Ini tidak baik bagiku bila perut ini nantinya akan mengikuti perut-perut lain menolak bakwan dan menghapuskannya dari peradaban dunia. Bakwan harus tetap mengada sekalipun para perut konservatif menolaknya. Ia harus tetap menjadi salah satu makanan pemberi rasa penasaran bagi orang saat pertama kali mencicipinya.
Aku harus jaga perut ini agar bisa menerima bakwan selayaknya saudara tak terpisahkan yang bertemu saat uang menipis, ada di tengah percakapan ngalur ngidul sejawat, dan sebagai teman kopi robusta nan pait pait sedep itu. Aku juga perlu menjaga perut ini dari gangguan maag yang menyerang senyap tak terduga dan nyeri lambung yang mematikan konsumsi gorengan lagi untuk selamanya. Weuh! kalau sudah begini bakwan bisa jadi mantan pacar terindah yang sulit dilupakan.
Aku ingin bakwan bisa jadi bagian hidup rakyat Indonesia dan simbol kebaikan bagi perutku dan para perut lainnya. Menguntungkan banyak orang, terutama Mas penjual bakwan di tempat aku biasa mencapit bakwan-bakwannya dan kumasukkan ke dalam kantong plastik bening sambil memperlihatkan kepada orang lain bahwa aku pendukung bakwan dan perut ini harus mendukungnya karena antara aku, bakwan, dan perut ini adalah kesatuan. Duh, nasi mana... nasi!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H