Mohon tunggu...
Delia Cahya Wijaya
Delia Cahya Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Masih Belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandemi Membuka Pintu Kebenaran terhadap Kekerasan Seksual pada Perempuan

19 Januari 2022   09:20 Diperbarui: 19 Januari 2022   09:23 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tahun 2021 kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Kekerasan merupakan tindakan yang menyebabkan kerusakan fisik serta mental, kekerasan juga dapat tercipta melalui verbal dan non-verbal. 

Komisi Nasional Hak Asasi Perempuan mengungkapkan, kasus kekerasan di Indonesia ini sedang genting. Berdasarkan Komisi Nasional Hak Asasi Perempuan, pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual melalui kontak fisik juga non fisik yang ditujukan pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang.

Lelucon serta komentar seksual perihal tubuh seorang, menyampaikan siulan, colekan atau menyentuh bagian tubuh, gerakan atau perbuatan yang bersifat seksual, bahkan hingga pemerkosaan. 

Hal tersebut memang terasa lucu serta menyenangkan bagi sebagian orang yang terbiasa melakukan kekerasan seksual tersebut, akan tetapi bagaimana perasaan wanita yang menjadi korbannya? Merasa tersinggung, tak nyaman, sangat merasa direndahkan, dah bakan mengakibatkan persoalan kesehatan mental.

Lantas mengapa kekerasan seksual pada wanita di Indonesia ini masih sangat banyak terjadi. Sebagian besar kasus kekerasan terjadi sebab adanya budaya patriarki yang masih kental di masyarakat, budaya patriarki menempatkan posisi sosial kaum laki-laki lebih tinggi daripada kaum perempuan. Sehingga, masyarakat cenderung menduga lumrah adanya perilaku pelecehan ataupu kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk sekecil apa pun. 

Bahkan, tak jarang perempuan yang sebagai korban pelecehan justru disalahkan. Keadaan pun semakin diperparah dengan adanya peraturan perundang-undangan yang mendeskriminasi kaum perempuan, adanya pembatasan yang lumrah dan tidak lumrah bagi perempuan.

Pada catatan Komisi Nasional Hak Asasi Perempuan pada 15 tahun terakhir, setiap dua jam sekali, satu orang perempuan mengalami pelecehan seksual. Bahkan pada satu hari mampu hingga dua puluh orang perempuan di Indonsia yang mengalami atau sebagai korban kekerasan seksual. 

Kemudian yang mengherankan lagi, rata-rata pelaku kekerasan seksual bukan orang asing bagi korban. Namun orang-orang terdekat yang bahkan telah mengincar korban karena kemudahan akses dan rasa percaya dari korban serta orang disekitarnya.

Lebih mirisnya, masalah kekeran seksual ini telah masuk keranah lembaga pendidikan. Dimana yang kita tau, lembaga pendidikan itu tempat berlangsungnya proses pendidikan untuk mengubah tingkah laku seorang kearah lebih baik melalui interaksi sosial dan lingkungan sekitarnya. 

Seperti yang sedang marak-maraknya yaitu kekerasan serta pelecehan seksual yang terjadi di universitas, lingkungan universitas yang bersifat terbuka serta terlihat bebas tentu semakin membuka pintu yang lebar untuk timbulnya pemerkosaan dan kekerasan seksual.

Dalam beberapa masalah pelecehan serta kekerasan seksual, penampilan dan pakaian yang dipergunakan perempuan kerap dijadikan alasan utama. Hal tersebut tidak mampu dijadikan alasan dasar bagi seorang untuk melakukan pelecehan juga kekerasan seksual. 

Sifat yang dimiliki perempuan untuk terlihat indah serta menawan dilihat, tidak mampu dibatasi apalagi disalahkan. Tentu perilaku saling menghargai mampu dijadikan pencegahan utama. Bila penampilan serta berpakaian perempuan selalu dijadikan alasan, pelecehan dan kekerasan seksual akan terus terjadi dan memakan banyak korban.

Tidak banyak dari korban kekerasan seksual yang berani melaporkan atau bahkan sekedar cerita pada orang tuanya. Alasan para korban tidak mau bicara yaitu karena stigma sosial serta para korban takut disalahkan, banyak pula korban yang tidak kuat menanggung hal itu dan memilih bunuh diri. 

Misalnya seperti korban pemerkosaan, para korban baru akan melapor bila mereka telah hamil atau saat kandungannya mulai membesar sebab saat itulah para korban sudah tidak bisa menutupinya lagi dan tidak punya pilihan selain pasrah.

Akibat yang akan dialami oleh korban sama sekali tidak bisa disebut sepele, kekerasan seksual yang diterima akan mempengaruhi kondisi fisik, psikis, serta sosial. dampak psikis yang akan dialami koban, seperti merasa gelisah, mengalami depresi, gangguan tidur serta mimpi buruk, menyakiti diri sendiri, sampai munculnya dorongan untuk mengakhiri hidupnya. 

Dari dampak psikis tersebut pula akan mempengaruhi kesehatan fisik yang menyebabkan, keluarnya nyeri kronis, infeksi atau pendarahan di bagian kelamin, dan lebih parahnya bisa terkena penyakit yang menular. 

Tidak hanya itu, secarara sosial korban juga akan sulit mempercayai orang lain, tak jarang menyendiri, dan takut untuk berbaur dengan lingkungan sekitarnya.

Kejamnya akibat yang diterima oleh korban, tentu wajib dibalas menggunakan hukuman yang setimpal bagi para pelaku kekerasan seksual. Kemudian bagaimana hukuman yang diterima oleh para pelaku kekerasan seksual di Indonesia?

Pada buku II kitab undang-undang hukum pidana bab XIV perihal kejahatan terhadap kesusilaan. Secara garis besar kejahatan terhadap kesusilaan bisa dibedakan yaitu pertama perbuatan pidana melanggar kesusilaan, pornografi, perjinahan, pemerkosaan, hubungan kelamin dengan sejenis, mucikari, perdagangan perempuan dan laki-laki yang belum dewasa, dan perbuatan lain yang disebut melanggar kesopanan.

Pada UU nomor 23 Tahun 2004 perihal PKDRT maka terhadap pelaku kekerasan seksual diberikan hukuman sebagaimana diatur pada Pasal 46, Pasal 47 dan Pasal 48 menggunakan hukuman penjara paling singkat 4 (empat) tahun serta paling lama 20 (dua puluh) tahun dan hukuman paling sedikit Rp. 12.000.000,00.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun