Mohon tunggu...
Delf Kalalo
Delf Kalalo Mohon Tunggu... Administrasi - Pekerja

Memahami diri dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Negara Wis Aman, Ojo Diganggu Ya!

25 Mei 2019   17:50 Diperbarui: 25 Mei 2019   18:16 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah sudah berapa kali Presiden Jokowi diolok-olok rakyatnya sendiri. Dihina, dimaki, didelegitimasi kedudukannya dan dianggap bukan siapa-siapa. Siapa yang tahan? Mungkin Dilan bisa bilang "Itu berat Milea, biar aku saja!" bisaae kampas rem!

Jelas! Ia bukan Iron Man, Wolverine juga bukan salah satu pahlawan komik dengan tubuh atletis nan berotot siap tempur. Cara ia berjalan pun jauh dari kesan kuat dan perkasa. Suaranya juga tidak menyiratkan dominasi sang penguasa. Bila dipikir-pikir karakter Presiden Jokowi ini ga banyak beredar di kalangan pemimpin negara di dunia masa kini alias karakternya ini Limited edition!

Sempat aku menduga di awal pemerintahannya Indonesia bakal jadi negara yah biasa-biasa aja, jika ada perubahan paling beda-beda tipis dengan pemerintahan sebelumnya, ga ada gregetnya. Bahkan Presiden lalu sempat ragu atas kebijakan-kebijakan politisnya. Kayak sudah jatuh ditimpa ember cat pula, rakyatnya juga begitu, bahkan berani tampil vulgar ngata-ngatai antek inilah itulah dan buat meme-meme ga genah. Untunglah! Ga semua rakyatnya kayak gitu, hanya yang minus-minus aja. Seperti beli buah di supermarket, paling satu dua yang fix rusak.

Sempat geleng-geleng kepala lihat kelakuan mereka di media sosial. Tapi akhirnya sempat tenang juga saat teringat jaman SD dulu, duduk di bangku kelas 6 bersama teman-teman main 'bentengan' dengan lawannya murid-murid kelas 5. Saat itu suasana seru karena saling kejar mengejar angka, bel berbunyi tanda istirahat usai dan kedudukan selisih 1 angka dimenangkan murid-murid kelas 5. Kami tidak terima dan meneriaki mereka, "Woi.. curang woi" sampai di ujung pintu kelas pun kami masih sempat-sempatnya mendongak keluar dan teriak "ntar lo ya diluar..!" Ada yang beda dengan yang fix rusak di atas, bel pulang sekolah berbunyi kami langsung dijemput ibu, mbak, atau kang becak langganan rumah. Jalan keluar gedung sekolah kami semua tidak bicara soal teriakan "Ntar lo ya diluar!". Yang ada kita diluar pulang bareng.

Ingatan itu merekat di kepalaku karena seringkali omongan itu keluar saat permainan selesai. Sudah jadi kebiasaan saat yang satu menang, yang lain teriak-teriak histeris, begitu juga sebaliknya. Namun yang terakhir itu ga mungkin dilakukan mereka takut ancaman kami, jadi mereka cukup ngegrundel saja dalam hati.

Belajar dari masa kanak-kanakku, kata-kataan dan ancam-ancaman seperti itu sudah jadi tren di permainan kelompok. Tanpa ada itu, permainan jadi kaku, kurang asik. Hal menarik di sini ada di reaksi setelah kata-kataan itu, tidak ada kekisruhan antar kelas yang membuat orangtua kami dipanggil ke sekolah. Cukup satu dua orang yang mengata-ngatai itu saja yang berkelahi dan akhirnya terciduk guru. Setelahnya kami kembali seperti semula, berteman dan bermain kendati kalah tapi besoknya tetap bermain lagi.

Sekarang kata-kata ancaman seperti jaman SD itu digunakan orang-orang 'setengah jadi', bukan anak-anak juga bukan orang dewasa. Jadi apa dong? Yah setengah jadi orang lah! untuk menuangkan emosi ketidaksukaan kepada Jokowi melalui berbagai cara, khususnya melalui media sosial. Sarana efektif membangun epos diri.

Sempat terbayang bila hinaan itu dialamatkan bukan kepada Presiden yang namanya Joko Widodo. Mungkin tidak ada cerita penangkapan dan pengadilan lagi melainkan pencarian seorang yang hilang setelah aksinya menghina Presiden.

Nah! Tentunya masa kini bukan masa lalu. Sekarang orang melanggar hukum akibat menghina Presiden diproses sesuai hukum berlaku. Apa artinya?

Presiden yang terpilih lagi di periode kedua masa jabatan 2019 -- 2024 ini bukan Presiden yang menolak dirinya dikritik dan dihina rakyatnya lho. Ia bergeming terhadap nyinyiran bersautan para penghuni goa. Terlihat pada 21-22 Mei 2019 saat TNI-POLRI memilih bertahan terhadap lemparan batu dan molotov serta makian ga jelas pendemo yang ditujukan kepada TNI-POLRI atau kepada dirinya yang sembap terkena gas air mata akibat tidak mau pulang saat jam berdemonstarasi selesai. Ini menyatakan pemerintah terbuka kepada kritik rakyatnya tapi juga tegas menjalankan hukum yang berlaku. Dengan kata lain, silahkan mengeluarkan pendapat di depan umum tapi ingat waktunya bubar ya bubar. Jangan melawan konstitusi! Jadinya sembap kan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun