Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Adakah Amerika dalam Pemberantasan PKI?

2 Oktober 2016   06:49 Diperbarui: 2 Oktober 2016   10:24 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diantara kelebihan film Amerika adalah efek dramatisasi. Konon film James Bond, sebuah tokoh MI16 agen intelijen Inggris, justru gagal ketika di filmkan oleh Eropa. Tetapi di tangan Hollywood, James Bond adalah lumbung uang yang diproduksi berseri-seri. Dramatisasi adalah kuncinya. Karena memancing efek kekaguman, bukan perenungan. Bagaimana seorang agen intelijen bisa menguasai berbagai macam seni bela diri, dilengkapi banyak peralatan super canggih dan tidak mati meskipun jatuh dari lantai 20

Film G30S diproduksi negara sebagai media doktrinasi. Dramatisasi adalah efek yang tidak dilupakan. Disebutkan bila tubuh para Jendral itu sudah di sayat silet, disundut korek api dan kemaluannya dipotong. Sebuah dramatisasi untuk menggambarkan betapa kejamnya PKI. Tetapi ternyata menurut visum dokter, tidak ada tanda-tanda penyiksaan seperti itu.

Pada akhir tahun 60an, ketika studi komunikasi belum begitu banyak digeluti ilmuwan Indonesia dan belum menjadi perhatian, rasanya patut "dicurigai" adanya sekelompok orang yang menjadi "konsultan" strategi komunikasi pemberangusan PKI.

Faktanya setelah itu, Indonesia menjadi sangat Amerika oriented. Pada 7 April 1967 misalnya. Pada tanggal itu Indonesia menandatangani kontrak karya dengan Freeport McMoran untuk mengelola bukit emas di Irian Jaya. Peristiwa yang hanya berjarak hitungan minggu setelah Soeharto ditetapkan menjadi Pejabat Presiden. Pasca kemerdekaan dan setelah Soekarno manasionalisasi perusahaan peninggalan Belanda, inilah perusahaan asing pertama yang masuk ke Indonesia.

Payung hukum kontrak karya ini adalah UU PMA (Penanaman Modal Asing) Maret 1966. Secara teoritis Presiden Indonesia waktu itu masih Soekarno. Banyak orang mencurigai kalau Soekarno menandatangani UU ini dalam keadaan dipaksa atau diperdaya. Kecurigaan ini beralasan. Karena Soekarno dikenal sangat anti Amerika. Dan semua mafhum bahwa selepas G30S, Soekarno adalah Presiden tanpa kekuasaan yang menjalani tahanan rumah.

Kemudian setelah 30 September, rasanya tidak kita dengar lagi adanya pelajar Indonesia yang dikirim belajar ke Beijing, Moskow atau negara-negara Eropa Timur. Melalui program-program seperti Marshall Plan dan Colombo Plan yang digagas Amerika, kampus-kampus di negeri Paman Sam adalah tujuan utama pelajar-pelajar Indonesia. Puncaknya adalah ketika sekelompok alumni dari Universitas California Barkeley, memegang posisi-posisi penting di pemerintahan Indonesia. Orang-orang yang disebut sebagai Mafia Barkeley inilah yang merumuskan, melobby dan menjalankan kebijakan ekonomi orde baru.

Louis Althusser, seorang pemikir post strukturalis Prancis, mengurai cara sebuah negara mempertahankan dan melanggengkan kekuasaannya. Menurut Althusser ada dua instrument yang dipakai, yaitu Refresif State Aparatus (RSA) dan Idiological State Aparatus (ISA). RSA dilaksanakan secara refresif melalui aparatur negara. Dia adalah polisi, tentara, Jaksa, Hakim, Satpol PP dan aparatus negara refresif lainnya. Sementara ISA, berlangsung lebih halus dan sublime. Negara melakukan infiltrasi idiologi melalui upacara bendera, penataran P4, sekolah, buku-buku sekolah atau penulisan sejarah.

Jadi kira-kira adakah tangan Amerika dalam pemberantasan PKI?

Bandung 2 Oktober 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun