Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Lalu Apa Setelah Sidang MK?

26 Juni 2019   09:43 Diperbarui: 26 Juni 2019   10:05 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di beberapa WAG dan timeline media sosial, saya mendapat informasi bahwa akan ada perubahan jadwal pembacaan keputusan MK perihal sidang sengketa Pilpres. Perubahan dari tanggal berapa ke tanggal berapa, tidak saya perhatikan. Alasan perubahan serta pro kontra terhadap rencana itu, juga tidak saya baca. Karena seperti yang sudah bisa ditebak, pendapatnya akan disesuaikan dengan preferensi politik. Tidak jauh berbeda ketika terjadi kerusuhan di Jakarta bulan lalu. "Ekspresi kemanusiaan dan kepeduliannya", disesuaikan dengan pilihan politik.

Secara personal, tidak perlunya memperhatikan sidang MK itu dikarenakan bahwa arah putusan MK sudah bisa ditebak kemana. Hasil akhir putusan MK tidak akan memenangkan penggugat. Apapun dinamika yang terjadi di MK, hasil akhir sidang MK tidak akan jauh berbeda dengan keputusan KPU tentang siapa yang unggul dalam Pilpres kemarin.

Faktornya pasti banyak. Tidak akan mono causal tapi multi causal. Bisa jadi karena saksi kurang kredible, barang bukti tidak layak, argumentasi tim hukum yang lemah, sistem pemilu, sistem pembuktian hukum yang menuntut tingkat kuantifikasi yang sangat tinggi, pandangan hukum atau kecenderungan Hakim MK dan lain-lain. Faktor-faktor diatas bisa saja dikategorikan sebagai pemicu, sebab, latar, konteks dan lain sebagainya. Terserah masing-masing orang meyakininya.

Hanya bagi saya secara pribadi, ada problem besar yang berpengaruh terhadap hasil sidang MK yaitu perkara etika politik. Etika politik di negara kita ini masih rendah. Banyak pemakluman yang tidak hanya dilakukan untuk mengukuhkan kekuasaan, tapi menghindari perubahan radikal.

Diantara contoh gamblangnya bisa kita buat dengan melakukan perbandingan dengan negara lain. Di Amerika misalnya, Nixon mundur dari jabatan Presiden priode ke-2 karena skandal watergate. Skandal politik yang dimulai dengan tertangkapnya lima laki-laki yang berusaha mendobrak kantor Partai Demokrat untuk memasang alat penyadap. Pengadilan dan investigasi media membuktikan bahwa insiden itu dilakukan timses Nixon dalam rangka mensukseskan Nixon untuk menjadi Presiden Priode ke-2. Film All The President's Men dan Mark Felt bisa menjadi gambaran keterlibatan Dinas Intelijen Amerika dalam memenangkan Nixon.

Sementara itu di Indonesia, publik dengan sangat telanjang melihat kepolisian bergerak aktif mendukung incumbent. Orang bukan hanya menganggap ini bukan sebuah masalah, malah masih bertanya bukti kecurangan pemilu dimana. Dan itu bukan masalah calon petahana semata namun masalah banyak orang yang melegitimasi. Karena di sekeliling petahana, ada pemuka agama yang rajin menjelaskan panduan agama, pembela Pancasila yang mengungkap pentingnya nilai-nilai Pancasila untuk panduan hidup bernegara dan ada juga pemuka militer yang sering mengumbar diksi patriotisme.

Saya berpikir, Bambang Wijoyanto dkk mesti berpikirnya lebih jauh dari saya. Tim hukum yang diisi praktisi hukum, pakar hukum dan juga orang-orang yang tahu dan terlibat dalam politik praktis, mesti sudah tahu bahwa kekalahan itu sudah di depan mata. 

Namun gugatan itu mesti dilakukan karena masalahnya bukan hanya perkara menang dan kalah, tapi edukasi publik tentang bagaimana dinamika politik dan hukum kita. 

Pada titik inilah saya mengapresiasi Bambang cs meski saya sadar dia juga banyak diolok-olok orang. Karena dengan sidang MK itu sendiri secara tidak langsung sudah memberi tahu publik bagaimana sebetulnya dinamika pemilu kita.

Point penting dari kesaksian seorang Anas, bukan dia sedang menunjukan kecurangan tim Jokowi, tapi seperti itulah politik praktis yang sedang terjadi di tengah kita. 

Kesaksian penting pakar IT bukan pada adanya legitimasi dan delegitimasi terhadap pemenang pemilu, tapi kita jadi tahu ada permasalahan serius dalam teknis pelaksanaan pemilu kita. Intervensi teknologi untuk memanipulasi hasil, adalah sesuatu yang sangat mungkin dilakukan siapa saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun