Melelehnya besi baja yang menopang dua menara kembar WTC Amerika karena hantaman pesawat terbang yang dibajak pada peristiwa 9/11-2001, tidak hanya akan menjadikannya sebagai peristiwa mengerikan di awal abad 21, tetapi juga menjadi penanda babak baru hubungan Islam dan Barat. Pasca 9/11, menjadi muslim di mata orang Barat apalagi muslim yang hidup di masyarakat Barat, menjadi sesuatu yang tidak mudah. Terlebih bila muslim yang dimaksud berparas Timur Tengah atau berasal dari negera-negera yang intensitas konflik Agamanya cukup tinggi seperti Afghanistan, Pakistan atau beberapa negara pecahan Russia.
Dalam film A Most Wanted Man yang diproduksi tahun 2014 ini sebagai contoh. Ada dua figur utama yang menjadi sentral dalam film ini yang yang berperan sebagai teroris dan terduga teroris. Keduanya muslim dimana yang satu berparas warga Timur Tengah sementara yang satu lagi berasal dari negara berpenduduk Islam dan mempunyai konflik yang sangat akut, Chechnya.
Dr. Faisal Abdullah (Homayoun Ershadi) adalah seorang filantropis yang ternyata mendonasikan sebagian hasil sumbangan kaum muslimin yang dia himpun untuk pergerakan Al-Qaeda. Sementara itu Issa Karpov yang diperankan oleh aktor pendatang baru dari Rusia, Grigoriy Dobrygin, adalah seorang Muslim Chechnya yang dituding sebagai teroris yang sangat berbahaya dan berada dalam intaian Badan Anti Teror Jerman.
Dalam dinamika pergerakan Islam itu sendiri, agak sulit membayangkan ada seorang filantrophis seperti Faisal Abdillah yang bergerak menyalurkan infak shadaqah kaum muslimin untuk gerakan Islam radikal seperti Al-Qaeda, tetapi dia berwajah Islam yang moderat. Mungkin film Bollywood berjudul Take Off, yang diangkat berdasar kisah nyata dan diantaranya menyinggung asal pembiayaan organisasi radikal seperti ISIS, bisa menjadi gambaran bagaimana sesungguhnya organisasi radikal itu dibiayai.
Sementara dalam figur Issa Karpov, secara tidak langsung film ini mengakui ada stereo type bahwa dia teroris hanya karena namanya Islam. Bahwa Issa mengaku sebagai pelaku peledakan pipa gas di Russia setelah di interview Dinas Rahasia Russia, itu tidak pernah bisa dijadikan alasan pembenar. Karena menurut intelijen Jerman, siapapun yang dinterview Rusia sampai 24 jam, pastinya dia akan mengakui semua tuduhan yang disampaikan.
Tetapi kembali ke film ini, pada dasarnya A Most Wanted Man sendiri bukanlah tentang muslim dan teroris atau muslim dan 9/11. Tetapi film tentang spionase, seperti juga film-film Mission Impossible atau Jason Bourne, dengan 9/11 dan muslim teroris sebagai latarnya.
Ceritanya adalah tentang seorang Issa Karpov yang datang secara illegal ke Jerman untuk mencari suaka politik di negeri Angela Markel ini. karena Issa adalah seorang muslim Russia yang datang dari wilayah konflik akut dan pernah dituding sebagai teroris, maka kedatangannya ke Hamburg menjadi pengawasan penuh Kepala Badan Anti Teror Jerman Gunther Bachman (Philip Seymour Hoffman). Namun, kepada pengacara Issa, Annabel Richter (Rachel McAdams), Bachman mengakui bahwasannya Issa adalah orang yang tidak bersalah. Karenanya Gunther menawarkan Annable kerjasama untuk melepaskan Issa dari problem pelik yang sedang dia hadapi.
Pada sisi lain, Bachman sendiri sedang mencurigai Faisal Abdillah sebagai kaki tangan Al-Qaeda yang bertugas mengumpulkan donasi. Hanya saja Bachman belum mempunyai informasi yang betul-betul akurat. Meskipun Bachman sudah berhasil menjadikan anak Faisal, Jamal (Mehdi Dehbi), sebagai informan bagi Biro Anti Teror Jerman. Gunther membutuhkan informasi yang lebih akurat untuk membuktikan bahwa Faisal adalah kaki tangan Osama bin Laden.
Sementara itu, sebagai intelijen Jerman, Gunther juga menghadapi permasalahan dunia intelijen yang cukup pelik. Mulai internal intelijen Jerman yang berbeda pendapat dalam penanganan Issa dan Faisal Abdillah, sampai dengan intelijen Amerika yang terus menekan, berlaku culas dan tidak segan mengkhianati kawan seiring dengan alasan demi kehidupan dunia yang lebih aman. Robin Wright (Martha Sullivan) bisa berlagak begitu supel, ramah terhadap Gunther tapi dengan sangat dingin menusuk Gunther dari belakang.
Ketiga dinamika inilah yang kemudian berhasil diramu dengan sangat baik oleh Corbijn dalam film ini. Corbijn sudah membuat film ini tidak membosankan dan memaksa kita untuk mengikuti sampai akhir meski sebetulnya kita sudah menebak apa yang sebetulnya akan terjadi. Bila kita ingin menonton film spionase yang jauh dari aksi-aksi jalanan, seks dan wanita cantik, atau pertarungan ala James Bond atau Mission Impossible tapi memaksa kita untuk terus berfikir dan mengikuti alur film sampai akhir, maka ini adalah film layak tonton.
A Most WantedMan memperlihatkan realitas dunia spionase yang sesungguhnya tanpa harus menyertakan bumbu penyedap berlebihan seperti kita lihat di film spionase lainnya. Realism spionase dalam film ini pada dasarnya bisa difahami bila kita melihat muasal dari skenario film ini. Film yang berbudget 15 Juta Dollar ini adalah visualisasi dari novel nya John Le Carr dengan judul yang sama. Sementara Le Carr sendiri pernah bekerja sebagai agen operatif di M15 dan M16.
Tetapi justru itulah yang menjadi kekuatan film ini. Kita dipaksa untuk terus mengikuti sampai akhir sampai akhirnya kita kaget dengan ending film ini. Meski bila diingat dialog-dialog sebelumnya, mestinya kita tidak perlu kaget dengan ending film ini. Ending yang memuncak, mengagetkan dan diakhiri dengan akting Hoffman yang menunjukan kekesalan, kemarahan, dan ketidakberdayaan, membuat kita juga ikut kaget dan bingung terbawa oleh akting yang diperlihatkan Hoffman.
Hoffman sendiri seperti biasanya, betul-betul menginternalisasi peran seorang Kepala Biro Anti Teror Jerman yang dingin dan kukuh. William Dafoe yang biasa kita lihat mempunyai peran antagonis dan sangat berkuasa, sekarang mesti berperang sebagai orang yang tidak bisa berkutik ketika berhadapan dengan otoritas keamanan. Sementara akting Dobrygin yang menjadi Issa Karpov, muslim yang sangat tertekan dan teraniaya karena pikiran jahat dan tudingan semena-mena, pastinya akan meraih simpati kita dengan segala body language yang dia tampilkan.
Ketika menulis kisah ini, Le Carr sendiri terinspirasi dari kisah nyata seorang warga Turki dan pendatang legal di Jerman yang mengalami nasib buruk bernama Murat Kurnaz. Murat pernah ditahan di Pakistan pada tahun 2001, dipenjara dan disiksa di kamp tahanan militer Amerika di Kandahar Afghanistan dan Guantanamo Kuba dan baru dilepaskan tujuh tahun kemudian. Seperti gambaran Issa Karpov, penahanan Kurnaz terbukti tanpa dasar dan dia telah dianggap teroris karena pikiran buta dan jahat pasca 9/11.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H