Gibran yang sebelumnya menyatakan tidak akan maju dalam politik dan hanya akan berjualan saja, bahkan ketika Bapak nya digadang-gadang akan menjadi DKI-1 saja dia tidak setuju, sekarang sudah melangkah menaiki tangga menjadi pemimpin politik. Hal yang bagaimana pun agak sulit dan tidak terbayang bila tidak melihat capaian orang tuanya sekarang.
Secara sosiologis dan politis, maka orang-orang diatas pada dasarnya adalah orang-orang istimewa karena mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki masyarakat banyak.Â
Ada kelebihan yang mereka miliki baik secara ekonomis, politis ataupun status sosial. Lalu ketika berbicara tentang kelebihan yang dimiliki oleh segelintir masyarakat, disinilah berlaku istilah yang diperkenalkan orang Prancis, Nobeless Oblige.Â
Bahwa kehormatan, kekayaan, dan kehormatan yang dimiliki sekelompok orang pada dasarnya mendatangkan kewajiban lebih yang tidak dimiliki oleh masyarakat kebanyakan. Orang-orang istimewa yang mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki masyarakat kebanyakan mempunyai tanggung jawab lebih dibanding masyarakat keumuman.
"Perawan Dalam Cengkraman Militer" tidak berbicara tentang golongan manusia istimewa dan cara mereka membangun mobilitas vertikal, namun dia bercerita tentang kisah perempuan-perempuan istimewa pada masa pendudukan Jepang yang kemudian menjalani kehidupan tragis. Namun bila kita cermati lebih dalam lagi, ketragisan tersebut sebetulnya juga milik negara ini. Kenapa dianggap seperti itu?
Setelah Jepang menyerang Amerika pada tahun 1941 pada masa Perang Dunia II, setahun berikutnya (1942) Jepang melancarkan serangan kilat ke Asia Tenggara hingga negara jajahan Barat di kawasan ini jatuh ke tangan Jepang. Termasuk diantaranya Indonesia.Â
Namun setahun berikutnya Sekutu menyerang balik sehingga membuat Jepang defensif tidak lagi agresif. Karena serangan ini, hubungan laut dan udara jadi terganggu dan Jepang tidak bisa lagi mendatangkan wanita penghibur dari Jepang, Cina, dan Korea untuk memenuhi hasrat seksual pasukannya. Sebagai gantinya, para gadis Indonesia direkrut sebagai wanita penghibur.
Gadis-gadis yang jadi wanita penghibur adalah gadis muda berusia 14-16 tahun. Mereka bukan datang dari kalangan masyarakat bawah atau kampung-kampung yang sedang menjalani romusha. Karena gadis dari kampung atau romusha, adalah perempuan dekil, tidak berpendidikan dan tidak tepat menjadi wanita penghibur.Â
Gadis-gadis yang menjadi wanita penghibur itu berasal dari kalangan menengah keatas. Mereka adalah anak-anak wedana, asisten wedana atau direktur perusahaan. Orang tuanya tidak sanggup menolak permintaan Jepang karena takut. Sementara para gadis itu menerima dengan suka cita ajakan Jepang karena diberitahu akan disekolahkan di Jepang
Jepang merekrut para gadis-gadis muda ini tidak melalui pengumuman terbuka dan memakai dokumen resmi. Polanya pemberitahuan dari mulut ke mulut dan dijalankan secara diam-diam. Pola yang dikemudian hari menimbulkan problem. Karena ketika pemerintahan Jepang sekarang dituntut memberikan ganti rugi, pemerintah Jepang menolaknya karena merasa tidak ada bukti formal bahwa mereka telah melakukan kejahatan ini.
Merujuk pada penelitian yang dilakukan Dr. Hirofumi Hayashi dan Dr. Ikuhika Hata, situs laman Wikipedia tentang Jugun Ianfu, istilah menunjuk pada wanita korban perbudakan seks bala tentara Jepang dalam Perang Dunia II di koloni Jepang pada kurun waktu 1942-1945, menyebutkan bahwa jumlah Jugun Ianfu adalah sekitar 20.000-30.000. Perempuan Jepang merupakan yang terbesar sekitar 40%, kedua Korea 20%, ketiga Tionghoa 10% dan 30% sisanya dari kelompok lain.