Mohon tunggu...
Delfyan Intan Nurmala Fadin
Delfyan Intan Nurmala Fadin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pariwisata

Saya gemar membaca, mendengarkan musik, mendengarkan cerita, dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Petualangan Kuliner: Menemukan Kelezatan dan Menikmati Momen di Sudut Dekat Kost

17 Desember 2023   17:45 Diperbarui: 17 Desember 2023   18:24 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 14. Seluruh makanan yang saya pesan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Perjalanan kuliner ini diawali dengan kedatangan mama saya ke Yogyakarta secara tiba-tiba. Sebenarnya mama saya bukan orang yang pemilih mengenai makanan, melainkan saya. Selain itu, tentunya saya juga ingin memberikan pengalaman yang baik dong, kepada mama saya yang datang tiba-tiba ini. 

Dua hari belakangan, saya sedang sangat sibuk menghadapi pekan sebelum UAS yang harus saya jalani di semester 5 ini. Tiba-tiba mama saya menghubungi bahwa beliau akan tiba di Yogyakarta sore nanti. Kalau itu bercanda, nggak lucu sumpah! Gimana mau quality time kalau saya sedang sesibuk ini. Benar saja, sorenya mama saya tiba dengan membawa sedikit barangnya, katanya pengen nengok anak sulungnya satu atau dua hari. Saya agak kesal dan sedih sih, kesal karena kenapa nengoknya pas lagi sibuk, dan sedih karena tidak punya banyak waktu untuk main bareng sebab lagi super sibuk sama dunia perkuliahan yang tugasnya numpuk. Belum lagi disibukkan dengan urusan UKM yang mana akhir tahun harus mengurus segala administrasi, dan karena saya menjabat sekretaris di UKM Berkuda UGM, jadilah banyak kerjaan lari ke saya. 

Sebenarnya saya ingin mengajak mama saya untuk makan malam di Raa Cha Suki & BBQ di Ambarrukmo Plaza atau biasa disebut dengan Amplaz. Namun, hari itu saya pulang terlalu malam, ditambah hujan mengguyur dengan cukup deras, dan lokasi Amplaz yang cukup jauh dari kost saya membuat saya mengurungkan niat tersebut. Saya coba tanya ke mama, "mama pengen makan apa?" dan mendapat jawaban "terserah kamu to, kan kamu yang tahu!". Membuat saya membatin, ya memang benar sih jawaban beliau. 

Terbesit di pikiran untuk pesan makan secara online, tetapi sedari dulu saya paling nggak tega kalau pesan makanan secara online saat sedang hujan, karena kasihan pihak ojolnya harus mengantar makanan di tengah hujan. Akhirnya memutar otak lagi dan membayangkan banyak makanan yang bisa membuat saya tergiur. Sampai tiba-tiba, terbayang suatu tempat di otak saya yang dari dulu ingin saya datangi, tetapi entah kenapa hingga sekarang, saya belum mengunjunginya. Padahal, hampir setiap hari saya melewati tempat itu dan lokasinya pun cukup dekat dengan kost saya. 

Tempat itu terletak di sekitar Pogung, dengan gerbang kayu dan pagar batu. Setiap saya melintasi lokasi tersebut, gerbangnya selalu tertutup sehingga saya tidak dapat menengok apa yang ada di dalam tempat itu, padahal tempat tersebut tidak sedang tutup, melainkan masih melayani pelanggan. Tertutupnya pagar kayu itu juga yang menyebabkan saya sangat penasaran terhadap tempat tersebut. Pertanyaan-pertanyaan sering muncul, apa isi dari tempat itu, bagaimana kondisinya, apa tema dari tempat itu, orang seperti apa yang biasa mendatanginya, makanan dan minuman apa yang dijual, mengapa pagarnya selalu tertutup, dan beberapa pertanyaan lain. Selain menimbulkan rasa penasaran, ditutupnya pagar kayu tersebut juga menciptakan suatu ketertarikan, sebenarnya apa sih yang disembunyikan tembok berbatu dan gerbang kayu berbalut tanaman rambat itu?

Awalnya saya ragu, apakah pilihan yang tepat untuk mengajak mama saya makan malam di tempat itu? Sebab yang saya ketahui dari seorang teman, tempat tersebut merupakan sebuah kafe. Saya menimang-nimang, 'masa makan malam di kafe?'. Namun, pikiran dari sisi lain meyakinkan 'mungkin ini saat yang tepat untuk menuntaskan rasa penasaran mengenai tempat itu, mumpung ada mama juga, jadi pengalaman yang diperoleh pasti beda'. Akhirnya saya mengajak mama saya ke tempat itu untuk makan malam. Oh iya! Sepertinya saya belum menyebutkan nama dari tempat itu ya sedari tadi. Nama dari tempat itu adalah Tiga Roepa, hanya itu sih yang saya tahu awalnya. 

Tanpa berlama-lama, saya segera menuju ke Tiga Roepa bersama mama menggunakan ojek online karena kondisi masih sedikit hujan. Sebab lokasi yang tidak jauh, kami dalam waktu singkat telah tiba di tempat tujuan dan terdapat hal yang membuat saya merasa sedikit kaget. Pasalnya, gerbang kayu yang sehari-hari berdiri kokoh dan menghalangi mata milik para pengguna jalan untuk dapat mengintip kondisi di dalam Tiga Roepa tengah terbuka, menampakkan kondisi di dalamnya yang ternyata cukup rimbun dan beberapa titik halaman digenangi sedikit air hujan. Tanpa basa-basi, saya segera mengajak mama untuk masuk supaya tidak kuyup terkena guyuran hujan. 

Melangkah ke depan pintu area dalam, terdapat tulisan menempel di dinding yang menyampaikan suatu informasi bahwa 'Galeri' berada di dalam ruangan. Dengan sedikit bingung memikirkan galeri apa yang dimaksud tulisan tersebut, saya mengajak mama untuk masuk ke bangunan sederhana yang berbentuk seperti rumah itu dan menemukan banyak lukisan berbagai tema tertempel di dinding. Detik itu juga saya paham maksud tulisan tadi. Ternyata, tempat ini bukan hanya sekedar kafe, melainkan juga sebuah galeri lukisan dan barang-barang antik. Kenyataan lain yang saya ketahui setelahnya adalah bahwa nama kafe ini tidak hanya Tiga Roepa, melainkan Tiga Roepa Pandega Galeri & Cafe.

Gambar 2. Lukisan berukuran besar di Tiga Roepa Pandega Galeri & Cafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 2. Lukisan berukuran besar di Tiga Roepa Pandega Galeri & Cafe. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kondisi di dalam cukup ramai mengingat hujan sedang turun, menyebabkan pengunjung tanpa ragu memilih bagian indoor yang disediakan kafe ini. Setelah menyusuri seluruh bagian ruangan, hanya tersisa satu meja yang kosong, terletak di ujung dengan posisi kursi dan meja lebih rendah daripada meja lainnya, dikelilingi oleh lukisan dan barang-barang antik yang mungkin akan disebut cukup 'aesthetic' oleh sebagian besar Gen Z. Saya tanya dulu kepada mama, apakah mau duduk di situ, dan mama setuju saja apabila kami duduk di sana. Di dekat meja tersebut, terdapat meja lain yang diisi oleh tiga orang mahasiswa, sepertinya mahasiswa Prodi Akuntansi UGM apabila melihat tempelan-tempelan stiker di laptop dan obrolan-obrolan yang dilontarkan. 

Gambar 3. Salah satu barang antik di Tiga Roepa  (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3. Salah satu barang antik di Tiga Roepa  (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 4. Beberapa barang antik di Tiga Roepa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 4. Beberapa barang antik di Tiga Roepa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Ngomong-ngomong, tembok di ruangan ini terbagi-bagi warnanya. Terdapat sisi yang berwarna putih, sisi lain berwarna biru, dan terdapat pula yang berwarna hijau. Meskipun begitu, tampilannya terkesan cocok-cocok saja, apalagi dipadukan dengan hadirnya lukisan dan benda-benda antik yang letaknya disusun seharmonis mungkin. Saya langsung berpikir, memang seperti ini lah seni bekerja, tidak terduga, tetapi menciptakan keserasian yang berkualitas secara visual, serta tidak semua orang mampu melakukannya. Meja yang kami tempati berbahan kayu dan rotan, menyesuaikan dengan konsep dari kafe galeri ini. Unik juga ya, ada kafe yang juga merupakan galeri. Menyebabkan atmosfer yang berbeda dibandingkan kafe lain, saat kita makan, minum, mengerjakan, tugas, atau bahkan rapat, ditemani seni-seni lukisan dan ukiran yang menarik bagi mata. 

Setelah memilih meja, saya keluar untuk memesan, menilik dari tiadanya tanda-tanda titik pemesanan, maka mungkin tempat untuk memesan tidak berada di ruangan tersebut. Saya melewati suatu pintu outdoor yang cukup antik, berbahan kayu dengan beberapa titik diukir dengan cantik. Di balik hal tersebut rupanya terdapat area outdoor yang tersusun meja kursi kayu secara harmonis dengan letak-letak tumbuhan. Selain itu, terdapat beberapa gazebo yang bentuknya tertutup dan tradisional, terdapat pula tempat duduk yang dinaungi atap berbahan kayu dan berukir, serta terdapat aksesoris di sekitarnya yang membuatnya terlihat seperti tempat santai di kerajaan zaman dulu. Tidak hanya itu, gazebo tertutup di kafe ini juga memiliki bentuk tradisional, ukurannya lebih besar dari gazebo umumnya dan terbuat dari kayu yang bergambar ukiran cantik. 

Gambar 5. Pintu outdoor yang cukup antik berbahan kayu. (Sumber: Adnan Saputro, Google Photo and Review)
Gambar 5. Pintu outdoor yang cukup antik berbahan kayu. (Sumber: Adnan Saputro, Google Photo and Review)

Gambar 6. Sisi luar gazebo outdoor yang bernuansa tradisional. (Sumber: Salma Azizah, Google Photo and Review)
Gambar 6. Sisi luar gazebo outdoor yang bernuansa tradisional. (Sumber: Salma Azizah, Google Photo and Review)

Hal unik lainnya adalah, bilik untuk memesan juga terkesan sangat tradisional apabila dilihat dari luar, dengan desain yang sangat serasi dengan gazebo dan duplikat tempat santai kerajaan di dekatnya. Bahkan, di sisi-sisi pintu terdapat payung kecil, dengan bentuk payung dan kain bermotif khas Bali. Namun, ketika saya masuk ke dalam, vibe-nya berubah. Ruangan di dalam terasa sangat retro ala 80-an dengan foto-foto hitam putih serta berfilter vintage, juga majalah-majalah dan surat kabar era 90-an, juga mesin-mesin kopi yang memperkuat aura tersebut. Sejujurnya, saya ingin mendokumentasikan titik-titik menarik di bagian outdoor Tiga Roepa tersebut, malang bagi saya, hujan menghalanginya sehingga saya tidak memperoleh footage bagian luar ruangan kafe ini.

Di sana, saya memesan cukup banyak menu. Hal pertama yang saya pesan tanpa repot melihat lembaran menu adalah Iced Matcha, karena minuman tersebut merupakan salah satu kesukaan saya, dan saya sangat yakin kafe ini pasti menyediakan menu tersebut. Baru setelahnya, saya mulai membaca lembaran menu dan memutuskan untuk memesan Nasi Goreng Kampung Tiga Roepa dan minuman Beras Kencur untuk mama saya, Spaghetti Aglio Olio Tuna, Roti Bakar Coklat, dan seporsi Mendoan untuk saya.

Harga makanan dan minuman di kafe tersebut cenderung standar. Tidak terlalu mahal, tetapi juga banyak yang lebih murah dari kafe ini. Sejumlah enam menu yang saya pesan tersebut totalnya hanya senilai Rp148.000 dengan rincian Nasi Goreng Kampung Tiga Roepa berharga Rp25.000, minuman Beras Kencur memiliki harga Rp18.000, Spaghetti Aglio Olio Tuna memiliki harga Rp35.000, Roti Bakar Coklat diberi harga Rp18.000, dan seporsi Mendoan seharga Rp25.000. Selain itu, kafe ini juga menyediakan WiFi gratis dengan password yang telah tercantum di nota pembelian, sehingga pengunjung tidak perlu lagi untuk bertanya kepada pegawai. 

Menu pertama yang datang adalah Beras Kencur dan Iced Matcha. Saya langsung berbinar ketika melihat minuman berwarna hijau itu dibawa di atas nampan pegawai menuju meja yang saya dan mama tempati. Setelah disajikan di atas meja, saya langsung menarik minuman itu untuk mendekat dan menyeruputnya melalui drinking straw yang diberikan. Reaksi pertama yang saya tunjukkan adalah sedikit terkejut karena rasa Iced Matcha yang baru saya minum, memiliki rasa yang enak melebihi ekspektasi yang saya miliki. Iced Matcha ini cukup powdery karena memang dibuat dari bubuk teh hijau halus daun teh, memberikan sentuhan rasa yang kaya dan unik. 

Menurut saya, rasa Iced Matcha di kafe ini memiliki cita rasa yang seimbang, dengan rasa berat dari susu disertai dengan nuansa kombinasi manis pahit yang lembut, menciptakan keselarasan sempurna. Biasanya, terdapat matcha yang terlalu manis, atau terlalu pahit, atau malah terlalu powdery sehingga meninggalkan after effect yang tidak nyaman di mulut dan lidah, tetapi Iced Matcha kali ini memiliki cita rasa yang cukup seimbang sehingga saya memberi nilai 9/10. Selain itu, tampilan dari minuman ini cukup normal, tidak ada aspek-aspek yang menambah nilai visualnya, tetapi juga tidak buruk sama sekali.

Gambar 7. Iced Matcha Tiga Roepa. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 7. Iced Matcha Tiga Roepa. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Selanjutnya, saya mencoba minuman Beras Kencur yang saya pesan khusus untuk mama. Pertama-tama, saya telah tertarik dengan wadah yang digunakan untuk menyajikan minuman jamu ini. Menurut saya, wadah itu sangat menarik dan cukup sesuai untuk digunakan sebagai wadah minuman tradisional. Pada awalnya, saya dan mama berpikir jikalau Beras Kencur ini akan dihidangkan secara hangat, tetapi kami salah. Minuman ini hadir sebagai minuman dingin yang cukup menyegarkan. Menurut saya, rasanya cukup normal, tidak pahit sama sekali dan terasa enak. Rasa manisnya juga terasa alami dan tidak terlalu dominan, menciptakan keseimbangan yang pas. Saya juga berpikir bahwa warna minuman ini cukup memancarkan nuansa minuman tradisional khas jamu yang menarik, memberikan kesan hangat dan mengundang. Secara pribadi, saya memberikan nilai sebesar 8/10 kepada minuman ini. 

Gambar 8. Beras Kencur di Tiga Roepa. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 8. Beras Kencur di Tiga Roepa. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 

Setelah kedua minuman tersebut, menu yang datang adalah hidangan utama makan malam kami, yaitu Nasi Goreng Kampung Tiga Roepa dan Spaghetti Aglio Olio Tuna. Sebelum makan spaghetti yang saya pesan, saya mencoba mencicipi nasi goreng milik mama. Hal yang saya peroleh dari peristiwa icip-icip tersebut adalah pernyataan bahwa makanan tersebut sangat tidak cocok dengan saya. Nasi goreng tersebut terlalu pedas, sedangkan saya tidak mampu mengkonsumsi cita rasa pedas. Selain itu, nasi goreng ini juga disertai cukup banyak udang, yang mana saya juga tidak terlalu menyukai udang. Di sisi lain, penampilan nasi goreng ini cukup bagus, dan selain bumbu pedas, bumbu-bumbu bercita rasa lain di dalamnya juga cukup pas menurut saya. Meskipun begitu, rasa nasi goreng ini mungkin dapat memberikan pengalaman unik bagi pecinta pedas yang sedang mencari tantangan kuliner. Secara keseluruhan, meskipun nasi goreng ini tidak sepenuhnya sesuai dengan selera saya, penampilan yang bernuansa makanan rumahan dan perpaduan bumbu yang cukup pas tetap memberikan nilai tambah pada hidangan ini, sehingga saya memberinya nilai di atas rata-rata, yaitu 6/10.

Gambar 9. Nasi Goreng Kampung Tiga Roepa. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 9. Nasi Goreng Kampung Tiga Roepa. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Usai dengan acara icip-icip nasi goreng milik mama, saya beralih ke menu makan malam yang saya pilih untuk diri sendiri, yaitu Spaghetti Aglio Olio Tuna. Saya memilih menu ini karena saya cukup menyukai tuna, jadi saya ingin mencoba apakah Tiga Roepa memiliki khas rasa tuna yang sesuai dengan preferensi saya. Setelah satu suapan masuk ke dalam mulut saya, benak berkata bahwa makanan ini enak dan memiliki keseimbangan antar kondimen bahannya, tetapi saya merasa bahwa belum ada yang spesial dari rasa menu ini. Saya kurang merasakan elemen herbal seperti oregano, basil, atau thyme yang dapat memberikan lapisan rasa herbal yang khas pada sausnya. Sementara itu, rempah lainnya seperti lada hitam memang cukup terasa sehingga tercipta sedikit kompleksitas rasa. Namun, secara keseluruhan saya menyukai menu ini karena tampilan visual yang cukup bagus walaupun sederhana, great texture karena spageti kenyal namun tetap al dente, lapisan lembut pada spageti karena penggunaan minyak zaitun, serta kondisi tuna giling yang tidak terlalu kering dan tidak juga terlalu berlemak. 

Gambar 10. Spaghetti Aglio Olio Tuna Tiga Roepa. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 10. Spaghetti Aglio Olio Tuna Tiga Roepa. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Oiya, spageti yang saya pesan juga memiliki side dish berupa roti. Roti tersebut membuat saya dapat merasakan variasi tekstur, rasa, dan memberikan tambahan cara untuk menikmati saus spageti. Jenis roti yang digunakan merupakan roti baguette yang renyah di luar dan lembut di dalam. Roti Baguette tersebut dipotong menjadi irisan atau potongan kecil dan dipanggang hingga kecoklatan. Saya dapat melihat bagian atas roti diolesi campuran minyak zaitun dan bawang putih sebelum dipanggang. Selain itu, roti juga dihias dengan taburan daun peterseli segar dan parmesan parut. Variasi rasa dan tekstur yang baik membuat saya memberikan nilai 8.6/10 kepada menu ini.  

Gambar 11. Spaghetti Aglio Olio Tuna Tiga Roepa dengan irisan kecil Roti Baguette. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 11. Spaghetti Aglio Olio Tuna Tiga Roepa dengan irisan kecil Roti Baguette. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Tak lama setelah kedua makanan utama datang, roti bakar coklat yang merupakan dessert dan mendoan yang merupakan side dish datang dan dihidangkan. Sejujurnya, saya sangat menyukai mendoan, sehingga setelah mengambil foto dari menu ini, saya langsung mencobanya, dan saya cukup terkesan. Kulit luar mendoan ini cukup renyah, tetapi tidak terlalu garing, sehingga memberikan sensasi kenyal saat digigit. Bagian dalam mendoan berisi tempe yang telah diselimuti oleh adonan tepung, dan tempe ini bertekstur sangat lembut serta rasa gurih benar-benar terasa. Saya cukup jarang menemukan tempe mendoan yang bagian dalamnya benar-benar lembut, sehingga hal tersebut membuat saya terkesan. Tempe mendoan Tiga Roepa ini dihidangkan bersama sambal kecap, membuahkan kombinasi manis, pedas, gurih serta serasi terhadap variasi rasa mendoan. Untuk tampilan visualnya, cukup sama dengan tempe mendoan pada umumnya, tetapi warna dari kulitnya cenderung lebih pucat dan kurang keemasan. Pada akhirnya, saya memberikan nilai 9/10 pada mendoan ini. 

Gambar 12. Seporsi tempe mendoan Tiga Roepa dengan sambal kecap. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 12. Seporsi tempe mendoan Tiga Roepa dengan sambal kecap. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Yang terakhir adalah roti bakar coklat. Di Tiga Roepa, roti yang dipanggang memberikan aroma dan rasa yang khas. Bagian luar roti terasa renyah sementara bagian dalamnya sedikit lebih lembut. Namun, bagi saya pribadi, tingkat kelembutannya masih kurang, apalagi di kafe ini, roti yang digunakan memiliki ukuran yang cukup tebal. Lapisan selai coklat atau serutan coklat memberikan sentuhan manis pada roti, tetapi rasa dari selai ini tidak cukup spesial. Sementara itu, saya menyukai teksturnya, dengan selai coklat yang cukup meleleh saat roti masih hangat, serta terdapat tekstur crunchy dalam selai. Tekstur crunchy selai coklat di roti bakar ini menurut saya memberikan nilai tambah karena terdapat efek rasa gurih dari coklat yang dipadu dengan manisnya. Tampilan visualnya tidak terlalu spesial, tetapi alat yang digunakan untuk menghidangkan roti bakar ini cukup unik, yaitu talenan kayu. Seluruh aspek tersebut membuat saya memberikan nilai 7.8/10 kepada menu manis ini. 

Gambar 13. Roti Bakar Selai Coklat Tiga Roepa dengan piring unik berupa talenan kayu. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 13. Roti Bakar Selai Coklat Tiga Roepa dengan piring unik berupa talenan kayu. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Setelah menikmati sejumput petualangan kuliner di tempat yang tak jauh dari rumah, saya dan mama memutuskan untuk menutup babak makan malam kami yang luar biasa. Meskipun hanya di sudut dekat kost, ternyata momen-momen kecil ini mampu menciptakan kenangan yang cukup berharga. Saat kami meresapi setiap hidangan, saya menyadari bahwa kelezatan tak hanya ditemui di tempat-tempat khusus. Bahkan di sini, di lingkungan sehari-hari, terdapat kenikmatan tersendiri yang dapat memberikan secercah rasa bahagia. 

Gambar 14. Seluruh makanan yang saya pesan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 14. Seluruh makanan yang saya pesan. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Tidak hanya soal rasa, tapi juga soal pengalaman. Mengabadikan momen dengan beberapa foto sebelum menyantap hidangan menambahkan lapisan keunikan pada malam ini. Melihat tumpukan makanan yang lezat di atas meja seolah-olah membawa kami dalam perjalanan kuliner yang tak terlupakan. Saat kami meninggalkan tempat itu dengan perut kenyang dan hati yang bahagia, saya menyadari bahwa sebuah petualangan kuliner yang menyenangkan tidak selalu harus menjadi perjalanan yang jauh. Kadang-kadang, kelezatan bisa ditemukan di dekat, dan momen-momen sederhana seperti ini adalah harta yang bernilai dan patut disyukuri.

Gambar 15. Foto saya yang diambil oleh mama, menunjukkan kebahagiaan momen makan malam kami. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 15. Foto saya yang diambil oleh mama, menunjukkan kebahagiaan momen makan malam kami. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 16. Foto saya yang diambil oleh mama, menunjukkan kebahagiaan momen makan malam kami. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 16. Foto saya yang diambil oleh mama, menunjukkan kebahagiaan momen makan malam kami. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun