Rekaman
Berkaitan dengan rekam-merekam pembicaraan, saya selalu teringat ujar-ujaran tentang pembicaraan di ruang terbuka dan tertutup. Katanya orang akan berbicara terbuka di ruang tertutup, tapi dia akan berbicara tertutup di ruang terbuka.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, baik itu di keluarga maupun di tempat kerja, pastinys kita selalu mempunyai keluhan pasangan kita, anak kita, teman sejawat juga atasan kita. Sehebat-hebatnya mereka, pasti mereka mempunyai kekurangan. Dan sekuat-kuatnya kita menahan diri, pasti ingin membicarakan kekurangan mereka.
Tetapi kita selalu mempunyai pilihan untuk membicarakannya. Kita bisa mengungkapkan itu di ruang terbuka. Seperti pada saat kumpul keluarga atau saat rapat kantor. Kita juga bisa mengungkapkan itu di ruang tertutup. Seperti ketika kita curhat ke saudara, teman yang bisa dipercaya, atau ketika kita berkelompok bergosip dengan rekan kerja.
Pilihan mengungkapkan antara ruang terbuka dan ruang tertutup itulah yang menghasilkan bahasa, ekspresi serta konsekuensi yang berbeda. Ketika kita bergosip atau curhat, biasanya pembicaraan lebih terbuka. Segala macam istilah, ekspresi wajah dan gesture tubuh bisa mudah keluar mewakili perasaan kita. Tetapi apakah ekspresi ketika bergosip atau curhat di ruang tertutup akan cocok bila dibawa di ruanh terbuka?Seperti menjadi bahan kata sambutan atau bahan evaluasi kerja kantor?Pastinya tidak.
Ungkapan di ruang tertutup selalu berbeda dengan ungkapan di ruang terbuka. Begitu juga sebaliknya. Ungkapan di ruang terbuka selalu berbeda dengan ungkapan di ruang tertutup. Janggal rasanya kalau orang sedang bergosip, curhat atau kongkow kongkow berbicara dengan sistematis. Dimulai dengan kalimat pembukaan, shalawat dan salam terhadap Nabi, mengungkap data, membahas dan menganilisanya, mengambil kesimpulan dan diakhiri dengan kalimat penutup. Lalu bahasa nya pun formal. Teman dekat dipanggil Bapak, Yang Terhormat atau Yang Mulia.
Sekarang misalkan saja kita sedang kongkow-kongkow dan bergosip tentang teman atau atasan kita. Lalu teman kita itu menyampaikan nya pada orang bersangkutan isi gosip itu. Lengkap dengan deskripsi kata-kata yang kita pakai, ekspresi wajah, intonasi suara dan gesture tubuh. Kira-kira apakah yang akan kita alami?Pastinya bukan hanya kesalahfahaman tetapi juga keributan akan terjadi. Kita juga akan kesulitan menjelaskan pada yang bersangkutan maksud pembicaraan kita itu.
Terhadap orang yang membocorkan isi gosip itu, kita bisa menyebutnya dengan pengkhianat, tidak bisa dipercaya, mata-mata atau kurang ajar. Karena bagaimana pun pembicaraan di ruang tertutup sifatnya berbeda dengan pembicaraan di ruang terbuka. Akan ada kesalahfahaman bila bahasa di ruang tertutup diungkapkan di ruang terbuka. Rasanya seperti ada yang mengadu atau mengadu-adu.
Sekarang kita sedang ribut tentang rekaman pembicaraan Dirut Freeport dan Ketua DPR. Sebetulnya kalau kita mau jujur, apa yang dilakukan SN itu tidak berbeda dengan apa yang sering kita lakukan sehari-hari. Membicarakan atasan atau teman sejawat di ruang tertutup. Baik itu ketika bergosip, maupun ketika curhat. Hanya saja SN itu politisi dan pejabat publik. Ketika ucapannya di ruang tertutup di blow up ke publik, memancing debat publik dan kisruh politik. Ujung-ujungnya berpengaruh pada kebijakan publik. Pastinya kita tidak naif menganggap hanya SN lah yang berbicara tentang Presiden seperti itu. Ada banyak pejabat lain berlaku seperti itu hanya tidak terungkap ke publik. Sebelumnya kita juga sudah mendengar rekaman pembicaraan seorang Mentri menghina Presiden atasannya
Saya memang menerima meme dari banyak orang yang menganalogikan rekaman pembicaraan SN itu seperti tertangkapnya seorang pencuri karena tersorot CCTV. Menurut saya itu analogi yang keliru. CCTV itu bersifat umum sementara rekaman bersifat pribadi atau rahasia. Di tempat yang ada CCTV nya, orang akan selalu hari-hati, waspada dan berkamuflase. Karena dia tahu ada yang memantau. CCTV itu bentuk lain ruang terbuka. Sikapnya akan berbeda bila dia direkam secara sembunyi-sembunyi. Dia masih merasa ada di ruang tertutup sehingga bisa berekspresi dengan bebas.
Kembali keatas. Lalu kenapa yang lainnya bisa tidak terungkap sementara SN terungkap?Atau dengan kata lain, kenapa kita masih bisa bergosip dan masih bisa berhubungan baik dengan orang yang kita gosipkan?
Dalam perspektif agama bila mengingat ini, untuk kesekian kalinya saya teringat kembali ungkapan Ibnu Athaillah dalam kitab Al-Hikam nya. Menurut Ibnu Athaillah diantara nikmat Tuhan yang sering kita lupa itu adalah; ketika Tuhan menghijab (menutup dari pandangan umum) segala dosa yang kita perbuat.
Seperti yang saya sebutkan diatas, sebetulnya berapa kali dalam keseharian kita membicarakan kejelekan teman sejawat atau atasan?Tapi tidak menjadikan kekisruhan hanya karena mereka tidak tahu. Bayangkan bagaimana kalau atasan kita tahu ungkapan kita tentang dia ketika kita bergosip. Syukur-syukur kalau yang terdengar ungkapan positif. Bagaimana kalau yang sampai ke dia ungkapan negatif nya?
Dalam perspektif lain, mungkin ini juga maksud Tuhan memperingatkan kita tentang posisi tubuh kita yang sebenarnya. Dalam Qur'an surat Fushilat 19-23 disebutkan bahwa mata, telinga, kulit akan memberikan kesaksian atas segala tindakan kita selama ini. Jadi pada dasarnya anggota tubuh kita itu tidak pasif tetapi mereka aktif merekam segala apa yang kita perbuat. Baik itu di ruang tertutup maupun ruang terbuka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H