Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Politik

Simpang Siur Freeport

24 Desember 2015   01:30 Diperbarui: 24 Desember 2015   01:39 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Entah memang pemerintah betul-betul tidak satu suara, konflik kepentingan yang tidak bisa dikontrol Presiden atau memang pemerintah sengaja mengaburkan informasi. Sampai saat sekarang informasi perpanjangan kontrak karya Freeport masih kabur. Sumber ke kaburan informasi nya tidak lain dari pemerintah itu sendiri.

Tetapi lepas dari samarnya informasi, sepertinya kita memang mesti bersiap-siap kalau Kontrak Karya Freeport akan diperpanjang. Hal ini bisa kita lihat dari UU Minerba dan Keterangan Pers yang diunggah di situs Kementrian ESDM.

UU Minerba mengakhiri sistem Kontrak Karya (KK). Diganti dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus. Perbedaan prinsip antara KK dan IUP adalah posisi. Bila dalam KK posisi Freeport dan pemerintah setara, maka dalam IUP tidak. Layaknya sebagai pemberi izin, maka pemerintah berada diatas. Pemerintah superior diatas Freeport.

Tapi kalau kita membaca keterangan pers Kementrian ESDM, justru pemerintah menunjukan inferioritasnya terhadap Freeport. Kalimat dalam paragraph kedua siaran pers Mentri ESDM menyebutkan, "Pemerintah telah meyakinkan PT-FI bahwa pemerintah akan menyetujui perpanjangan operasi pasca 2021 termasuk kepastian hukum dan fiskal yang terdapat dalam Kontrak Karya". Ini adalah kalimat rancu yang datang dari institusi pemberi izin. Karena layaknya pemberi izin, mereka itu diyakinkan oleh peminta izin bukan meyakinkan pemohon izin. Pemberi izin itu bisa mendiktekan keinginannya, bukan sebaliknya.

Memang dalam beberapa hal peminta izin bisa berada diatas pemberi izin dan mendiktekan keinginannya. Seperti orang ingin mendapatkan Surat Izin Mengemudi atau SIM. Dia bisa mendiktekan keinginannya terhadap pemberi SIM. Baik itu waktu test, cara test, biaya test, mekanisme berphoto dan lain sebagainya. Tetapi itu terjadi kalau dia mau memberi uang lebih. Bila biaya SIM hanya Rp 150 ribu, maka setidaknya Rp 500-600 ribu mesti dikeluarkan supaya bisa mendapatkan SIM sesuai dengan keinginan pemohon izin.

Apalagi sebelumnya Kepala Staff Presiden menyatakan bahwa APBN akan kolaps kalau Freeport tidak diperpanjang. Jadi menurut pemerintah yang butuh itu kita bukan Freeport

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun