Mohon tunggu...
Delfian Thanta
Delfian Thanta Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Sosial

Penulis Pemula yang ingin mengekspresikan diri lewat kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Passing Grade, Win Win Solution Atau Win Lose Solution?

10 November 2018   21:17 Diperbarui: 10 November 2018   21:33 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini masih tentang kehebohan seleksi CPNS dan tetek bengek kontoversi yang menyelimutinya, kalau pada tulisan awal saya lebih membahas tentang passsing grade dan urgensinya serta korelasi dengan dunia kerja dan motivasi orang tua,kali ini saya lebih mengedepankan solusi konkrit berupa "tawaran".

Kalaupun Seleksi CPNS ini kita gambarkan sebagai "perang" , maka inilah perang antara "Pemerintah" dan "Masyarakat" , atau lebih spesifik lagi antara "Kemenpan RB dan Pelamar CPNS, namun konotasi negatif dari makna "perang" disini harus kita buang jauh-jauh terlebih dahulu sebelum kita bahas lebih jauh.

Sampai tulisan ini dimuat beberapa daerah dan instansi vertikal telah selesai melaksanakan SKD (Seleksi Kompetensi Dasar) CPNS , dan persentase kelulusan lumayan "menggemparkan" yaitu sebesar 9% saja (liputan6.com)  dari total pelamar kurang lebih 4 Juta orang (kompas.com).

Tidak banyak yang bisa dilakukan untuk membuat "perang" ini menjadi happy ending , karena tentu kita tidak ingin ini menjadi polemik dan merugikan kedua belah pihak, ibarat perang Bharatayuda (penulis sangat menggemari cerita ini hehe) untuk itu ada beberapa hal yang harus dijadikan win win solution, atau bahkan jadi win lose solution, sudah tentu harapannya agar ini bisa dipertimbangkan bagi pembuat kebijakan.

Pertama, Passing Grade kembali pada Standar sebelumnya pada CPNS 2014.

Pada tahun 2014 passing Grade 75 TIU, 70 TWK, 105 TKP , dengan tingkat kelulusan yang cukup tinggi (setidaknya dibandingkan 2018) ini bisa membuka peluang lebih besar dan meredam berbagai polemik yang sekarang terjadi dimedia. Dengan opsi ini tetap akan ada proses perankingan ketika pelamar yang lolos passing grade melebihi kuota.

Namun, opsi ini tentu menimbulkan berbagai interpretasi dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan akademisi dan praktisi pendidikan bahkan mungkin Kemenpan RB, karena penurunan standar berarti secara keseluruhan menurunkan kualitas SDM calon aparatur sipil negara.

Kedua, Passing grade tetap, akan tetapi kuota yang kosong diisi oleh peringkat dibawahnya walaupun tidak sesuai passing grade.

Opsi ini memungkinkan semua kuota terisi ,dengan demikian tidak ada yang kuota daerah yang terbuang karena passing grade, akan tetapi dengan opsi ini secara tidak langsung meniadakan sistem passing grade, terus apa gunanya passing grade?

Ketiga, Passing Grade sama dengan pada penerimaan CPNS 2014 akan tetapi panitia bisa lebih meningkatkan seleksi berkas dengan syarat IPK tertentu misalnya.

Pilihan ketiga ini tetap sesuai asas peningkatan kualitas aparatur negara, karena seleksi diperketat dengan syarat IPK yang tentu bisa berdampak pada penguatan pada proses pendidikan di Perguruan Tinggi nantinya. Seseorang yang ingin mendaftar CPNS harus berlomba-lomba mendapatkan IPK tertinggi , ini bagus untuk proses pendidikan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun