Bandara Internasional Lombok seperti halnya Bandara Internasional lainnya di Indonesia terus berbenah dan mempercantik diri. Berupaya untuk memberikan pelayanan maksimal bagi para pengunjung agar sudi hati kembali bertandang. Masih nampak beberapa kekurangan, namun upaya perbaikan tetap dijaga.
Bandaranya belum semegah Bandara Sepinggan Balikpapan atau secantik Bandara Ngurah Rai Bali atau sekomplit Bandara Kualanamu Medan. Setelah kurang lebih lima tahun beroperasi, bagaikan gadis kecil yang mulai beranjak besar, Bandara Internasional Lombok sudah mulai menampakkan kecentilan dan kegenitannya, dipoles sana dan sini. Walau kadang kadar polesannya sedikit berlebihan dan kurang pas.
Semenjak pindah dari Bandara Selaparang dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 20 Oktober 2011, kita harus menyediakan waktu lebih untuk mencapai Bandara Internasional Lombok.
Tidak seperti Bandara Selaparang yang berada di tengah Kota Mataram, Bandara Internasional Lombok (BIL) letaknya sekitar 1 jam perjalanan dari Kota Mataram. Bandara Internasional Lombok berada di Praya yang termasuk ke dalam Kabupaten Lombok Tengah.
Tidak ada masalah. Bandara memang seharusnya tidak terletak di tengah kota. Bandara Internasional Soekarno-Hatta pun letaknya di Tangerang. Yang penting akses dan moda transportasi dari dan ke Bandara tersedia dengan aman, nyaman, lancar, dan mudah.
Panggilan tugas mengharuskan saya untuk bolak-balik ke Mataram, seperti halnya kunjungan saya ke Mataram kali ini. Waktu di HP menunjuk pukul 15.30, tugas kerjaan rampung sudah. Saatnya untuk bergegas meninggalkan lokasi acara. Langsung menuju Bandara demi mengejar burung besi yang akan kembali mengantar kami ke Jakarta.
Tiba di Bandara, gerimis tipis masih betah menyirami langit Lombok. Sengatan mentari yang biasanya akrab menyapa Lombok, hari itu tunduk pada kekuasaan gerimis. Mentari tertunduk malu, lupa dengan kegarangannya.
Seperti biasa, Bandara Lombok ramai, baik oleh calon penumpang maupun para pengantar dan penjemput. Bahkan diramaikan pula oleh masyarakat sekitar Bandara. Betul ! Bandara Lombok memang gak pernah sepi. Bandara tidak hanya didominasi oleh penumpang, pengantar, dan penjemput. Bandara Lombok gak pernah sepi pengunjung.
Teringat masa-masa awal beroperasinya Bandara Internasional Lombok di akhir tahun 2011. Begitu mendarat dan keluar Bandara, kita seakan menjadi tamu kehormatan, mendapat sambutan dari begitu banyak orang. Saya pikir waktu itu penuh karena sedang waktunya untuk ibadah haji sehingga banyak pengantar. Namun, ternyata tidak hanya waktu seputar Idul Adha saja. Sekarang memang sudah “agak mendingan”, tidak terlalu banyak lagi. Dulu, masyarakat berderet di pintu keluar seakan menyambut kita. Lucu juga.
Ambil koper di bagasi mobil berniat untuk segera masuk Bandara dan check-in, tiba-tiba, “Del, kita ke pasar situ yuk!”, Rekan satu perjalanan mencetuskan ide. Suatu ide yang aneh. Langsung terlontar, “Ngapain?”. Seakan bisa menebak isi pikiran, dia meneruskan ajakannya. “Walaupun sering ke Lombok, pasti kamu belum pernah mampir ke pasar itu kan?”. OK deh… toh masih ada waktu satu setengah jam sebelum keberangkatan.
Dengan tangan yang masih mendorong koper, akhirnya kami menuju “pasar” yang dimaksud. Ternyata pendapat awal bahwa pengunjung Bandara sudah “agak mendingan” langsung terbantahkan. Hanya lokasinya saja yang dipindahkan.
Para pedagang asongan dan kaki lima yang dulunya tidak tertata dan terkesan berada di sembarang tempat, mulai ditata dan ditempatkan di lokasi yang tidak terlalu jauh, bahkan bisa dikatakan dekat dari Bandara.
Jaraknya hanya sekitar 250 meter dari gedung keberangkatan/kedatangan pesawat. Para pedagang asongan dan pedagang kaki lima ini bermunculan karena banyak peminatnya, banyak pembelinya. Target pembeli barang dagangan mereka adalah para pengunjung yang notabene masyarakat sekitar yang berwisata di area Bandara.
Jika 2 atau 3 tahun lalu masyarakat sekitar berwisata mengajak anak-anak dan keluarga melihat pesawat terbang dari lokasi gedung keberangkatan/kedatangan, sekarang diberi tempat di area khusus. Jika 2 atau 3 tahun lalu para pedagang asongan dan pedagang kaki lima berjualan di sembarang tempat, sekarang ditempatkan pada kios-kios di area khusus tak jauh dari Bandara. Berhasilkah upaya penataannya? Tepatkah?
Beberapa mencoba mengiming-imingi anak-anak agar tertarik dengan mainan yang menjadi dagangannya. Tak sedikit yang sedang melakukan tawar menawar sebelum terjadinya transaksi.
Beberapa orang tua berupaya menjelaskan pada anaknya tentang pesawat yang akan mendarat maupun yang akan lepas landas. Yang lainnya ada juga yang tetap menikmati secangkir kopi atau teh untuk mengusir dinginnya gerimis, seakan tidak terusik oleh suasana hiruk pikuk di sekitar. Berhubung gerimis, kondisi lantai yang basah dan kotor turut mewarnai. Kita harus ekstra hati-hati supaya tidak terpeleset.
Ketika upaya menghilangkan sama sekali para pedagang asongan/pedagang kaki lima tidak dapat dilakukan, upaya penataan merupakan tindakan kompromi untuk berdamai dengan para pedagang tersebut.
Kompromi untuk berdamai dengan para pedagang asongan/pedagang kaki lima merupakan kebijakan yang sah-sah saja sepanjang tidak mengganggu kelancaran, kenyamanan, dan keamanan operasional penerbangan. Hanya saja, penataan yang dilakukan jangan setengah hati.
Perlu ketegasan dan penegakan aturan. Ketidaktegasan pengelola maupun aparat yang berwenang hanya akan membuat kesan “kumuh” muncul, seperti yang terjadi saat ini. Para pedagang mulai menjajakan dagangannya tidak pada kios yang telah disediakan. Mereka memilih untuk menggelar dagangannya di lorong-lorong jalan dan di sembarang tempat.
Hhmmm… Sudah ah, kok jadi semakin serius. Salam. (Del)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H