Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Audrey Tang, Menteri Digital Taiwan

14 September 2022   17:57 Diperbarui: 14 September 2022   18:13 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wikipedia, sindonews

Nama asalnya Autrijus Tang sebelum berganti nama menjadi Audrey Tang. Transgender kelahiran tahun 1981, pada 1 Oktober nanti akan genap berumur 41 tahun.

Ketika ditunjuk sebagai Menteri Digital Taiwan pada Agustus 2016, Tang bukan hanya menjadi Mentri yang berumur sangat muda (35 Tahun) tapi juga disebut sebagai Mentri tanpa portofolio. Karena Tang tidak memiliki background menduduki jabatan eksekutif atau politik sebelumnya.

Tapi sebagai orang yang menduduki jabatan Mentri Digital Taiwan, jangan ragukan kemampuan dan visi Tang tentang pengembangan Digital di negaranya. Tang dikenal sebagai salah satu dari 10 orang pakar IT terkemuka di Taiwan. Bila Matematika adalah dasar untuk menguasai programming, Tang belajar Matematika tingkat lanjut sebelum umur 6 tahun dan belajar programming sebelum umur 8 tahun.

Meski putus sekolah, karena sulit beradaptasi dengan lingkungan sekolah, Tang bukan berarti berhenti belajar. Pada umur 19 tahun, Tang mempunyai posisi penting di sebuah perusahaan software dan menjadi enterpreneur di Silicon Valley California.

Untuk memahami cara pandang Audrey Tang terhadap dunia IT dan aplikasinya bagi kehidupan masyarakat, cukup diperhatikan quote dibawah ini yang terpasang di akun Twitter Audrey Tang

"When we see 'internet of things', let's make it an Internet of being"
"When we see 'virtual reality', let's make it shared reality"
"When we see 'machine learning', let's make itu collaborative learning"
"When we see 'user experience', let's make it human experience"
"When we hear 'the singularity is near, let's remember the Plurality is here"

Begitu juga dalam bidang politik. Walau tidak tercatat sebagai anggota atau aktif di Partai Politik, Tang bukan hanya peduli dengan keadaan negerinya, tapi juga diantara orang yang mempunyai kontribusi dalam menentukan haluan negaranya. Melalui keahlian digital yang dimilikinya, Tang adalah diantara inisiator gerakan Bunga Matahari Mahasiswa Taiwan. Sunflower Student Movement pada tahun 2014.

Gerakan Bunga Matahari Taiwan ini sendiri muncul sebagai protest terhadap kebijakan pemerintah Taiwan yang lebih pro China dan ingin menjadi bagian dari pemerintah China daratan. 

Anak-anak muda yang menginisiasi Gerakan Bunga Matahari menganggap bahwa orientasi pemerintah akan mengancam kebebasan dan demokrasi yang sudah menjadi keseharian warga Taiwan. Anak-anak muda Taiwan tidak ingin hidup dikekang seperti di China. Sebagaimana rakyat Hongkong protes keras perpindahan Hongkong dibawah pemerintahan China daratan, maka begitu juga masyarakat Taiwan.

Tsai Ing Wen yang juga setuju dengan gerakan mahasiswa itu, pada akhirnya terpilih menjadi Presiden Taiwan pada tahun 2016 dan terus mengkampanyekan Taiwan sebagai negara sendiri, bukan bagian dari pemerintah China daratan. Tsai Ing Wen yang menjadi Presiden pertama perempuan Taiwan inilah yang menunjuk Tang sebagai bagian dari pembantunya menjadi Mentri Digital Taiwan.

Sebagai orang yang bertanggung jawab untuk pengembangan Digital di Taiwan, Tang dikenal mempunyai visi dan program konkret yang mendapat aplaus banyak kalangan. Mulai dari caranya menghadapi hoax, sampai dengan cara pandangnya tentang jaringan internet.

Alih-alih memelihara banyak buzzer dan menciptakan akun-akun robot seperti yang dipraktekkan Russia, Tang menangkal hoax dengan cara merubah hoax menjadi bahan candaan. Karena menurut Tang, cara paling efektif menangkal hoax adalah dengan humor. Bukan dengan buzzer atau kontra informasi dengan hoax yang baru.

Ketika Taiwan dilanda pandemi COVID, Taiwan adalah negara yang dianggap sukses menangkal pandemi tanpa harus menerapkan Lock Down. Meski Taiwan sangat berdekatan dengan pusat COVID di China. Diantara faktor keberhasilan itu adalah ketika Tang mampu membuat sistem Digital yang memudahkan masyarakat Taiwan mengakses ketersediaan masker dan memonitor orang-orang yang menjalani isolasi mandiri dengan efektif.

Hal lain yang cukup revolusioner dari Tang adalah ketika mengatakan bahwa ketersediaan jaringan internet mestinya merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Jadi menurut Tang, masyarakat Taiwan bisa protes bila menemukan salah satu area di Taiwan yang tidak tercover jaringan Internet.

Namun sebetulnya kerja pelik dan sangat rumit yang mesti dihadapi Tang bukanlah pada penyediaan sarana atau menjadikan dunia digital sebagai alat untuk mendukung demokratisasi dan pemerintahan Taiwan yang efisien, tapi pada konflik politik yang sedang dihadapi Taiwan.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kebanyakan masyarakat Taiwan, yang juga disuarakan Preisen Tsai Ing Wen, untuk tidak mau berada dibawah pemerintahan China daratan, menjadi pangkal perselisihan antara Taiwan dan Pemerintah China pimpinan Xi-Jinping.

Eskalasi ketegangan kedua negara ini meningkat manakala Presiden China, Xi-Jinping, dalam acara ulang tahun Partainya mengatakan dengan jelas bahwa Taiwan adalah bagian dari China daratan dan harus kembali ke China daratan. Sementara pada saat yang sama, pemerintah Taiwan mendapat dukungan pemerintah Amerika Serikat sebagai negara sendiri, bukan bagian dari China.

Ketegangan antara Taiwan dan China ini sendiri pada akhirnya bukan hanya menjadi ancaman bagi kedua negara saja, tapi juga ancaman bagi negara lain. Karena konflik antara dua negara yang dipisah Laut China Selatan, pada akhirnya akan memicu konflik di Laut China Selatan.

Laut China Selatan sendiri mempunyai posisi yang sangat strategis dalam jalur perdagangan dunia. Bila China kita anggap sebagai pabrik dunia, karena disana banyak pabrik-pabrik berdiri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dunia, maka Laut China Selatan adalah jalur kapal-kapal laut untuk mendistribusikan produk-produk dari China. 

Belum lagi posisi Taiwan sebagai supplier lebih dari 50% kebutuhan semikonduktor dunia. Maka perang antar keduanya, mau tidak mau akan menimbulkan guncangan cukup besar bagi negara lain.

Namun dari segi kekuatan militer, Taiwan jelas kalah jauh dibanding China. Apalagi bila dilihat dari besarnya wilayah. Karena itu China kerap menerbangkan pesawat tempur nya memasuki wilayah Taiwan. Sesuatu yang dianggap melanggar hukum internasional.

Sementara pada saat yang bersamaan, entah bagaimana Taiwan seperti tidak jerih dengan ancaman China. Meski sadar kekuatan militernya kalah jauh, Taiwan tetap memperbaiki dan menambah kekuatan militernya dan tidak mau dianggap remeh China.

Pada suatu hari, pemerintah China melancarkan terror militer di wilayah pertahanan udara Taiwan. Pesawat-pesawat China berputar-putar memasuki teritory Taiwan.

Tidak ingin diintimadasi, pemerintah Taiwan bukan hanya menyuruh pesawat China tersebut keluar dari wilayah Taiwan, tapi juga mengirimkan pesawat tempur untuk mengusir pesawat China. Beberapa saat setelah itu, foto pesawat tempur Taiwan yang sedang menggiring pesawat China keluar Taiwan, viral di dunia internasional. Menunjukan keberanian Taiwan yang tidak mau diintimadasi China.

Namun seorang pensiunan CIA yang pernah bertugas di kawasa Asia Timur, mempunyai pandangan lain atas peristiwa ini.

Menurut pensiunan tersebut, China pada dasarnya bukan sedang melakukan teror serangan udara tapi sedang membaca peta pergerakan militer Taiwan secara keseluruhan. Ketika pesawat China berputar-putar diatas negara Taiwan, mereka sedang mendeteksi wilayah-wilayah mana saja yang menunjukan gerakan proaktif terhadap mereka. Wilayah-wilayah itulah yang nanti akan dipetakan sebagai titik yang mesti dilumpuhkan.

Karena itu untuk menggambarkan situasi perkembangan digital di Taiwan, saya suka menyandingkan foto Audrey Tang sebagai Mentri Digital Taiwan, dengan foto pesawat tempur Taiwan yang sedang menggiring pesawat tempur China keluar Taiwan. Bukan graphis kecepatan internet dan lain sebagainya.

Karena mungkin itulah problem dunia digital yang sedang dihadapi Taiwan. Bukan lagi tentang kebocoran data, kecepatan internet yang lemah atau daya jangkau internet rendah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun