Namun bukan berarti komunikasi empatik antara dokter dan Rumah Sakit sudah terbangun sedemikian rupa. Setidaknya beberapa waktu lalu, ketika seorang dokter yang sekarang menjadi pejabat tinggi negara ditanya mengenai tingginya harga masker, dia justru menyalahkan masyarakat yang membelinya.
Padahal masyarakat sudah dirugikan dengan kenaikan harga. Bukannya menjelaskan situasi yang sedang terjadi dan memberikan pengharapan bahwa situasi itu bisa ditangani segera. Â
Berkaitan dengan Komunikasi Kesehatan, komunikasi sebagai bagian dari penyembuhan, saya selalu terkenang dengan paparan Martin E.P Sellignman dalam bukunya berjudul "Authentic Happiness" terbit tahun 2002.
Dalam buku tersebut dituliskan bagaimana pengalaman Sellignman menghadapi seorang pasien di sebuah klinik. Pengalaman inilah yang menjadi titik balik seorang Sellignman dalam melihat pasien dan juga Ilmu Psikologi.
Disebutkan ada seorang Pasien perempuan yang mengalami penyakit mental akut di sebuah klinik pengobatan. Kepala perempuan tersebut mesti diberi Helm sebagai perlindungan. Karena tiap beberapa menit dia selalu membentur-benturkan kepalanya ke tembok.
Menurut semua dokter dan perawat yang pernah menanganinya, pasien tersebut sudah tidak punya harapan untuk sembuh. Semua obat sudah dimasukan ke tubuhnya dan semua terapi juga sudah dilakukan.
Tetapi perempuan tersebut tetap saja membentur-benturkan kepalanya ke dinding. Satu-satunya solusi ketika pasien tersebut tidak bisa dikendalikan lagi, adalah dengan membiusnya. Tidak ada yang lain.
Seperti juga dokter dan perawat yang sudah menangani pasien tersebut sebelumnya, Sellignman awalnya juga buntu berhadapan dengan pasien tersebut. Sellignman tidak mempunyai jalan keluar dari kondisi akut yang dialami pasienya. Sepertinya obat kimia dan kematian adalah solusi dari permasalahan yang dihadapi pasien tersebut.
Namun menurut Sellignman, ketika dia berhadapan dengan pasien tersebut, dia melihat adanya tatapan mata yang menyiratkan permohonan pertolongan kepada Seligman. Tatapan matanya seperti mengatakan kalau dia ingin sembuh.
Tatapan mata penuh pengharapan itulah yang membuat Sellignman bertahan untuk tetap menangani pasien tersebut. Sellignman terus berupaya mencari cara menyembuhkan pasien akut tersebut.
Ternyata tatapan mata penuh pengharapan serta respon Sellignman terhadap sisi kemanusiaan pasien tersebut, bukan hanya membuat Sellignman bertahan menangani pasien tersebut, tetapi juga menjadi pangkal kesembuhan pasien tersebut. Sellignman mempunyai cara pandang lain terhadap pasien tersebut.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!