kebaikan berawal dari caranya memahami uang. Bila caranya memahami uang benar, maka uang akan menjadi kebaikan. Bila salah, uang akan menjadi sumber malapetaka. Begitu juga sebaliknya ketika tidak  mempunyai uang.

Karenanya bagi para Stoicism, salah satu yang harus diperbaiki dalam hidup adalah memperbaiki cara berpikir. Cara berpikir orang akan menentukan apakah dia akan hidup bahagia atau sengsara. Orang kaya tidak otomatis bahagia, dan orang miskin tidak otomatis hidup sengsara. Kerap terjadi hal sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun