CIA sendiri memang bukan hanya mengikuti Malcolm ketika dia pergi Haji dan mengadakan kunjungan ke Mesir, tetapi juga mensadap seluruh pembicaraan telepon Malcolm.Â
Seperti Gandhi, ujung hidup Malcolm memang berakhir sangat dramatis. Bila Gandhi meninggal ditembak oleh orang India yang selama ini dia bela dari kolonialisme Inggris, maka Malcolm meninggal ditembak oleh warga kulit hitam yang selama ini dia perjuangkan hak-hak nya.Â
Begitu juga sebab penembakannya. Bila penembak Gandhi adalah orang yang kecewa terhadap sikap Gandhi yang akomodatif terhadap Ali Jinnah, yang memisahkan diri dari India dengan membuat negara Pakistan dan dibenci banyak orang India, serta pembelaannya terhadap minoritas muslim India, maka penembak Malcolm juga orang kulit hitam yang kecewa terhadap arah baru perjuangan Malcolm yang ingin lebih terbuka terhadap kelompok lain.Â
Dalam hal waktu kematian, Malcolm seperti menjalani hari-hari menjelang kematian sebagaimana orang-orang baik yang akan meninggal. Dalam kepercayaan banyak orang Islam, orang baik selalu mempunyai firasat bila kematian sudah mendekatinya. Begitu juga dengan Malcolm. Menjelang pidatonya di sebuah pertemuan, Malcolm seperti sudah memprediksi bila itu adalah hari terakhirnya di dunia.Â
Membaca sejarah hidup Malcolm X seperti mengingatkan kita sebait ungkapan dari Oscar Wilde penyair dan novelis Irlandia yang mengatakan bahwa "Every saint has a past and every sinner has a future"Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H