Mungkin yang paling kentara dari penerapan Agama sebagai candu, adalah ketika orang mengintrodusir istilah-istilah Agama dalam menghadapi virus Corona. Seperti meminta orang untuk berdoa dan istighasah dalam menghadapi Corona. Mengatakan bahwa Corona tidak bisa masuk Indonesia karena orang Indonesia rajin qunut.
Sementara pada saat bersamaan, tidak ada tindakan preventif yang sistematis dan terukur dalam menghadapi wabah ini. Hal yang terjadi justru sebaliknya. Orang disuruh rajin beribadah untuk menghindari Corona, tapi orang yang berasal dari negara terjangkit Corona, justru dipersilahkan masuk Indonesia. Bahkan diundang dan diberi discount. Mengutip ungkapan Garaudy diatas, tindakan diatas itu seperti meyakini bahwa jalan menuju Tuhan itu terjadi dengan cara menghindari problem-problem historis (real). Karena Corona tidak cukup dihadapi dengan doa dan istighasah, tapi dia juga harus dilengkapi dengan tindakan pencegahan yang terukur, terencana dan sinergis.
Namun sebetulnya yang agak mengkhawatirkan adalah ketika term-term Agama itu dimunculkan untuk menyembunyikan dan membela kegagapan pemimpinnya dalam menghadapi kondisi kritis seperti sekarang. Karenanya jangan-jangan yang kita hadapi sekarang bukan hanya orang yang sudah menjadikan Agama sebagai Candu, tapi Idola mereka sebagai Candu.
Berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H