Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Antara yang Matematis dan yang Manusiawi dalam Film "Sully"

15 Februari 2018   11:56 Diperbarui: 16 Februari 2018   19:54 2361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: imax

Agak aneh melihat Tom Hanks berambut putih ketika memerankan tokoh Sully dalam film Sully. Tapi ternyata karena Sully, panggilan Chesley Sellenberger, di alam nyata adalah orang yang memang berambut putih. 

Sully adalah seorang pilot yang dalam sejarah penerbangan Amerika tercatat sebagai orang yang berhasil mendarat darurat diatas sungai Hudson New York pada 15 Januari 2009. Tidak ada satupun korban dalam peristiwa ini. Bahkan Sully sendiri digambarkan tidak sedikitpun mendapat luka gores. 

Awalnya adalah ketika Sully seperti biasa menjalankan tugasnya sebagai Pilot US Airways. Berangkat dari bandara La Guardia, penerbangan 1546 yang dikendalikan Sully membawa 155 penumpang. Hanya beberapa saat setelah lepas landas, sekelompok burung tiba-tiba muncul berlawanan arah pesawat dan beberapa diantaranya menabrak mesin pesawat di kedua sayap. Akibat tabrakan fatal ini, kedua mesin pesawat pun mati, tidak adalagi daya dorong. Sebuah kondisi gawat bagi penerbangan. Karena kalau mesin mobil mati, kendaraan bisa diberhentikan di pinggir jalan, tentunya hal itu tidak berlaku bagi pesawat yang sedang terbang. 

Situasi bertambah runyam manakala kondisi yang dihadapi bukan masalah dua mesin pesawat yang mati, tetapi juga ketinggian pesawat yang masih rendah diatas kota New York yang dikenal padat, karena baru lepas landas. Bila situasi seperti ini tidak bisa dikendalikan, pesawat bisa jatuh di tengah New York yang dikenal sebagai pusat bisnis dengan jumlah penduduk yang sangat banyak. Kalau ini terjadi, dipastikan korban bukan hanya penumpang pesawat, tetapi juga penduduk yang ada di New York. 

Sully yang sudah 42 tahun menerbangkan pesawat, tidak hanya sigap tetapi juga tenang menghadapi situasi gawat ini. Dia tetap memegang kendali pesawat, memberikan instruksi yang jelas kepada co-pilot dan berkomunikasi aktif dengan menara pengawas penerbangan. 

Dalam komunikasi dengan menara pengawas inilah muncul dua opsi pendaratan. Pertama, pesawat kembali ke La Guardia untuk mendarat disana, kedua mendarat ke bandara terdekat, Taterbro. Tetapi entah bagaimana, Sully mempunyai perhitungan bahwa tempat terbaik adalah mendarat diatas sungai Hudson yang membelah New York. Meskipun di Taterbroo dan La Guardia sudah disiapkan jalur landasan khusus dan pastinya lengkap dengan crew penyelamat. Tetapi pilihan terakhir inilah yang dilakukan Sully. 

Namun ternyata, pilihan mendarat diatas sungai Hudson itu sangat tepat. Pesawat bukan hanya bisa mendarat darurat diatas air, tidak menabrak kapal-kapal yang berlalu-lalang, tidak tenggelam sehingga mempermudah proses evakuasi, tetapi juga bisa menyelamatkan seluruh 155 penumpang  tanpa ada yang mengalami luka serius apalagi fatal. Bukan hanya penumpang pesawat yang berterima kasih, masyarakat New York pun menyebut dia sebagai pahlawan. 

Tetapi pilihan mendarat diatas sungai Hudson inilah yang juga menjadi permasalahan serius berikutnya. Meskipun sudah berhasil menyelamatkan seluruh penumpang pesawat dan mengamanan penduduk New York dari ancaman jatuhnya sebuah pesawat, NTSB (National Transportation Safety Board) atau Dewan Nasional Keamanan Transportasi, berfikir lain. Sebagai institusi yang bertugas menjaga keamanan transportasi, NTSB befikir kritis. 

Tidak terpengaruh oleh opini publik yang menganggap Sully hero dan seluruh penumpang pesawat terbukti selamat, NTSB mempertanyakan kenapa mesti mendarat di Hudson bukan di dua bandara yang sudah dipersiapkan. Karena mendarat di Hudson, resikonya lebih besar ketimbang bila pesawat dibawa mendarat di Bandara. 

NTSB menelisik dengan ketat segala macam bukti untuk mencari tahu apakah keputusan mendarat di Hudson itu sudah benar dan tidak membahayakan. Bukti yang dicari bukan hanya data-data pesawat, cuaca, dan kondisi penerbangan tetapi juga kondisi psikologis Sully. Apakah dia mengkonsumsi alkohol, narkoba dan apakah kehidupan keluarganya baik-baik saja. Bila NTSB bisa membuktikan itu salah, Sully bukan hanya akan dilarang menerbangkan pesawat lagi dan karirnya sebagai pilot berakhir, dia mungkin akan jadi common enemy masyarakat New York setelah sebelumnya dianggap pahlawan. Meski terbukti Sully berhasil menyelamatkan seluruh penumpang. 

Mungkin inilah diantara yang menariknya dari film ini. Perdebatan antara Sully sebagai pelaku dan NTSB yang menganalisa data untuk membuktikan bila salah satu mereka lah yang benar, lengkap dengan argumentasi yang mereka miliki. 

Dengan segala macam data yang mereka miliki, NTSB pada awalnya bersikap keras terhadap Sully. Mereka menganggap Sully sudah ceroboh dengan mendarat di Hudson. Simulasi yang dilakukan di 20 komputer, yang tentunya sudah memasukan berbagai alternatif penghitungan, menunjukan bahwa pendaratan di Bandara akan lebih aman. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan simulasi yang dilakukan langsung oleh pilot dalam pesawat simulator. Terlebih data awal menunjukan bahwa mesin pesawat tidak sepenuhnya mati seperti yang disebutkan Sully. 

Sully tentu saja menolak temuan itu. Bagi Sully, diatas langit dia merasakan langsung bagaimana kedua mesin pesawat mati dan sudah tidak mempunyai daya dorong. Berdasar pengalamannya dan juga perhitungannya, Sully juga meyakinkan NTSB kalau pendaratan di bandara menjadi sesuatu yang sangat tidak mungkin dan sangat berbahaya. 

NTSB yang menganalisa berdasar data, angka, simulasi komputer, dan simulasi pesawat simulator yang kesemuanya berasal dari segala macam perhitungan matematika atau algorithma yang sangat akurat, berhadapan dengan Sully sebagai pelaku dan orang yang mengalami langsung kejadian tersebut di lapangan. Sully kesulitan meyakinkan NTSB kalau apa yang dia lakukan itu sudah benar.

Tetapi akhirnya Sully bisa menunjukan kekeliruan NTSB. Menurut Sully, segala macam simulasi itu mengabaikan sisi kemanusian Pilot. Tidak memasukan variable kemanusiaan pilot pada sebuah peristiwa kemanusiaan, bagi Sully adalah sebuah kekeliruan besar. Disamping itu, Sully juga mengingatkan bahwa pilot yang melakukan simulasi di pesawat simulator adalah pilot yang sudah dipersiapkan untuk menghadapi situasi dan kondisi yang dialami Sully diatas. Tidak ada tekanan psikologis dalam pesawat simulator. 

Pilot di pesawat simulator, sudah tahu persis apa yang akan terjadi sehingga responnya menjadi sangat cepat. Berbeda dengan Sully yang mengalami langsung kejadian di pesawat. Sebagai pilot, dia pastinya sudah waspada dengan segala kemungkinan tetapi dia tetap saja tidak tahu apa yang akan terjadi. Di kejadian langsung, Sully juga pastinya menghadapi tekanan psikologis yang sangat besar. 

Kunci kekeliruan segala macam simulasi komputer dan simulasi pesawat simulator itu menurut Sully adalah pada durasi waktu. Sully mempertanyakan durasi waktu yang dipakai dalam simulasi semenjak pesawat menabrak burung dengan keputusan kembali ke bandara. Ketika NTSB mengatakan durasi waktunya 17 detik, Sully dan peserta hearing NTSB menghela nafas. Karena Sully sendiri membutuhkan waktu 208 detik. 

Masalah menjadi terang benderang ketika durasi waktu respon dalam senua simulasi dirubah menjadi 40an detik. Ketika setting waktu dirubah, ternyata hasilnya berbeda. Dalam simulasi pesawat diperkirakan akan jatuh dan hancur bila mendarat di kedua Bandara. 

Terlebih ketika data akurat terbaru tentang kondisi mesin muncul. Berdasar penelitian langsung pada bangkai pesawat, kondisi mesin pesawat memang betul-betul seperti yang digambarkan Sully : mati. Ditambah dengan usulan Sully supaya semuanya mendengarkan rekaman langsung apa yang sudah terjadi di ruang kokpit, supaya bisa merasakan langsung apa yang terjadi ketika itu, semuanya mafhum bahwa Sully sudah benar dengan keputusan itu. 

Pertarungan antara dimensi matematis yang dikenal begitu logis dan mempunyai tingkat akurasi tinggi dengan dimensi kemanusiaan, inilah yang menjadi salah satu menarik dari peristiwa ini. Sampai akhirnya NTSB yang semula keras terhadap Sully mengakui kalau Sully benar. Salah satu anggota NTSB mengakui bahwa segala macam persamaan matematik dan alghorithma yang dipakai untuk melihat peristiwa ini, terhapus oleh faktor Sully. 

Tidak salah bila orang Arab menyarankan "Isal jaariban wa laa tasal aliman" bahwa bertanya itu pada orang yang pernah mencoba dan melakukan (berpengalaman) bukan pada orang yang cukup tahu. Karena mencoba dan melakukan, selalu menuntut hampir semua unsur dalam diri manusia bukan hanya otak saja.

Selain dari itu, ada hal yang penting tentang angka. Mungkin dalam beberapa dekade kedepan ketika hidup kita sudah dibentuk dan digerakan oleh berbagai algorithm matematik, maka sesuatu yang sangat manusiawi seperti instuisi, sensasi, naluri, sebagaimana yang ditunjukan Sully, akan menjadi sesuatu yang sangat mahal. Terlebih ketika sekarang disebut sebagai era Big Data. 

Sebuah masa dimana semua data-data dan angka yang bertebaran di dunia maya dengan hitungan bermilyar byte setiap hari, bisa dikompilasi dengan mudah dan divisualkan sehingga bisa dengan mudah dimengerti hampir semua kalangan. Era dimana kita bukan hanya akan dibentuk dan digerakan oleh data dan angka, tetapi betul-betul tidak akan pernah bisa lepas dari data dan angka. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun