Menghadapi Covid-19, Jagalah Kesehatan mu !...
Pada masa-masa awal virus corona menyebar ke luar China, seorang saudara yang tinggal di Desa menelepon. Menurutnya, sekarang ini bisnis yang paling prospektif adalah berjualan masker. Karena di daerah, kebutuhan masker meningkat sementara masker susah didapat. Beberapa perusahaan besar, terdeteksi menyuruh pegawainya"sweeping" masker ke apotek-apotek untuk dibeli. Harga masker melambung. Bisa sampai 40-50 ribu/box.
Mencoba mencari informasi lain, saya coba hubungi teman yang terbiasa jual-beli barang. Menurutnya, informasi itu benar. Distributor alat kesehatan di Jakarta itu adanya di Jalan Pramuka. Menurut informasi yang dia dapatkan dari Jalan Pramuka, saat itu ada tiga alat kesehatan paling dicari. Masker, hand sanitazer, dan glove. Dari dia saya baru faham betapa tingginya harga 40-50 ribu/ box masker. Karena harga asalnya hanya belasan ribu. Malah menurut dia,40-50 ribu itu murah. Karena sekarang harganya naik sampai 200 ribu/box.
Masih penasaran, saya telepon kakak. Apoteker yang juga pemilik apotek di Bandung. Informasinya tidak berbeda. Katanya, masker memang sedang susah. Jarang. Kalau ada pun harganya berlipat. Dia tidak bisa memenuhi permintaan masker. Karena distributor di Jalan Pramuka Jakarta pun kehabisan persediaan. Tidak ada informasi yang jelas kenapa kosong. Hanya spekulasi yang menyebutkan bila semua masker di kirim ke Singapura. Karena Singapura panik sedang terserang virus corona.
Melalui internet, saya mencoba mencari tahu. Tidak ada investigasi media perihal masker. Berita media yang banyak jadi sorotan adalah statemen Mentri Kesehatan tentang masker. Alih-alih menjelaskan kenapa masker menjadi sangat mahal, jarang dan rencana pemerintah menangani masalah ini, Menkes justru menyalahkan orang yang membeli Masker. Mungkin disalahkan karena dianggap tidak menjaga kesehatan sehingga takut terpapar Covid-19. Padahal kebutuhan Masker tidak hanya berkaitan dengan penyebaran virus corona.
Minggu berikutnya, saya mulai mendapatkan sedikit gambaran perihal masker yang jarang ini. Teman yang usahanya retail tadi memberikan cerita baru. Temannya, vendor sebuah perusahaan besar, mendapat order tidak biasa. Bagian pengadaan minta dibelikan masker sebanyak mungkin. Satu box masker dihargai Rp 150.000. Menemani temannya itu, dia pun pontang panting mencari masker. Akhirnya didapatlah sekitar 150 boxes masker. Masih jauh dibawah permintaan. Tapi tetap diterima. Selain karena masker sedang jarang, juga memang dibutuhkan.
Ketika menyerahkan masker itulah akhirnya bagian pengadaan menceritakan asal mula order tidak biasa itu. Katanya itu instruksi langsung komisaris perusahaan. Begitu perhatiannya komisaris terhadap masker, dia pun mengusahakan pengadaan masker sendiri melalui jalur lain dengan budget mencapai Rp 200.000/box. Karena sang Komisaris berasal dari China, diduga masker dikumpulkan untuk dikirim ke negeri asalnya. Bahkan ada spekulasi, sang Komisaris menjual kembali masker tersebut dengan harga berlipat. Masih dugaan. Karena tidak ada yang bisa diklarifikasi.
Namun beberapa hari lalu, saya mendapat peneguhan cerita teman diatas. Pada sebuah rapat di kantor sebuah media terkemuka yang melibatkan tokoh pers terkemuka, ada perbincangan informal penggiat pers perihal pembelian masker ini. Menurut seorang penggiat pers, dia mendapatkan cerita dari anaknya yang bekerja di sebuah Bank internasional. Kata anaknya, bos tempat dia bekerja menyuruh anak buahnya mencari masker sebanyak-banyaknya. Karena dia berasal dar China, maka diprediksi masker itu untuk dikirim ke China.
Setidaknya ada dua hal dari cerita masker diatas. Pertama ini adalah cerita remeh temeh. Kedua, tidak ada sumber yang bisa memberikan duduk perkara masker yang jarang ini. Tapi dua hal diatas menggambarkan bagaimana posisi kita dalam riuh negara di dunia menghadapi wabah Covid-19 ini. Ketika negara lain super sibuk melindungi warganya dari virus corona, kita malah kehilangan hal yang paling kecil untuk melindungi diri; masker. Ketika penduduk negara lain mendapat arahan yang jelas untuk menghadapi virus ini, kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan dalam kondisi seperti sekarang.
Sebelum beranjak mengetahui cara pemerintah mengisolasi dan mengosongkan sekolah, mall atau kota untuk menangani wabah ini, sekedar mengetahui strategi pemerintah menghadapi Covid-19 kita tidak tahu. Pemerintah hanya mengatakan bahwa kita zero Covid-19. Namun Special treatment yang membuat kita berbeda dengan Amerika, Jepang Australia, Prancis yang sudah terjangkit Covid-19, itu tidak jelas. Informasi paling jelas yang kita dapat dari pemerintah adalah, bahwa pemerintah menggelontorkan uang sebanyak 72 miliar untuk membiayai influencer dari efek negatif virus corona.
Berdasar informasi media, kita menemukan bahwa pejabat negara tertinggi yang kerap berbicara tentang hal ini adalah pejabat bidang ekonomi. Beliau meminta supaya TKA China yang sedang bekerja menyelesaikan projek-projek infrastruktur, kembali ke Indonesia menyelesaikan kerjanya. Ketika Saudi Arabia memutuskan menolak jamaah umrah dari Indonesia karena antisipasi wabah virus corona, pejabat tinggi tersebut menyatakan akan melobby Saudi Arabia untuk membatalkan keputusannya. Kemudian hari melalui penjelasan Wapres kita mengetahui bahwa ini berkaitan dengan kerugian ekonomi. Jadi semuanya berkaitan dengan ekonomi atau perputaran uang.