Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketidaktahuan sebagai Anugerah dalam Film "Green Mile"

12 Februari 2018   13:49 Diperbarui: 12 Februari 2018   18:25 2296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diadaptasi dari novel Stephen King, Green Mile adalah film layak ditonton. Green Mile meraih 15 penghargaan dan 30 nominasi berbagai macam penghargaan. Dalam film dengan tokoh utama yang diperankan aktor kawakan Tom Hanks, ada sebuah karakter menarik tentang seorang John Coffey yang diperankan Michael Clarke Duncan.

Coffey adalah seorang lelaki kulit hitam berperawakan tinggi dan besar. Dia divonis hukuman mati karena dituduh sudah membunuh seorang gadis kecil. Padahal bila ditelusuri, Coffey adalah lelaki yang baik hati dan tidak membunuh gadis kecil itu. Hanya saja Coffey ditemukan masyarakat sedang menangis dan memangku gadis kecil yang sudah meninggal bersimbah darah. Sementara itu di samping Coffey tergeletak benda tajam. Dalam kasus ini, Coffey adalah the right man in the wrong place. Sayangnya Coffey tidak bisa membuktikan kekeliruan tuduhan pengadilan. Di samping profile-nya sebagai orang kulit hitam tentunya, yang mempunyai image negatif di hadapan orang-orang kulit putih.

Coffey adalah lelaki yang mempunyai kekuatan ajaib. Dia bisa menyembuhkan penyakit seseorang hanya dengan menyentuhnya. Paul Edgecomb (Tom Hanks), Komandan sipir penjara yang menjaga blok Coffey yang mengidap penyakit urinary infection misalnya. Meski sudah lama mengidap penyakit itu dan berulang kali berobat, tapi tetap saja tidak bisa sembuh. Tetapi Coffey yang baik, bisa menyembuhkan penyakit itu hanya dengan menyentuhkan tangannya ke kemaluan Edgecomb. Begitu juga dengan istri Kepala Penjara yang mengidap kanker otak akut, menahun dan sudah sekarat.

Tetapi bukan kemampuan itu yang menarik. Coffey juga mempunyai kemampuan mengetahui masa lalu seseorang hanya dengan cara bersentuhan dengan orang tersebut. Karena kemampuan inilah Coffey bisa mengetahui siapa sesungguhnya yang membunuh gadis kecil yang dia pangku. Karena suatu kali di blok tempat Coffey di penjara, dimasukan seorang penjahat kelas kakap yang melakukan kejahatan serius. Ketika Coffey tidak sengaja menyentuh tangannya, Coffey langsung mendapat gambaran apa yang telah dilakukan orang tersebut sebelumnya. Dialah pelaku pembunuhan si gadis kecil sesungguhnya. 

Coffey sendiri bukannya gembira dengan kemampuan ajaibnya itu. Dia justru sengsara dan merasa bukan orang yang tepat mendapat "gift" seperti itu. Coba saja bayangkan, Coffey jadi orang yang bisa merasakan kesedihan dan kepedihan hidup orang lain. Hidup Coffey jadi dihabiskan untuk terus merasakan kepedihan dan kesusahan orang lain, bukan mengurus dirinya sendiri. Seperti ketika Coffey merasakan bagaimana sakitnya Edgecomb yang mempunyai masalah dengan saluran urin nya. Hari-hari Coffey diisi dengan kemurungan dan kesedihan. Sulit mendapatkan wajah ceria di wajah Coffey. 

Dalam konteks yang mungkin lebih sederhana, faktual, tidak sedramatis dan ajaib Coffey, mungkin itulah yang sering kita hadapi berkali-kali dalam keseharian kita. Kita mengetahui masa lalu dan aib seseorang, dan karena pengetahuan ini keceriaan dan kegembiraan kita sering menjadi hilang. Sesuatu yang membuat orang lain sumringah, berseri dan bertepuk tangan ternyata hanya mengakibatkan kesuraman saja bagi kita.

Seperti ketika seorang teman lama saya mendapat apresiasi dari teman-teman saya lainnya karena mendapat meraih prestasi yang membanggakan, saya justru tertahan memberikan applaus. Bukan karena prestasinya tidak membanggakan, tapi karena saya tahu bagaimana masa lalunya ketika kami sama-sama sekolah dahulu. Tentang bagaimana dia mendholimi dan menghancurkan teman dekat saya atau bagaimana dia berlaku curang dalam pergaulan kami sehari-hari. Padahal bila hal yang saya ketahui itu sudah lewat puluhan tahun lalu dan sekian puluh tahun juga kami tidak bertemu, bisa jadi selama itu juga dia berubah. Tidak lagi berlaku curang dan jahat seperti yang dulu saya saksikan. 

Bisa juga pengalaman kehidupan yang lain. Seperti pengalaman teman lain yang menceritakan bagaimana sumringahnya dia karena mendapat ikan Lele yang begitu mudah dia tangkap di pinggir kali. Ketika dia dengan suka ria menikmati ikan Lele itu bersama teman lainmya, teman saya satu lagi hanya menggeleng-geleng dan menunjukan muka jijik. Beberapa saat berikutnya akhirnya terungkap kalau dia jijik karena dia mengetahui bila makanan keseharian Lele itu adalah tinja manusia yang ada di pinggir kali. 

Bila Paul Edgecomb dalam Green Mile mengingatkan bahwa kematian itu sebuah anugrah, maka John Coffey seperti mengingatkan bahwa tidak mengetahui apa-apa juga sebuah anugrah. 

Ketidaktahuan sering membuat orang menjadi lebih bebas dalam merespon realitas. Bila menyenangkan, wajahnya akan berseri dengan lepas dan tidak akan menghabiskan energi lebih untuk menahan ekspresi wajahnya. Bila menghadapi hal yang tidak menyenangkan, dia juga akan berekspresi sebagaimana adanya orang yang tidak senang. Tidak perlu mengerahkan energi besar untuk menahan ekspresi tidak senang apalagi mencari pembenaran. 

Bila pengetahuan kita akan masa lalu seseorang itu membentuk persepsi kita, tidak salah bila fenomenolog Edmund Husserl mengatakan bahwa All Perception is a gamble. Karena persepsi kadang memberi keuntungan besar dalam berinteraksi tetapi pada saat bersamaan juga membawa kerugian besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun