Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kehidupan Menurut Sains dan Agama

11 Maret 2022   06:18 Diperbarui: 11 Maret 2022   06:24 867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bila Plato memperkenalkan istilah "Allegory of the Cave" untuk menggambarkan perlunya menelisik hal yang idealistik, Aristoteles bersikap sebaliknya. Menurut Aristo, manusia mesti memberikan perhatian kepada hal-hal yang sangat realistik. Seperti kepada tumbuhan yang ada dalam kehidupan manusia. Melalui Aristoteles inilah orang kemudian berbicara tentang kategorisasi. Upaya untuk memilah suatu hal berdasarkan kesamaan.

Adalah Raphael, arsitek dan penulis masa Renaisance dari Italia, yang memberikan gambaran perihal kedua penerus Socrates ini. Raffaello Sanzio da Urbino, nama asli Raphael, melukis dinding Palazzo Apostolico, kediaman resmi Paus Paulus di Vatikan, dengan lukisan berjudul "Scuolo di Atene" School of Athens atau Mazhab Athena.

Pada lukisan yang dibuat sepanjang 1509 -- 1511 terlihat sekelompok orang sedang berkumpul di sebuah ruang besar. Di tengah kumpulan itu, ada dua lelaki yang berdiri di tengah dan menjadi pusat kumpulan. Bila lelaki sebelah kiri mengarahkan tangannya keatas sambil mengacungkan satu jarinya, maka lelaki sebelah kanan mengarahkan tangannya kebawah dengan lima jari yang terbuka.

Lelaki sebelah kiri adalah Plato. Tangan dan telunjuk jari yang mengarah keatas bermakna bahwa yang benar itu satu dan dia ada diatas sana. Alam idea. Sementara lelaki sebelah kanan adalah Aristoteles. Melalui tangan yang mengarah kebawah dia mengingatkan bahwa kita mesti memperhatikan dunia ini. Kelima jari yang terkembang bermakna bahwa dunia ini bisa dikenali dengan mengaktifkan kelima panca indra kita.

Bila Plato yang menunjukan satu jari nya keatas membuat orang mempelajari dunia spiritualitas, maka Aristo dengan tangan terbuka kebawah mengajak orang mempelajari realitas. Bila ajaran Plato sering dikutip para agamawan, maka ajakan Aristoteles melahirkan banyak ilmuwan. Dalam kehidupan sekarang, kedua hal inilah yang sedang menjadi patokan manusia. Agama di satu sisi dan Ilmu Pengetahuan di sisi lain.

Sejatinya Agama dan Ilmu Pengetahuan adalah dua yang sinergis sebagai pemandu manusia. Keduanya memandu pada dua level yang berbeda. Namun riwayat kehidupan manusia menunjukan hal yang kontras. Pada satu sisi pernah terjadi dominasi Agama atas Ilmu pengetahuan dan begitu juga sebaliknya. Sayangnya dominasi yang terjadi sangat ekstrem sampai menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam Agama dan Ilmu Pengetahuan.

Ajaran dasar Agama tentang pengayoman hidu manusia pernah menjadi alat eksekusi bagi orang-orang yang merumuskan Ilmu pengetahuan dengan dalih Agama. Begitu juga sebaliknya. Dominasi Ilmu Pengetahuan tanpa sadar telah menjadi alat persekusi sosial bagi orang-orang yang melihat Agama sebagai hal yang sangat penting bagi kehidupan dirinya.

Padahal bila ajaran Agama menyatakan secara ekstrinsik perlunya Ilmu Pengetahuan, maka Ilmu Pengetahuan secara intrinsik menyatakan perlunya instrumen lain untuk memahami kehidupan. Sementara bila Ilmu pengetahuan adalah upaya untuk memahami dan memprediksi kehidupan, maka penolakan akan kemutlakan adalah bawaan Ilmu pengetahuan. Meskipun Ilmu pengetahuan berperan sangat besar dalam kemajuan.

Sinergitas Agama dan Ilmu Pengetahuan serta penolakan Ilmu Pengetahuan terhadap kemutlakan bisa kita lihat pada cara Matematika mendefinisikan manusia. Matematika menjadi sangat penting karena Matematika adalah dasar pengembangan Sains. Kita bisa melihat ini pada situasi sekarang.  

Di dunia yang sedang ditenggelamkan informasi, Matematika kembali menunjukan elan vitalnya. Timbunan data yang tidak terstruktur, dengan mudah diurai. Melalui dan dengan Matematika, orang merancang berbagai macam bentuk algoritma machine learning untuk mengurai data dan memprediksi masa depan. Alpha Go, artificial intellegence google yang meniru permainan tradisional Go dari China, bisa mengalahkan juara dunia Go dari China Ke Jie. Diantara kuncinya karena Alpha Go bisa memprediksi berbagai langkah Go dari Ke Jie. Sementara Go dikenal sebagai permainan tradiosional yang paling rumit di dunia.

Meski Alpha Go buatan Google bisa memprediksi dengan tepat langkah-langkah Ke Jie dan mengalahkannya, dunia Data Science sendiri pada dasarnya tidak mengenal prediksi yang bernilai tepat 100%. Bila sebuah kalkulasi algoritma sebuah machine learning menghasilkan angka 100% atau nilai pasti, Data Scientist sepakat bila angka tersebut pasti keliru. Ada banyak hyperparameter, bahkan mungkin tahap preprocessing data, yang mesti diteliti kembali. Karena dalam Matematika tidak ada hitungan yang bersifat mutlak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun