Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Italia, Juara Dunia dengan Sepak Bola Machiavelli

22 November 2020   15:03 Diperbarui: 22 November 2020   15:12 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara luasan, Belanda adalah adalah negeri dimana 50% tanahnya berada di bawah permukaan laut. Sisanya, terlalu sempit untuk dihuni penduduk yang terus bertambah. 

Untuk menyiasati kondisi ini, maka negeri ini terus menerus melakukan reklamasi untuk memperluas daratan. Selain itu, Belanda juga memperketat mempunyai disiplin sangat ketat dalam pengaturan tanah dan peruntuannya. Kanal, selokan air, bendungan kecil dan besar, harus ditata dengan rapi. Belanda adalah negeri paling padat dalam ukuran per meter persegi, dan pengaturan tanahnya adalah yang paling teratur.

Karena itu secara intrinsik orang Belanda dikenal sebagai orang yang memiliki spatial neurotic, tergila-gila oleh ruang dan pemanfaatannya. Karena keberadaan bangsa ini bergantung dari cara mereka merawat tanah yang tidak seberapa luasnya.

Namun seberapapun besarnya upaya pembenahan fisik yang dilakukan, tidak pernah bisa memfasilitasi kebutuhan ruang luas bagi orang Belanda. Perlu ada upaya lain untuk menjadikan tanah Belanda sebagai tempat yang terasa nyaman dan luas. Disinilah kemudian orang Belanda membangun daya khayal di benak untuk melihat ruang yang sempit terlihat lebih luas. Jadi selain ada pembenahan fisik tanah, orang Belanda pun membangun daya khayal akan ruang di negerinya.

Karena orang Belanda juga membangun ruang imaginasi tentang ruang, tata kota di negeri ini mempunyai perbedaan signifikan dibanding negara-negara Eropa lainnya. Meski negerinya sempit, tapi tata kotanya dibuat sedemikian rapi sehingga terasa longgar. 

Tata kota di Belanda dianggap yang paling kompak di dunia. Bangunan-bangunannya inovatif, tidak umum, tidak normal tapi terkesan longgar dan luas. Karena semua ketidak normalan itu dibentuk sebagai upaya menciptakan ruang tambahan di alam imajinasi orang Belanda.

Karena pentingnya memanfaatkan ruang inilah di tahun 1970-an ada gerakan sosial bernama Total. Sebuah gerakan memahami kehidupan perkotaan secara menyeluruh dengan mengatur urbanisasi, lingkungan, dan pemanfaatan energi dalam satu totalitas. Dilakukan supaya semua ruang yang tersedia di Belanda bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Obsesi masyarakat Belanda untuk menciptaka ruang yang longgar bukan hanya terjadi dalam dunia arsiterktur, tapi juga dalam normal sosial. Dibanding negara Eropa lainnya, Belanda dikenal sebagai negeri dengan norma sosial paling longgar. Ketika di negara Eropa lainnya orang mesti sembunyi-sembunyi untuk bisa menghisap ganja dan mariyuana, di Belanda orang bisa menghisapnya di pusat kota, Vondel Park.

Obsesi menciptakan ruang yang longgar ini juga menjalar ke Sepakbola. Permainan Sepakbola Belanda adalah permainan memanfaatkan dan mengeksploitasi ruang sedemikian rupa.

Ukuran lapangan sepakbola dimana-mana semuanya sama. Tapi orang Belanda terbiasa membangun ruang luas abstrak di kepala. Membesar dan mengecilnya ruang bukan hanya tergantung pada ukuran di alam nyata, tapi dari cara mengeksploitasinya. Disinilah total football sebagai sebuah permainan memanfaatkan ruang muncul.

Ketika lawan menguasai Bola, ruang harus dibuat sempit. Caranya adalah dua sampai tiga pemain terdekat harus mendekat untuk menekan kepada lawan yang menguasai bola. Tidak perduli apakah dia itu pemain penyerang atau bertahan. Sehingga bagi lawan, ruang terasa sempit. Tekanan harus diberikan secepat mngkin bahkan ketika Bola nya masih bergulir di jantung pertahanan. 

Sebaliknya ketika teman sendiri menguasai Bola, maka ruang harus dibuat lebar. Pemain-pemain lain harus bergerak aktif membuka ruang sehingga lapangan terlihat luas. Permutasi pemain dalam setiap posisi yang dilakukan secara cepat inilah yang menjadi ciri utama Sepakbola Belanda.

Bila dalam arsitektur upaya memperluas ruang disebut dengan gerakan Total, maka dalam Sepakbola gerakan ini disebut dengan Total Football. Sebuah permainan bola yang mengandalkan fleksibilitas posisi pemain, pergerakan pemain sebagai konsekuensi dari upaya untuk mencpatakan ruang agar bisa di eksplotasi semaksimal mungkin. Jadi Total Football Belanda lahir dari Psyche orang Belanda yang tergila-gila dengan ruang dan pemanfaatannya.

Begitulah kira-kira pandangan David Winner tentang Sepakbola Belanda yang dituangkan dalam buku "Brilliant Orange; The Neurotic Genius of Dutch Football" yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2000. Winner sendiri adalah orang Inggris yang tergila-gila dengan Sepakbola Belanda.

Bila judul tulisan ini adalah tentang Italia, lalu bagaimanakah cara negeri spagheti ini membangun Sepak bolanya?

Dalam Becoming Champions, dokumenter tentang negara-negara peraih Piala Dunia, John Carlin seorang penulis dari Italia mengatakan bahwa Italia terkenal dengan efisiensi dalam seni dan arsitekturnya. Prinsip efisiensi inilah yang mempengaruhi gaya permainan Sepakbola Italia. Namun pengaruh efisiensi bukan hanya didapat dari seni dan arsitektur saja, tapi juga dari salah satu pemikir Italia masa renaisans, Niccolo Machiavelli. Karena Macchiavelli adalah Raja efiesiensi dan Raja pragmatis.

Nama lengkapnya adalah Nicolo di Bernardo dei Machiavelli. Hidup sepanjang tahun 1469-1527. Dianggap sebagai bapak filsafat dan ilmu politik modern yang dikenal dengan bukunya "The Prince" (Il Principe). Meski dikecam dan dibenci karena pandangan politiknya dalam The Prince jauh dari moralitas, faktanya pendapat Machiavelli menjadi pegangan banyak kalangan. Benito Musollini misalnya. Pemimpin Italia ini menyebut The Prince sebagai "vade mecum for statesman", manual untuk para negarawan. Senada dengan Napoleon yang mengatakan bahwa the Prince "The only book worth reading", satu-satu nya buku yang layak dibaca.

Mungkin untuk memahami tulisan politik Machiavelly dalam The Prince, bisa difahami dalam paragraph awal buku Bertrand Russel "History of Western Philosophy..." ketika menulis Machiavelli.

Menurut Russel, Renaisans memang tidak melahirkan filosof teoritis yang penting, namun Renaisans melahirkan manusia besar dalam kancah filsafat politik, yaitu Niccolo Macchiavelli. Filsafat politiknya bersifat ilmiah dan empiris, didasarkan pada pengalaman kehidupannya sendiri dan berbicara tentang cara meraih tujuan tertentu. Terlepas apakah tujuan itu baik atau buruk, tujuan-tujuan yang diungkapkan Machaivelli pada suatu ketika laik kita sambut dengan tepuk tangan.

Dari uraian Russel, terbaca bahwa Machiavelli tidak sedang membicarakan politik seharusnya, tetapi politik senyatanya. Machiavelli tidak membicarakan normativitas dan idealitas politik, tapi sedang membicarakan realitas politik. Karena Machiavelli sendiri adalah orang yang terlibat langsung dalam politik di Florence. Sebuah negara kota yang sekarang ini menjadi bagian dari negara Italia. Jadi bila orang mempertanyakan moralitas politik dalam The Prince, pasti tidak akan ditemukan. Karena Machiavelli sedang membicarakan realitas politik dan cara mempertahankan kekuasaan.

Machiavelli sendiri hidup pada masa ketika negara kota Florence sedang ramai dengan perseteruan politik. Politik di Florence, dipenuhi penguasa yang berasal dari keluarga kaya dan kuat. Dalam rangka mempertahankan dan memperebutkan kekuasaan, mereka bukan hanya bekerja sama dengan para konglomerat, tapi juga para agamawan. Karena yang penting itu adalah mencapai tujuan.

Menurut Carlin, pragmatisme sepakbola Italia tercermin dari Cattenacio nya. Sepakbola defensif. Menumpuk banyak pemain di lini pertahanan dengan sekali-kali melakukan serangan balik ketika lawan terlihat lengah. Sepakbola yang tidak atraktif dan tidak indah tapi terbukti ampuh membawa kemenangan bagi Italia.

Lilian Thuram, anggota timnas Prancis yang dikalahkan Italia pada Final Piala Dunia 2006 di Berlin Jerman yang juga meniti karir di Liga Italia, mengatakan bila kemenangan sudah menjadi budaya orang Italia. Bagi orang Italia, tim boleh bermain buruk tapi mereka tetap harus menang minimalnya skor 1-0. Kita juga tidak akan pernah tahu skill kelas dunia apa yang dimiliki oleh Filippo Inzaghi. Namun, semua tahu Inzaghi adalah salah satu striker legendaris Italia dengan 278 gol untuk klub dan timnas dan memenangkan banyak trophy.

Hal lain dari Machiavelli adalah ketika dia banyak memberikan saran destruktif dalam mempertahankan kekuasaan. Seperti menyarankan cara terbaik menuntut kepatuhan manusia adalah dengan ancaman, bukan persuasi apalagi cinta. Karena Machiavelli melihat manusia sebagai makhluk yang mempunyai karakter jahat.

Dalam Sepakbola Italia, hal ini tercermin dari cara bermain Sepakbola. Bagi orang Italia, Sepakbola adalah olahraga yang memakai salah satu organ tubuh yang sulit dikontrol, yaitu kaki. Sepakbola bukan sepakbola memakai tangan, organ tubuh yang gampang dikontrol. Karena kaki susah dikontrol, maka salah satu tugas pemain sepakbola Italia bukan tidak melakukan pelanggaran, tapi meminimalisir pelanggaran. Berbeda dengan Sepakbola Belanda atau Brazil yang menuntut keindahan.

Namun hal menarik lainnya adalah pendapat journalist Italia Gianni Bondini. Menurut Bondini, sepakbola Italia adalah sepakbola bermasalah. Hanya saja makin bermasalah, makin menuai banyak kemenangan dan juara.

Ketika Italia menjadi Juara Dunia tahun 1934 dan 1938, Sepakbola adalah komoditas politik. Benito Musollini menjadikan Sepakbola sebagai sarana untuk menyatukan Italia dan menularkan ide-ide fasisnya. Karenanya pemain sepakbola Italia ketika itu mengkampanyekan fasis.

Sementara ketika Italia Juara Dunia tahun 1982 dan 2006, Sepakbola Italia justru sedang bermasalah akut. Media dan masyarakat bukan hanya menyoroti pemilihan pemainnya, tapi juga skandal judi bola yang melibatkan pemain timnas dan pengurus federasinya. Bila Paolo Rossi pada tahun 1982 baru selesai menjalankan hukuman skorsing karena terlibat judi bola, maka Guanluigi Buffon dengan Juventus tim nya, sedang menjalani hukuman degradasi ke Seri-B karena skandal pengaturan skor. Namun ternyata, keduanya adalah bagian tidak terpisahkan dari timnas Italia meraih Piala Dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun