Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Front of Class", Keberhasilan Seorang Pengidap Tourette Syndrome

15 Maret 2020   14:34 Diperbarui: 15 Maret 2020   14:42 2020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Front of Class

Kalau menurut situs mayoclinic, Tourette (too-RET) syndrome adalah :  a disorder that involves repetitive movements or unwanted sounds (tics) that can't be easily controlled. For instance, you might repeatedly blink your eyes, shrug your shoulders or blurt out unusual sounds or offensive words.

Jadi kalau ada orang bersuara atau menggerakan salah satu anggota tubuhnya berulang-ulang tanpa bisa dia kendalikan, maka kemungkinan dia mengalami Tourette syndrome. Syaraf-syaraf dalam tubuhnya tidak bisa mengontrol gerakan tubuhnya. Meski sudah ada treatment untuk menanganinya, tapi penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Ini syndrome yang jarang dialami orang. Di Indonesia katanya 150 ribu kasus dalam setahun.

Secara medis, Tourette syndrome tidak menjijikan dan mengurangi vitalitas fisik. Karena tidak ada luka ataupun serangan terhadap jaringan organ tubuh. Tidak juga menular sehingga menimbulkan wabah seperti virus corona. Karena Tourette Syndrome adalah penyakit bawaan dari lahir.

Tapi Syndrome ini sangat mengganggu kehidupan sosial pengidapnya. Orang yang menderita Syndrome ini, tidak hanya akan mendapat cibiran dari sekelilingnya, tapi juga akan dianggap menganggu kehidupan sosial. Orang pasti akan menyingkirkannya dalam kehidupan sosial. Teman, adik, dan orang tua, akan malu kalau berjalan bersama pengidap Tourette Syndrome.

Bayangkanlah anak SD pengidap Tourette Syndrome. Dia pasti bukan hanya akan menjadi bahan olok-olok teman-temannya, tapi juga akan dianggap sebagai penganggu proses belajar mengajar. Ketika dalam ujian butuh keheningan, dia malah mengeluarkan suara yang menganggu suasana ujian. 

Dia juga pasti tidak bisa memasuki perpustakaan. Karena suara tidak terkontrol yang dikeluarkan mulutnya, akan mengganggu ketenangan perpustakaan. 

Secara personal, dia juga pasti mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi baik ketika membaca maupun menulis. Karena suara-suara atau gerakan yang tidak bisa dia kontrol itu, akan selalu menginterupsi dan mengganggunya.

Diluar sekolah, pengidap Tourette Syndrome tidak bisa menghadiri upacara pemakaman. Karena suaranya akan menganggu kekhusyukan jemaah lainnya. 

Orang juga akan berpikir ulang untuk mengajaknya makan siang atau makan malam di sebuah restaurant. Karena lagi-lagi orang akan terganggu dengan suaranya dan hanya akan menjadi pusat perhatian kesinisan dan kejengkelan.

Lalu bagaimanakah bila ada pengidap Tourette Syndrome yang mencoba melawan segala halangan-halangan yang timbul dari Syndrome yang dia hadapi?Apa saja hal-hal yang mesti dia miliki untuk melawan implikasi sosial yang dia hadapi karena mengidap Tourette Syndrome?Lalu apa yang akan dia raih bila dia berhasil menghadapinya?

Front of The Class adalah film berdasar kisah nyata yang menceritakan kisah Brad Cohen sebagai pengidap Tourette syndrome. Selain dari itu, visualisasi kehidupan Brad Cohen ini juga menceritakan upaya Cohen untuk mewujudkan cita-cita nya menjadi seorang Guru. 

Bayangkan saja hambatan tekhnis yang akan dialami oleh Cohen manakala ingin menjadi seorang Guru. Dia tidak hanya akan menghadapi proses rekruitmen sekolah yang tidak memahami Tourette syndrome, dia juga pasti akan mendapat kesulitan tekhnis ketika mengajar.

Mungkin yang menarik dari Brad Cohen, bukan hanya ketabahannya menghadapi sikap masyarakat dan teman sekeliling, tetapi sikap mental nya menghadapi Tourette Syndrome yang dia idap. 

Suatu kali bersama Ibu nya mencari komunitas pengidap Tourette Syndrome untuk berbagi pengalaman dan mencari solusi dari permasalahan sosial yang mereka hadapi. Ketika komunitas itu berhasil ditemui, Cohen dan Ibu nya justru tidak tertarik bergabung di komunitas tersebut. 

Karena menurut Cohen, Tourette Syndrome bersama masalah yang mengitarinya, mesti mereka hadapi bukan mengalienasi diri dengan berkumpul di tempat tersembunyi. Pengidap Tourette syndrome harus berani keluar bukan bersembunyi.

Mungkin yang paling menarik adalah sikap Cohen sendiri terhadap Tourette syndrome. Ketika Bapak nya merasa bersalah karena tidak bisa melindungi Cohen dari segala kesinisan sosial akibat Tourette Syndrome, Cohen justru mempunyai sikap lebih jauh dari itu. 

Menurut Cohen, Bapaknya tidak perlu susah-susah ingin memperbaiki keadaan karena Tourette syndrome sudah tidak bisa diperbaiki. Cohen sudah tidak menganggap Tourette Syndrome sebagai masalah, tapi dia menganggap syndrome yang diidapnya sebagai guru besar. Karena dari Syndrome itulah dia belajar untuk tidak menyerah, terus belajar dan tidak ingin dikalahkan.

Tapi diluar cerita tentang Brad Cohen dengan Tourette Syndrome nya, hal yang menarik dari film-film Amerika adalah banyaknya film sejenis Front of Class. Film yang menceritakan tentang upaya keras seseorang untuk mencapai keberhasilan, meskipun dikelilingi banyak halangan yang secara umum sering dianggap tidak mungkin diselesaikan. 

Bila Achieving Society yang disebut David Mclelland itu dapat terbentuk karena adanya cerita-cerita yang menginspirasi masyarakat untuk berkarya dan berprestasi, maka bisa dikatakan bahwa Front of Class adalah bagian dari film yang mendorong terbentuk nya Achieving Society di Amerika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun