Mohon tunggu...
Deliana Setia
Deliana Setia Mohon Tunggu... karyawan swasta -

I'm just an ordinary person, living this beautiful life that God gave me www.kitadankota.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekolah Master, Haruskah Digusur? Pemkot Depok Seharusnya Malu

12 Juli 2013   22:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:38 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulang kerja sore tadi, sempat menonton tayangan talkshow di salah satu TV Swasta. Tema yang diangkat kali ini tentang Sekolah Master. Sebenarnya sudah lama mendengar cerita tentang Sekolah Master, Sekolah Masjid Terminal yang berada di areal Terminal Depok. Sekolah ini sudah lumayan dikenal sebagai sekolah gratis yang menampung anak anak dari “kaum marjinal”. Sekolah bagi anak-anak yang berasal dari kaum yang terpinggirkan, anak-anak jalanan, atau terkadang ada yang menyebut dengan istilah “anak-anak kucing garong”.  Murid-murid Sekolah Master umumnya adalah anak-anak jalanan yang biasanya berkeliaran di seputar Terminal Depok. Ada pengamen, tukang rokok, tukang semir sepatu, loper koran, atau profesi-profesi lainnya di seputaran terminal. Keberadaan Sekolah Master tetap eksis hingga sekarang tentunya tidak lepas dari kegigihan dan niat tulus dari sosok Pak Nurrohim. Beliau adalah pemilik warteg di seputaran Terminal Depok yang merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu untuk anak-anak jalanan. P Nurrohim merupakan sosok sederhana namun memiliki ide-ide yang sangat jauh di depan dan yang terutama, ide yang mulia. Keterbatasannya yang hanya sebagai seorang pemilik usaha warteg, tidak membatasi dan tidak menghalangi niat mulianya untuk membantu anak-anak di sekitarnya. Tidak menghalangi niat sucinya untuk berbuat sesuatu yang berguna, bermanfaat, dan mulia. Sosok Pak Nurrohim yang terlihat bersahaja ternyata menyimpan magma dengan kekuatan yang sangat dahsyat. Memiliki pemikiran yang luar biasa bagi nasib anak-anak bangsa, memiliki kepedulian terhadap sekitar. Ketika negara tidak mampu untuk berbuat sesuatu bagi mereka, Pak Nurrohim mengambil peran di sana. Dia tidak berharap banyak untuk dirinya sendiri. Beliau cukup senang ketika melihat anak-anak didiknya berhasil, ketika murid-muridnya bisa mandiri, bisa berguna. Beliau merasa bahagia jika mendengar didikannya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau mendapatkan beasiswa sekolah di luar negeri. Itu saja sudah lebih dari cukup. Sekolah Master berawal dari kepekaan beliau terhadap lingkungan sekitar. Berawal dari pesantren kilat bagi anak-anak jalanan yang digagas oleh Ikatan Pemuda dan Remaja Masjid Al Mutaqien. Pak Nurrohim merupakan salah seorang pengurusnya. Dari sana, berkembang dengan mendirikan pendidikan gratis buat anak-anak jalanan atau anak-anak yang berasal dari keluarga miskin di wilayah sekitar. Sekolah Master tidak hanya mengajarkan sebatas pendidikan akademik saja, tapi yang lebih penting adalah keterampilan sebagai bekal hidup, dan pendidikan moral, dan etika. Ini penting sebagai bekal bagi masa depan agar kelak mampu hidup mandiri dan tidak di jalanan lagi. Agar mereka nantinya terlepas dari belenggu kemiskinan yang melilit erat. [caption id="" align="aligncenter" width="290" caption="Warna-warni Sekolah MasterSumber Foto: www.sekolahmaster.wordpress.com"] [/caption] Yang menarik, anak-anak Sekolah Master belajar di 8  ruang kelas yang terbuat dari peti kemas (container). Peti kemas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menjadi ruang kelas. Peti kemas tidak lagi berwarna kusam karena telah disulap menjadi ruang kelas yang sangat menarik, berwarna-warni, sangat bersahabat. Dinding peti kemas selain diwarnai dengan warna yang ceria, juga dilukis dengan gaya mural.  Peti-peti kemas tersebut hasil donasi dari salah satu perusahaan. Peti-peti kemas hasil donasi diserahkan kepada Pimpinan Sekolah Master, Nurrohim. Yang menarik, pada saat penyerahan, Nurrohim didampingi oleh Walikota Depok Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail. Dan apa yang terjadi sekarang? Di tayangan talkshow tadi diungkapkan bahwa Sekolah Master hendak digusur. OMG...! Kok bisa? Padahal seorang Nurrohim dan timnya yang lain telah bersusah payah menggantikan posisi negara yang seharusnya bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan warganya. Padahal Sekolah Master telah membantu Negara untuk menyediakan pendidikan bagi warga yang terpinggirkan. Padahal salah satu bunyi UUD mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pemerintah Kota Depok seharusnya malu dan bertindak nyata. Namun bukan tindakan nyata dalam arti nyata menyingkirkan Sekolah Master. Harusnya mendukungnya, membantunya, dan mengayominya. Oh... Indonesiaku... Ketika masyarakat berupaya membantu dengan tulus ikhlas menggantikan peran pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan namun justru pemerintah  bertindak sebaliknya. Ketika sekelompok warga bergerak menggeliat membantu menyediakan alternatif sekolah, pemerintah justru merencanakan pembangunan yang konon kabarnya merupakan kawasan terintegrasi, kawasan yang lengkap. Di dalamnya ada terminal, stasiun, apartemen, hotel, pusat perbelanjaan, dan yang lainnya. Adakah alokasi ruang untuk pendidikan gratis juga? Itu yang tetap harus ada. Yang dapat mengakomodir kebutuhan riil masyarakat setempat. Seharusnya, Sekolah Master tetap ada. Jika memang harus menggusurnya, dapat dicari ganti lokasi baru, yang tidak jauh dari sana. Tidak bisa terlalu jauh dari sana, karena visi dan misinya ada di sana. Sekolah Master harus tetap terjaga keberlangsungannya.  Semoga Pemerintah Kota Depok terbuka matanya. Semoga Walikotanya lebih bijak. Kini Sekolah Master menggantungkan harapannya pada pihak-pihak yang masih perduli, masih memiliki nurani, untuk turut memperjuangkan keberlangsungan Sekolah Master. DI akhir acara, ada perkataan Pak Nurrohim yang menohok, pernyataan yang terasa menampar, semoga pula menyadarkan, dan menggerakkan hati siapapun yang menyaksikan. Terutama untuk Pemerintah Kota Depok. P Nurrohim mengatakan,”Tak perlu menunggu menjadi orang hebat atau orang kaya untuk berbuat baik, mulailah segera. Sesuaikan saja dengan kemampuan masing-masing. Dengan niat yang baik, pasti semua akan baik”. Mungkin kata-katanya tak persis sama, tapi begitulah intinya. Hati merasa tertegur, malu hati, seharusnya kita juga bisa seperti itu. Setidaknya untuk lingkungan sekitar.  Rasanya tidak perlu menjadi matahari untuk menerangi bumi. Cukuplah menjadi lilin yang menerangi sekitar. Itu lebih baik dibandingkan tidak berbuat sama sekali.  (Del)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun