Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kereta Sukabumi-Bogor

22 Desember 2015   20:05 Diperbarui: 22 Desember 2015   21:05 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai satu ketika diumumkan kalau kereta jalur ini beroperasi kembali dan ketika saya menaikinya banyak perubahan signifikan. Tarif nya naik berlipat-lipat dari Rp 1.500 menjadi Rp 8.000. Bangku tidak lagi dari kayu, tapi dari busa, dan disusun berhadap-hadapan. Meski jam keberangkatan tidak ada penambahan, tidak ada lagi penumpang yang bisa naik atap kereta dan kereta berhenti di statsiun. Tidak ada lagi penumpang yang bersiul meminta kereta berhenti diluar statsiun. Pintu kereta mesti ditutup dan dikontrol secara sentral oleh masinis. Saya tidak bisa lagi duduk- duduk di pintu kereta menikmati hembusan angin dan sawah serta perbukitan. Kaca ditutup rapat dan gantinya ada kipas angin untuk menyejukan ruangan. Para penjual pun memakai seragam, tidak bisa sembarangan orang berjualan disni. Sepertinya mesti ada izin dari PT KAI nya

Sekarang saya duduk lagi di Kereta ini dan segalanya sudah jauh berbeda. Kereta ada dua kelas : ekonomi dan eksekutif. Saya tidak tahu gerbong kelas ekonomi seperti apa. Saya kehabisan tiket kelas ekonomi. Selain harga tiket yang Rp 20.000 katanya di gerbong di ekonomi sudah tidak pakai kipas angin tetapi memakai AC. Bangku disusun berhadap-hadapan. Sementara untuk kelas eksekutif yang saya naiki, gerbonghanya satu, bangku seperti kelas Argo, disediakan tempat charger hp dan sudah ada TV yang memutar film dgn harga tiket Rp 50.000

Jam keberangkatan pun ditambah. Masing-masing 3x dari Bogor dan Sukabumi. Tiket bisa dipesan jauh hari sebelumnya, dibeli secara online dan tersebar di mini market. Route keberangkatan pun bertambah tidak hanya Bogor-Sukabumi tapi bisa dilanjutkan sampai ke Cianjur.

Tapi tadi saya sempat bertanya sama diri sendiri apakah untuk menikmati sebuah layanan publik yang aman dan nyaman lalu kita serta merta mesti mengeluarkan uang ekstra dan banyak?Seiring dengan peningkatan keamanan dan kenyamanan kereta ini saya juga mesti mengeluarkan ongkos berlipat-lipat dari Rp 1.500 jadi Rp 50.000. Ada kenaikan lebih dari 32 kali lipat dalam jangka waktu 10 tahun

Memang dibutuhkan dana lebih untuk menaikan kualitas transportasi kita. Tetapi yang saya baca di berita salah satu sektor pendapatan negara digenjot habis itu pajak. Untuk penambahannya kita ekspor migas dan non-migas. Kalaupun anggaran negara kurang, maka negara minjam uang ke negara lain yang bunga dan cicilan pokoknya juga tetap dibayar oleh kita. Jadi pajak ditarik lebih banyak dan ongkos pun dinaikan lebih mahal

Tapi ya sudahlah, jangan memikirkan itu terlalu dalam. Konon katanya itu lahir dari kajian mendalam dan perdebatan teoritis para pakar yang tak ada habisnya. Bahkan diantara perdebatan itu sering muncul istilah-istilah yang tidak saya mengerti dan dikenal rakyat kebanyakan. Mulai dari istilah liberal dan neo-liberal lah,proteksionisme lah, dumping lah, defisit anggaran, neraca berjalan dan lain sebagainya. Seolah istilah itu muncul untuk menjawab pertanyaan sederhana masyarakat tentang haknya sebagai warga negara dan pembayar pajak

Memang sempat berharap ketika istilah Tri Sakti yang diperkenalkan Soekarno diangkat kembali dan dijanjikan menjadi visi baru mengelola negara ini ke depan. Ajaran yang menyatakan kalau kita mesti berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya menyiratkan pengelolaan ekonomi dan sumber daya ekonomi yang lebih berpihak untuk bangsa sendiri. Tapi ya sudah lah jangan terlalu berharap !..tokh ide memberi nama kabinetnya dengan nama Kabinet Tri Sakti saja berubah menjadi kabinet kerja.

Tetapi hal lain yang menjadi ingatan saya di kereta ini tadi adalah bagaimana dan kemana masyarakat yang dulu bareng-bareng dengan saya menikmati harga kereta yang hanya Rp 1.500. Mereka yang berangkat dari rumah shubuh sambil membawa barang dagangan ke Jakarta lalu sore membawa lagi barang dagangan dari Jakarta. Kalau harga tiket kereta sudah Rp 50.000 apa mungkin mereka masih bisa melakukan mobilitas tinggi untuk memenuhi kebetuhan hidup sehari-hari nya?Sekarang moda transportasi apa yang mereka gunakan untuk jual beli barang nya

Tidak tahu lah...

Mari berdoa saja buat mereka

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun