Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mutamimmul Ula, Politisi Berprinsip

7 Mei 2020   11:23 Diperbarui: 7 Mei 2020   11:39 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak tahu apakah cerita teman saya ini masuk didalam buku itu atau tidak. Hanya saja pada kesempatan itu, teman saya tadi bercerita. Menurut dia, Mas Tamim adalah anggota DPR yang menolak keras privatisasi sumber daya air. Dia menolak segala macam bentuk persuasi dan lobby baik yang dilakukan oleh World Bank maupun perusahaan air dunia. Mu'tamimul Ula susah disuap. Vokal menyatakan penolakan terhadap pasal-pasal privatisasi dalam UU sumber daya air. Karena itu hanya menguntungkan perusahaan air dunia dan merugikan masyarakat Indonesia.

Menurut teman saya tadi, selain Mutamimmul Ula, adalagi satu anggota DPR yang juga vokal menyatakan penolakan terhadap privatisasi sumber daya air. Susah didekati dan disuap World Bank dan perusahaan air dunia. Namanya Abdul Hakam Naja. Perbedaannya, Mutamimmul Ula berhasil membawa sikap penolakannya terhadap privatisasi sumber daya air menjadi suara resmi partai. 

Perihal politik dan politisi, saya selalu teringat ucapan Mahatma Gandhi. Menurut Gandhi ada tujuh dosa sosial yang kerap terjadi. Ketujuh dosa sosial itu adalah politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan, dan peribadatan tanpa pengorbanan.

Khusus dalam hal politik, Gandhi tidak menyebutkan warna atau pandangan politik sebagai sebuah kesalahan. Tapi mengingatkan, bahwa berprinsip dalam politik itulah yang penting. Karena itu masalahnya bukan apakah kamu politisi pro rakyat atau politisi pro nilai agama. Tapi apakah prinsip pro rakyat atau pro nilai agama itu menjadi pegangan atau tidak. Masalahnya bukan kamu politisi merah atau politisi hijau, tapi apakah kamu mencuri atau tidak ketika berpolitik. Prinsip politik merah atau hijau apa yang dituangkan dalam aktivitas politik kamu. Itu yang menjadi hal penting.

Sepanjang pergaulan saya dengan Mas Tamim, sebagai politisi almarhum bukanlah jenis politis yang disebut Gandhi memiliki dosa sosial akut, yaitu politisi tanpa prinsip. Almarhum adalah jenis politisi yang teguh memegang prinsip. Karena itu banyak yang tetap menghormatinya meski berbeda pandangan dan aliran politik. Apalagi cuma berbeda partai.

Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Rajiun

Allahummagfirlahu warhamhu waafihi wa'fu anhu

Salam Hormat dari Kami

Delianur

Mantan Ketua Umum PB PII 2006

Sumber: Republika
Sumber: Republika

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun