Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jawa Barat: antara Ribut Illuminati dan Agenda Publik

11 Juni 2019   11:35 Diperbarui: 11 Juni 2019   11:46 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sontak seluruh tim menolak ide Jane. Menurut mereka, mengaitkan Capres lawan dengan Nazi itu sangat lemah. Lawan politik punya banyak bahan untuk membantahnya. Ketika seluruh tim mati-matian menolak karena dianggap mengaitkan dengan Nazi terlalu lemah dan akan dibantah secara massif oleh lawan politik, Jane tersenyum. 

Menurut Jane, justru itulah yang dia inginkan. Dia butuh bantahan massif dari lawan politik tentang keterkaitan dengan Nazi. Karena ketika bantahan itu massif muncul, maka secara tidak langsung kata Nazi selalu beriringan dengan nama lawan politik Castilo. Ada asosiasi yang muncul antara nama Nazi dengan nama rival politik dan lawan politik berkonstribusi membentuk asosiasi tersebut.  

Jane mengingatkan teman-temannya sesama Amerika tentang Lyndon Johnson, Wakil Presiden Amerika yang menjadi Presiden karena menggantikan Kennedy yang ditembak. Ketika Lyndon berkampanye menjadi senator, dia mengusulkan membuat isyu bahwa lawan politik nya pernah bercinta dengan Babi. Kontan, seluruh tim menolak ide tersebut. 

Selain absurd, tidak ada bukti juga sangat mudah dibantah lawan politik. Menurut Lyndon, justru itulah yang diharapkan. Bantahan massif lawan politik bahwa dia tidak bercinta dengan Babi. Karenanya nanti secara otomatis, antara kalimat bercinta dengan Babi dan nama lawan politiknya, terus beriringan disebut publik dan menjadi memory publik.

Bila kita tarik lebih jauh, pola Castilo dan Lyndon ini bisa kita kaitkan dengan propaganda ala Joseph Goebbels. Goebbels adalah Mentri Propaganda Nazi melakukan teknik propaganda yang disebut Argentum ad nausem atau Big Lie. 

Teknik yang mengajarkan bahwa cara untuk membuat orang percaya sesuatu adalah dengan menyebarkan kebohongan sebanyak-banyaknya. Jadi menurut Goebbels, kebenaran adalah kebohongan yang diucapkan berulang-ulang. 

Masa kampanye Pilpres kemarin, kita merasakan betul propaganda ala Goebbels ini. Ada propaganda massif tentang Capres turunan Cina dan Capres yang akan mendirikan khilafah. Padahal yang satu jelas Jawa nya sementara yang satu lagi militer tulen yang doktrinnya NKRI harga mati. Ironisnya, tidak sedikit orang percaya propaganda ini.

Cerita diataslah yang muncul di kepala saya ketika membaca riuhnya perdebatan tentang Masjid Ash Shofar yang dianggap menempelkan segitiga Iluminati lambang Dajjal. Awalnya mungkin hanya percampuran antara senyum dan gereget. Karena sebelum medsos menjadi media komunikasi, tidak sedikit orang yang berpikir konspiratif ala Ust Rahmat Baequni dkk. 

Sementara pada sisi lain, subjektivitas dalam menginterpretasikan sebuah simbol atau teks, adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Permasalahan timbul ketika interpretasi subjektif dijadikan alat untuk mendeskriditkan dan semakin tidak produktif ketika Kepala Daerah selevel Gubernur beberapa kali mesti turun langsung menjelaskan dan mengklarifikasi. Menjadikan hal ini seolah seperti agenda publik.

Fitnah atau interpretasi negatif ala Ust Rahmat Baequni memang perlu diklarifikasi. Karena ini juga menyangkut nama baik. Tapi apakah Jawa Barat akan ngabret (bergerak cepat) kalau Gubernur mesti turun langsung menyelesaikan hal seperti ini?

Karena pekerjaan Gubernur itu banyak dan menumpuk. Lagipula bukankah, design arsitektur Masjid tersebut dikerjakan dalam kapasitasnya sebagai konsultan Arsitek bukan sebagai Gubernur?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun