Sudah lama saya tidak menikmati Kereta Sukabumi-Bogor. Bagi saya kereta jurusan ini memiliki memori yang dalam. Selain karena Sukabumi adalah kota kelahiran, saya juga berkesempatan melihat dan menikmati perubahan kereta ini dari waktu ke waktu. Minimal semenjak route ini dibuka kembali dan bertepatan dengan masa-masa awal saya ke Jakarta. Saya mengalami perubaha tarif kereta mulai dari harga Rp 1.500 semua kelas sampai dengan tarif Rp 20.000 untuk ekonomi dan Rp 50.00 untuk gerbong eksekutif
Pertama kali saya memakai kereta jurusan ini kalau gak salah kira-kira pada tahun 2004 awal beraktivitas di Jakarta. Tarif nya Rp 1.500 sekali jalan. Sangat murah karena kalau naik angkutan umum bisa 10 x lipatnya. Keberangkatannya pun hanya sekali. Dari Sukabumi pukul 05.00 WIB dan dari Bogor pukul 17.00 WIB. Kalau lewat dari jam itu, maka mesti rela mengeluarkan uang ekstra naik mobil umum.
Jantung juga mesti disiapkan ekstra kuat karena waktu itu, sampai sekarang juga sepertinya, angkutan paling kesohor route Sukabumi-Bogor itu mini bus Colt L300. Sering disebut Colt Setan. Mobilnya sudah berumur, isinya penuh sesak dan dijalankan seperti di sirkuit sentul padahal jalanan sangat ramai, sempit dan diisi truk-truk kelas toronton
Banyak kejadian menarik kalau mengingat masa-masa itu. Mulai dari bangku kereta, siulan penumpang yang bisa memberhentikan laju kereta sampai dengan cerita penumpang dan talang air
Tentang bangku kereta. Bangku keretanya terbuat dari kayu. Supaya bisa menampung penumpang lebih banyak, bangku disusun berhadapan seperti KRL Jabodetabek. Karenanya ruang tengah bisa lebih luas dan diisi banyak penumpang. Tetapi di kemudian hari saya baru mengerti kalau ruang tengah itu bukan hanya bisa untuk penumpang tapi juga untuk memuat hasil pertanian dan peternakan, seperti kambing, milik penumpang yang mereka bawa ke Jakarta untuk dijual. Jadi 1.500 itu benar-benar murah meriah dan saya betul-betul menikmati itu meskipun badan saya jadi ikut bau kambing.
Pada kali lain saya sempat melihat kejadian "aneh". Seorang penumpang bersiul sangat panjang, keras dan beberapa saat kemudian berhentilah kereta tanpa saya tahu ini statsiun apa. Setelah penumpang tersebut menurunkan barang bawaannya yang sangat banyak, lalu dia bersiul lagi dan kereta pun bergerak kembali. Ternyata itu "penumpang langganan" dan sudah dikenal jadi bisa minta berhenti diluar statsiun. Dan dia sedang bawa barang dagangan dari Bogor untuk dijual di kampung nya dimana pada pagi hari dia bawa barang dagangan ke Bogor. Saya tidak hanya tersenyum dan tergelak tapi juga salute bagaimana orang itu fight menghadapi hidup.
Lain lagi cerita tentang bagaimana keselamatan penumpang diatur di kereta ini. Satu waktu saya berangkat dari Bogor hari Sabtu sore. Di statsiun Bogor saya lihat banyak anak muda menggendong ransel dan membawa tenda. Setelah saya tanya ternyata banyak diantara mereka mau mendaki gunung dan juga main ke pantai Pelabuhan Ratu. Karena penumpangnya terlalu banyak dan gerbong sudah penuh sesak, anak-anak muda naik ke atap kereta
Belum lama kereta keluar dari Statsiun Bogor saya rasakan kereta berhenti. Setelah itu terdengar teriakan supaya penumpang yang diatap kereta untuk turun dulu. Bingung dengan kejadian ini lalu saya tanya ke penumpang sebelah ini ada apa. Ooh ternyata kereta mau melewati talang air yang sempit. Kalau penumpang diatas kereta tidak turun, pasti akan kecelakaan karena tergencet.
Jadi ceritanya kereta mau melewati talang air yang sempit. Penumpang diatap supaya tidak celaka oleh masinis disuruh turun dulu. Setelah itu kereta berjalan pelan melewati talang air yang sempit. Ketika talang air yang sempit sudah dilewati kereta berhenti dan penumpang disuruh naik kembali oleh masinisnya ke atap kereta. Lihatlah bagaimana kerjasama dan solidaritas antara penumpang dan masinis menjaga keselamatan penumpang, Hebat kan?Saya gak tahu jalur kereta mana yang bisa membangun pengertian antara penumpang kereta dan masinis nya seperti ini hehe..
Dari pembicaraan dan dongeng lain juga saya mendengar kisah lain tentang kereta ini. Konon katanya ketika kereta di jalur ini beroperasi siang hari banyak orang Jakarta yang sengaja naik kereta ini hanya untuk duduk termenung di pintu kereta dan melihat keluar. Meskipun mereka eksekutif muda tapi mau naik kereta kelas kambing ini dan duduknya di pintu kereta. Tujuannya hanya ingin melihat gunung dan hijaunya sawah. Yah jalur ini memang melewati sawah yang hijau, pepohonan dan melewati Gunung Pangrango
Setelah itu saya dengar kereta jalur Sukabumi-Bogor dihentikan. Ada yang bilang karena jalur ini merugi, ada yang bilang jalur nya rawan karena tanah labil dan rel anjlok ada juga yang bilang karena gerbong nya sudah tidak layak. Tidak ada keterangan resmi tapi yang jelas banyak orang, termasuk saya, yang merasa kehilangan
Sampai satu ketika diumumkan kalau kereta jalur ini beroperasi kembali dan ketika saya menaikinya banyak perubahan signifikan. Tarif nya naik berlipat-lipat dari Rp 1.500 menjadi Rp 8.000. Bangku tidak lagi dari kayu, tapi dari busa, dan disusun berhadap-hadapan. Meski jam keberangkatan tidak ada penambahan, tidak ada lagi penumpang yang bisa naik atap kereta dan kereta berhenti di statsiun. Tidak ada lagi penumpang yang bersiul meminta kereta berhenti diluar statsiun. Pintu kereta mesti ditutup dan dikontrol secara sentral oleh masinis. Saya tidak bisa lagi duduk- duduk di pintu kereta menikmati hembusan angin dan sawah serta perbukitan. Kaca ditutup rapat dan gantinya ada kipas angin untuk menyejukan ruangan. Para penjual pun memakai seragam, tidak bisa sembarangan orang berjualan disni. Sepertinya mesti ada izin dari PT KAI nya
Sekarang saya duduk lagi di Kereta ini dan segalanya sudah jauh berbeda. Kereta ada dua kelas : ekonomi dan eksekutif. Saya tidak tahu gerbong kelas ekonomi seperti apa. Saya kehabisan tiket kelas ekonomi. Selain harga tiket yang Rp 20.000 katanya di gerbong di ekonomi sudah tidak pakai kipas angin tetapi memakai AC. Bangku disusun berhadap-hadapan. Sementara untuk kelas eksekutif yang saya naiki, gerbonghanya satu, bangku seperti kelas Argo, disediakan tempat charger hp dan sudah ada TV yang memutar film dgn harga tiket Rp 50.000
Jam keberangkatan pun ditambah. Masing-masing 3x dari Bogor dan Sukabumi. Tiket bisa dipesan jauh hari sebelumnya, dibeli secara online dan tersebar di mini market. Route keberangkatan pun bertambah tidak hanya Bogor-Sukabumi tapi bisa dilanjutkan sampai ke Cianjur.
Tapi tadi saya sempat bertanya sama diri sendiri apakah untuk menikmati sebuah layanan publik yang aman dan nyaman lalu kita serta merta mesti mengeluarkan uang ekstra dan banyak?Seiring dengan peningkatan keamanan dan kenyamanan kereta ini saya juga mesti mengeluarkan ongkos berlipat-lipat dari Rp 1.500 jadi Rp 50.000. Ada kenaikan lebih dari 32 kali lipat dalam jangka waktu 10 tahun
Memang dibutuhkan dana lebih untuk menaikan kualitas transportasi kita. Tetapi yang saya baca di berita salah satu sektor pendapatan negara digenjot habis itu pajak. Untuk penambahannya kita ekspor migas dan non-migas. Kalaupun anggaran negara kurang, maka negara minjam uang ke negara lain yang bunga dan cicilan pokoknya juga tetap dibayar oleh kita. Jadi pajak ditarik lebih banyak dan ongkos pun dinaikan lebih mahal
Tapi ya sudahlah, jangan memikirkan itu terlalu dalam. Konon katanya itu lahir dari kajian mendalam dan perdebatan teoritis para pakar yang tak ada habisnya. Bahkan diantara perdebatan itu sering muncul istilah-istilah yang tidak saya mengerti dan dikenal rakyat kebanyakan. Mulai dari istilah liberal dan neo-liberal lah,proteksionisme lah, dumping lah, defisit anggaran, neraca berjalan dan lain sebagainya. Seolah istilah itu muncul untuk menjawab pertanyaan sederhana masyarakat tentang haknya sebagai warga negara dan pembayar pajak
Memang sempat berharap ketika istilah Tri Sakti yang diperkenalkan Soekarno diangkat kembali dan dijanjikan menjadi visi baru mengelola negara ini ke depan. Ajaran yang menyatakan kalau kita mesti berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkepribadian secara budaya menyiratkan pengelolaan ekonomi dan sumber daya ekonomi yang lebih berpihak untuk bangsa sendiri. Tapi ya sudah lah jangan terlalu berharap !..tokh ide memberi nama kabinetnya dengan nama Kabinet Tri Sakti saja berubah menjadi kabinet kerja.
Tetapi hal lain yang menjadi ingatan saya di kereta ini tadi adalah bagaimana dan kemana masyarakat yang dulu bareng-bareng dengan saya menikmati harga kereta yang hanya Rp 1.500. Mereka yang berangkat dari rumah shubuh sambil membawa barang dagangan ke Jakarta lalu sore membawa lagi barang dagangan dari Jakarta. Kalau harga tiket kereta sudah Rp 50.000 apa mungkin mereka masih bisa melakukan mobilitas tinggi untuk memenuhi kebetuhan hidup sehari-hari nya?Sekarang moda transportasi apa yang mereka gunakan untuk jual beli barang nya
Tidak tahu lah...
Mari berdoa saja buat mereka
Â
Sukabumi-Bogor 2 Desember 2014Â Ilustrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H