Hal yang sama juga berlaku bila Matematika dipakai untuk menganalisa variable-variable penentu sebuah peristiwa. Secara teoritis, Matematika memperkenalkan analisa berdasar satu variable, berdasar dua variable, dan multivariabel.
Meski Matematika memperkenalkan multivariable sebagai pola analisa, menganalisa dengan sedikit variable jauh lebih disarankan. Karena lebih aplikatif bagi kehidupan manusia. Pastinya konsekuensi pengurangan variable adalah pengurangan akurasi dari sebuah prediksi. Namun begitulah memang cara kerja Sains. Dia tidak bisa menganalisa secara keseluruhan sehingga hasilnya pun tidak menjadi benar 100%. Cara Matematika mengurai realitas ini memberi ruang bagi orang lain untuk menyanggah kebenaran prediksi nya.
Cara kerja dan "mental" Matematika seperti inilah yang sepertinya absen pada banyak Ilmuwan. Sering kita temukan banyak Ilmuwan yang memutlakan Sains. Seolah semuanya bisa benar karena memakai Ilmu Pengetahuan untuk meneropongnya. Padahal cara kerja Sains melihat realitas itu parsial dan reduktif.
Dari cara kerja sains yang reduktif dan parsial diatas tentunya muncul pertanyaan penting. Bila Sains itu parsila dan reduktif baik proses dan hasilnya, lalu untuk apa berpegang pada hal yang tidak sempurna? Tidak keliru bila masyarakat yang menganggap Agama sebagai hal yang penting, mengajak orang beralih ke Agama.
Untuk menjawab hal ini, mungkin kita bisa mengingat kembali ajaran Agama yang mengingatkan orang untuk memperhatikan dan memegang pada Sunatullah dan Qudratullah. Keduanya adalah ketentuan dari Tuhan yang berlaku bagi manusia.
Bila Sunatullah adalah kejadian umum, maka Qudratullah adalah peristiwa khusus. Sunatullah adalah peristiwa yang menunjukan bekerjanya hukum alam. Sementara Qudratullah adalah terhentinya hukum alam yang sudah digariskan Tuhan, karena intervensi Tuhan.
Bila kita simulasikan dalam Matematika, Sunatullah adalah "Three Central Tendencies". Sunatullah adalah rata-rata peristiwa yang menimpa manusia (mean), atau peristiwa yang kerap menimpa manusia (modus) atau pusat peristiwa setelah semua peristiwa sejenis diurutkan secara urut (median). Adapun Qudratullah adalah Standard Deviasi. Peristwa yang kerap menyimpang dari keumuman yang terjadi pada kehidupan dan prosentase kejadiannya sangat kecil.
Sunatullah adalah ketika orang terbakar dan mati karena dia melompat dalam kobaran api. Sementara Qudratullah adalah ketika Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup namun api bukan hanya tidak membunuhnya, tetapi juga menjadi dingin bagi tubuhnya.
Sunatullah dan Qudratullah sama-sama ada dalam kehidupan manusia. Namun meski keduanya ada, patokan manusia tetaplah Sunatullah bukan Qudratullah. Bila tidak ragu kalau rujukan utama kita adalah Sunatullah, bisa dicoba dengan mendekatkan tangan ke api. Silahkan diperhatikan apakah yang terjadi itu Sunatullah atau Qudratullah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H