Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perjanjian Hudaibiyah dan Perpindahan Keyakinan

21 Juni 2022   05:28 Diperbarui: 21 Juni 2022   05:30 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu waktu, Nabi Muhammad bermimpi. Dalam mimpinya, Nabi Muhammad bersama para sahabat memasuki kota Makkah dan Masjidil Haram, mengambil kunci Ka'bah dan melaksanakan Umrah. Meski para pembesar kota Mekkah dikenal suka melakukan terror kepada Nabi Muhammad dan sahabat, namun dalam mimpi itu ditunjukan bahwa Nabi Muhammad dan para rombongan melakukan semuanya dengan aman dan tanpa gangguan.

Nabi pun menceritakan mimpinya kepada sahabat. Sambil memberikan tafsir. Bahwa mereka akan ke Mekkah untuk melaksanakan Umrah. Lalu Nabi pun mengajak sahabat-sahabatnya untuk berangkat ke Mekkah.

Mimpi, tafsir atas mimpi dan ajakan Nabi Muhammad tentunya sangat menggembirakan para sahabat. Bagi penduduk asli Madinah, ajakan ini berarti bagian dari proses memahami Islam secara lebih utuh. Disamping mengunjungi tempat yang sangat sakral bagi masyarakat Jazirah Arab pada waktu itu. Sementara bagi orang Makkah yang mengikuti Nabi hijrah ke Madinah, ajakan tersebut tentunya mempunyai nilai tambah tersendiri. Selain ingin melaksanakan Umrah, mereka juga ingin mengunjungi kampung halaman tempat kelahiran setelah 6 tahun mukim di Madinah.

Namun kerisauan tetap saja menghinggapi para sahabat. Meskipun niat mereka adalah berziarah, semuanya sadar bahwa penduduk Makkah sebagai penjaga dan pelayan penziarah, tidak akan menjaga dan melayani mereka sebagaimana biasanya. Para pembesar Makkah pastinya akan menganggap mereka sebagai musuh ketimbang sebagai penziarah.

Karenanya pada waktu itu muncul lah kontroversi. Tentang bagaimana seharusnya berziarah ke tanah suci di tengah permusuhan yang ditunjukan Makkah.

Di satu sisi, ada pendapat yang menyarankan untuk berziarah ke tanah suci sebagaimana biasanya. Hanya membawa hewan kurban dan tidak membawa senjata. Karena membawa senjata ke tanah suci dan memicu peperangan, adalah pelanggaran.

Namun ada juga pendapat yang bersebrangan. Selain membawa hewan kurban, rombongan ke Makkah mesti dilengkapi persenjataan. Berdasar pengalaman, para pengusul pendapat ini pesimis bahwa pembesar Makkah akan memperlakukan mereka sebagai penziarah dan menjalankan kewajiban mereka sebagai pelindung dan pelayan para penziarah. Para pengusul yakin, bahwa Makkah akan kembali memerangi mereka karenanya mereka mesti bersiap-siap.

Di tengah pertentangan yang diametral ini, Nabi pun mengeluarkan jalan tengah. Menurut Nabi, niat suci untuk berziarah ke Makkah mesti tetap dijaga. Tidak boleh ada peperangan dan pertumpahan darah ketika berziarah ke Makkah. Karenanya rombongan hanya diperbolehkan membawa hewan kurban, bukan peralatan perang.

Hanya saja Nabi Muhammad juga memperbolehkan benda-benda tajam seperti pisau atau pedang kecil untuk dibawa serta. Namun semua benda tajam itu bukan dipakai untuk berperang. Pisau atau pedang kecil dibawa sebagai bekal perjalanan Umroh ke Makkah. Karena selain harus menyembelih hewan kurban, para rombongan juga mesti membabat ilalang ketika membuat tenda-tenda untuk beristirahat.

Setelah diterima semua pihak, maka berangkatlah rombongan dari Madinah untuk berziarah ke tanah suci. Langsung dibawah pimpinan Nabi Muhammad SAW.

Keberangkatan penduduk Madinah ini pun sampai ke Makkah. Keberangkatan yang membuat elite Makkah berada dalam posisi yang sangat dilematis.

Para pembesar Makkah seperti Abu Sufyan dan Abu Jahal gamang menghadapi rombongan Nabi Muhammad ini. Sesuai tradisi yang sudah berjalan, mereka mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melayani siapapun yang hendak datang ke Makkah untuk beribadah. Termasuk figur seperti Nabi Muhammad saw dan rombongan Madinah. Tidak melindungi apalagi memerangi mereka, akan menimbulkan kemarahan bagi seluruh kabilah-kabilah di Jazirah Arab. Sesuatu yang sangat berbahaya bagi mereka.

Hanya saja kali ini yang datang adalah Nabi Muhammad dan penduduk Madinah. Musuh nomor satu Makkah yang sudah mereka usir. Semua penduduk di Jazirah Arab mengetahui permusuhan antar keduanya. Bila Abu Sofyan dkk membiarkan Nabi Muhammad melenggang begitu saja memasuki Makkah, maka citra dan reputasi Makkah akan jatuh. Abu Sofyan dkk dianggap tidak mempunyai nyali menghadapi Madinah.

Penghargaan terhadap tradisi yang bercampur dengan pemujaan terhadap reputasi dan citra, membuat Makkah kebingungan dan gamang.

Untuk mengatasi kegamangan ini, maka Makkah pun membuat solusi alternatif. Karena Nabi Muhammad saw, tetap merupakan musuh nomor satu, maka kedatangan mereka mesti tetap harus dihalangi. Namun karena kesucian Makkah tetap harus dijaga, upaya menghambatnya dilakukan diluar Makkah. Artinya, perang terhadap Madinah tetap harus terjadi. Hanya semua dilakukan diluar kota suci Makkah.

Maka dikirimlah pasukan dibawah komando Khalid bin Walid dan putra Abu Jahal, Ikrimah, keluar kota Makkah. Tugas utama pasukan ini adalah menghadang rombongan Nabi diluar Makkah.

Nabi dan para sahabat pun mencium manuver Makkah yang akan mengajak mereka berperang. Karena komitmennya adalah menghindari peperangan, maka ketika dari jauh terlihat rombongan pasukan Khalid bin Walid mendekat, Nabi menginstruksikan rombongan untuk membelokan rute perjalanan. Keluar dari jalur yang biasa untuk menghindari peperangan, sambil tetap mencari jalan menuju Makkah.

Sampai pada suatu tempat bernama Hudaibiyyah, sekitar 22 KM arah Barat Daya Makkah, Unta tunggangan Nabi tiba-tiba berhenti dan duduk. Semula para sahabat memaksa Qushwa, nama Unta tunggangan Nabi, untuk terus berjalan. Namun Nabi Muhammad mencegahnya. Menurut Nabi, Qushwa berhenti di tempat tersebut bukan atas keinginannya sendiri tapi karena perintah dari Yang Maha. Karenanya Nabi Muhammad pun memerintahkan para sahabat untuk mendirikan tenda di tempat itu.

Di tempat bernama Hudaibiyyah itulah negosiasi antara Makkah dan Madinah berlangsung. Makkah dan Madinah saling mengirimkan utusan untuk bernegosiasi. Utsman bin Affan dikenal sebagai utusan Nabi ke Mekkah untuk bernegosiasi.

Setelah saling mengirimkan utusan dan negosiasi keduanya berjalan alot, akhirnya di Hudaibiyah pun terjadi negosiasi akhir. Mewakili pihak Makkah, Suhail bin Amar mendatangi Nabi Muhammad di Hudaibiyyah untuk bernegosiasi.

Secara umum, negosiasi antar Makkah dan Madinah berjalan lancar. Di Hudaibiyah, Nabi Muhammad dan Suhail bin Amar menandatangi sebuah kesepakatan yang di kemudian hari dinamakan dengan perjanjian Hudaibiyyah.

Meski begitu, isi perjanjian tersebut tetap menimbulkan kontroversi. Utamanya bagi pihak Madinah. Ada banyak pasal dan sikap Makkah yang sulit diterima pihak Madinah. Madinah merasa kalah.

Seperti ketika Suhail tidak mau menandatangani naskah perjanjian yang mencantumkan kalimat "Bismillahirrahmanirrahim" dan nama "Nabi Muhammad saw." Karena menurut Suhail, selain tidak mengakui "Allah" yang dibawa Nabi Muhammad, Makkah juga tidak mengakui Muhammad sebagai Nabi. Karenanya kedua kata tersebut mesti dihapuskan dalam naskah perjanjian.

Selain itu juga, perjanjian tersebut juga menyatakan bahwa rombongan Nabi Muhammad harus kembali lagi ke Madinah. Mereka baru bisa ziarah ke Makkah dua tahun yang akan datang. Isi perjanjian yang sangat menyakitkan Madinah. Karena waktu itu mereka sudah sedemikian dekat dengan Makkah.

Pasal lain yang cukup menyakitkan dan dianggap merugikan adalah kebijakan terhadap yang berpindah keyakinan.

Perjanjian Hudaibiyah menyatakan bahwa setiap orang Makkah yang pergi ke Madinah dan berpindah keyakinan, maka pihak Madinah harus mengembalikan orang tersebut ke walinya di Makkah. Sebaliknya, bila ada orang Madinah yang berpindah keyakinan dan pergi ke Makkah, maka pihak Makkah tidak mempunyai kewajiban mengembalikan ke Madinah.

Pada waktu itu, korban pertama dari perjanjian tersebut adalah anak Suhail bin Amar sendiri. Abu Jandal bin Suhail yang menyatakan keislamannya dan meminta perlindungan Nabi Muhammad saw, langsung dirantai Suhail dan dibawa ke Makkah. Nabi Muhammad dan para sahabat tidak berdaya menghadapi sikap Suhail. Karena perjanjian sudah ditanda tangani.

Namun perjalanan waktu menunjukan situasi diluar perkiraan Madinah. Penerapan pasal ini ternyata merugikan Makkah dan menguntungkan Madinah.

Setelah insiden Abu Jandal bin Suhail, pada suatu waktu datanglah Abu Bashir dari Makkah ke Madinah. Abu Bashir menyatakan keimanannya dihadapan Nabi Muhammad. Sesuai dengan perjanjian Hudaibiyyah, Makkah menjemput Abu Bashir dan membawanya kembali ke Makkah dan Nabi membiarkan penjemputan tersebut.

Namun di tengah perjalanan Abu Bashir membunuh salah satu utusan Makkah. Utusan Makkah yang selamat, lalu lari ke Madinah dan meminta perlindungan Nabi Muhammad karena dikejar Abu Bashir. Tidak lama setelah itu Abu Bashir juga menemui Nabi Muhammad.

Dalam biografi Nabi Muhammad yang ditulis Martin Lings, dalam pertemuan tersebut disebutkan bahwa Nabi Muhammad tiba-tiba menunjuk Abu Bashir dan mengatakan; "Celaka Ibunya... Dasar puntung berapi. Dia pasti menyulut kebakaran seandainya ada banyak orang lain bersamanya." Setelah itu Nabi menyuruh Abu Bashir untuk pergi kemanapun tempat yang dia suka.

Bagi utusan Makkah juga penduduk Madinah, ucapan Nabi Muhammad tersebut bukan hanya kemarahan tapi juga komitmen menjalankan perjanjian Hudaibiyah. Namun tidak bagi Abu Bashir juga Umar bin Khattab yang cerdik. Keduanya membaca ucapan Nabi Muhammad sebagai "kode" untuk menjalankan sebuah misi.

Ketika diusuruh Nabi pergi kemanapun tempat yang dia sukai, Abu Bashir keluar dari Madinah. Tapi sebagai "Puntung berapi yang menyulut kebakaran seandainya diikuti banyak orang", Abu Bashir tidak kembali ke Makkah tapi berjalan di pesisir laut merah dan di tempat itu mengumpulkan orang yang mempunyai kesamaan pikiran.

Umar bin Khattab juga melakukan tindakan cerdik lainnya. Kepada penduduk Makkah yang mempunyai nasib serupa Abu Bashir, Umar membeberkan maksud ucapan Nabi Muhammad lalu memberi tahu posisi Abu Bashir. Ke tempat itulah kemudian orang-orang seperti Abu Jandal putra Suhail dan Walid saudara Khalid bin Walid, serta penduduk Makkah lainnya berdatangan. Sampai akhirnya terkumpulah 70 orang di pesisir laut merah dibawah pimpinan Abu Bashir.

Berdiam di pesisir laut merah yang merupakan rute perdagangan Makkah-Syiria, Bashir dan sahabat-sahabatnya "menyulut kebakaran" bagi Makkah. Karena di rute inilah Abu Bashir melakukan terror kepada kafilah perdagangan Makkah yang hendak ke Syiria sampai membuat perdagangan Makkah jatuh.

Karena "kebakaran" yang disulut Abu Bashir inilah kemudian Makkah meminta revisi perjanjian Hudaibiyah. Utamanya tentang perpindahan keyakinan. Bahwa setiap penduduk Makkah yang ingin ke Madinah, maka mereka dipersilahkan ke Madinah. Tidak akan dikembalikan lagi ke Makkah.

Secara umum perjanjian Hudaibiyah yang awalnya terlihat merugikan Madinah, pada akhirnya sangat menguntungkan Madinah. Pasca Hudaibiyyah, Nabi Muhammad mulai aktif membuka diplomasi luar negeri untuk memperkenalkan Islam ke luarJazirah Arab.

Sementara dalam "Hayyat Muhammad" yang ditulis Dr. Haekal, disebutkan perbandingan antara jumlah rombongan penduduk Madinah yang akan ziarah ke Makkah pada masa Hudaibiyyah dengan jumlah rombongan pada tiga tahun setelahnya. Bila pada masa Hudaibiyyah hanya diikuti 1400 orang, maka dua tahun setelah Hudaibiyyah, rombongan haji diikuti oleh 10.000 rombongan haji.

Berkaitan dengan pasal perpindahan keyakinan ini, Haekal memberikan pandangannya yang mungkin bagi beberapa kalangan bisa dikatakan cukup eksterm Menurut Haekal, apabila ada orang keluar dari Islam dan meminta perlidungan Quraisy, orang semacam itu tidak perlu lagi kembali kepada jamaah Muslim. Sementara siapa-siapa yang masuk Islam dan berusaha menggabungkan diri dengan Muhammad mudah-mudahan Tuhan akan membukakan jalan ke luar.

Namun sebetulnya kita juga bisa memahami ini dalam konteks anjuran Nabi Muhammad tentang keunggulan muslim yang kuat (muslimun qawiyyun) muslim lemah (muslimun dhoifun). Hal ini ditunjukan Nabi ketika memanjatkan doa khusus untuk Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab bukanlah termasuk dalam golongan awal orang yang memeluk Islam. Alih-alih mempercayai Nabi, Umar dikenal sebagai tokoh Quraisy yang dalam masa-masa Islam, menentang Nabi Muhammad. Bahkan diiringi dengan tindakan kekerasan.

Namun Umar adalah orang "Kuat". Dari sisi nasab, Umar datang dari Bani 'Adi, salah satu kaum terpandang di Makkah. Secara fisik, dia juga orang yang sangat kokoh. Sudah berlatih berkuda dan memanah sejak kecil. Begitu juga secara intellektual. Umar dikenal orang pintar dan cerdik. Kapasitas yang juga dimiliki oleh Amru bin Hisyam atau Abu Jahal.

Karenanya Nabi Muhammad pernah melantunkan permohonan kepada Allah supaya salah satu diantara Umar bin Khattab dan Amru bin Hisyam masuk Islam. Bila salah satu dari keduanya menjadi muslim, maka akan menjadi kekuatan bagi Islam.

Do'a Nabi Muhammad bukan hanya dikabulkan, tapi prediksinya juga terbukti. Umar bin Khattab bukan hanya menjadi muslim, tapi menjadi khalifah kedua setelah Abu Bakar. Bila Abu Bakar berhasil mengkonsolidasi umat Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad, maka Umar bin Khattab adalah khalifah yang membangun pondasi gerakan umat Islam keluar Jazirah Arab. Umar adalah khalifah yang menginisiasi pembebasan Yerusallem.

Sebagai Agama, tentunya Islam mesti menaungi semua golongan masyarakat. Baik masyarakat lemah maupun masyarakat kuat. Namun dalam konteks sebuah komunitas, maka organisasi-organisasi keislaman mempunyai tanggung jawab lebih untuk membentuk muslim yang kuat. Karena muslim yang kuat lah yang bisa memperkenalkan nilai-nilai keislaman di masyarakat. Bukan muslim yang lemah

Bila ada muslim yang keluar dari barisan karena pribadi yang lemah, maka seperti kata Haekal, lebih baik dibiarkan saja.

 Artikel ini sebelumnya sudah dipublikasikan penulis disini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun