Beberapa reklamasi yang dilaksanakan tidak diamanatkan/tidak tercantum dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota nya, tidak dilengkapi dengan rencana detail tata ruang sekitar kawasan reklamasi, bahkan beberapa masih belum dilengkapi perijinan.
Saat ini, dengan teknologi yang ada, sangatlah mudah untuk mendeteksi perubahan bentang alam yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di wilayah administrasi Indonesia. Setiap orang bisa melakukannya. Setiap warga bisa melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang ada. Kita dapat dengan mudah membuka aplikasi Google Earth dan memanfaatkannya. Demikian pula halnya untuk mendeteksi reklamasi yang terjadi. Baiklah, mari kita bermain-main dengan Google Earth.
Berikut saya tampilkan rangkaian Gambar Citra secara historical yang didapat dari aplikasi Google Earth untuk reklamasi yang dilakukan di Teluk Palu, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Ini hanya merupakan salah satu contoh, masih banyak reklamasi lainnya yang terjadi di Indonesia.
Bahkan, citra Google Earth tertanggal 16 Februari 2016, kegiatan reklamasi semakin meluas, walau belum tampak bangunan di atasnya. Rangkaian gambar di atas memaparkan secara jelas bahwa hanya dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun, proses reklamasi pantai di Teluk Palu sangat pesat.
Ilustrasi gambar yang didapat dari Google Earth di atas, belum tentu merupakan proses reklamasi yang terindikasi pelanggaran. Tidak semua kegiatan reklamasi melanggar. Menurut hemat saya, reklamasi bukan hal yang haram, bukan pula hal yang tabu untuk dilakukan. Reklamasi sah dan dapat dilakukan asal memenuhi aturan dan persyaratan yang ditetapkan.
Reklamasi pantai merupakan salah satu tindakan dalam upaya pengembangan kota. Kegiatan reklamasi sudah banyak diterapkan oleh Negara dan kota lain, misal yang menghadapi kendala terbatasnya lahan daratan (keterbatasan lahan) sehingga pengembangan ke arah daratan sudah tidak dimungkinkan lagi dan diperlukan “daratan” baru.
Pertanyaannya, “Sudah sesuaikah dengan aturan yang ada? Sudahkah memiliki dokumen rencana yang lengkap? Sudahkah memiliki dokumen Amdal? Sudah lengkapkah dokumen perijinannya?” Itulah yang perlu ditelisik lebih lanjut dan itu tentunya tidak cukup hanya dilakukan dengan bermain-main Google Earth.
Ilustrasi gambar di atas hanya sebatas rangkaian gambar perkembangan/progress pelaksanaan reklamasi. Untuk menelisiknya lebih lanjut, kita perlu menyandingkannya dengan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/kota yang bersangkutan. Jika tidak sesuai dengan fungsi dan peruntukan yang tertuang dalam RTRW, ditelisik lebih lanjut lagi dokumen perijinannya, .
Terselip harapan, semoga ke depan, tidak hanya aplikasi Google Earth saja yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Dokumen rencana tata ruang pun demikian, SHP file peta rencana pola ruang yang tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di Indonesia dapat diakses semua orang, sehingga masyarakat dapat turut melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayahnya.
Hehehe… Sudah dulu deh… sisanya, nanti saja bersambung, kali ini main-main dengan Google Earth aja dulu. Selamat malam. Salam. (Del)